Buruh Pantang Mundur Menolak Revisi UU Ketenagakerjaan

Senin, 26/08/2019 18:04 WIB
Kalangan Aksi demo para buruh menolak Revisi UU Ketenagakerjaan (Today.id)

Kalangan Aksi demo para buruh menolak Revisi UU Ketenagakerjaan (Today.id)

Jakarta, law-justice.co - Kalangan buruh menyatakan akan melakukan aksi demonstrasi kembali jika tuntutan mereka terkait penolakan Revisi UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tak dikabulkan oleh pemerintah.

Sebelumnya, para buruh telah melakukan aksi demo penolakan yang digelar di Istana Negara Jakarta dan Gedung Sate Bandung pada pekan lalu.

Melansir CNBC Indonesia, Senin (26/8/2019), Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta agar UU Ketenagakerjaan yang berlaku saat ini tetap dijalankan dan tidak perlu direvisi.

"Mayoritas buruh dan serikat buruh menolak revisi UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang diusulkan kalangan usaha, baik Apindo, Kadin, HIPMI, ketika bertemu dengan Bapak Presiden Jokowi. Dari situ, terbaca bahwa keinginan pengusaha ini adalah melakukan degradasi (UU)," kata Said Iqbal belum lama ini.

Keberatan itu muncul setelah pengusaha disebut akan melakukan penyesuaian besaran pesangon terhadap buruh. Tingginya nilai pesangon dianggap menjadi hambatan kepada pengusaha dalam melakukan investasi. Kabar ini kemudian ditanggapi Said Iqbal sebagai dua hal yang tidak berkorelasi.

"Saya pengurus ILO Governing Body, pengurus pusat PBB. Tidak ada satupun jurnal ilmiah penelitian di ILO yang menyatakan keterkaitan pesangon dan investasi. Jadi, ini mengada-ada," ucapnya.

Jikapun hal yang dipermasalahkan adalah pesangon, ia memandang perlu alasan komprehensif dengan kondisi Indonesia. Jaminan sosial di Indonesia, kata Iqbal, belum sebaik negara Spanyol atau Malaysia.

Menurutnya, Spanyol memberlakukan unemployment insurance atau asuransi pengangguran dan juga memberikan jaminan pensiun kepada buruh. Hal ini dianggapnya bertolak belakang dengan Indonesia.

"Coba kita bandingkan di Indonesia, tidak ada jaminan asuransi pengangguran. Jaminan pensiunnya juga ecek-ecek, hanya 3%, di mana 2% persen dibayar perusahaan, 1% dibayar buruh. Jadi, bayangkan 15 tahun lagi hanya dapat uang pensiun Rp300.000 per bulan. Kan nggak masuk akal," ucapnya.

Namun, jaminan sosial yang disinggung tersebut setidaknya akan terjawab dalam beberapa program pemerintah ke depannya. Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri sebelumnya pernah mengemukakan wacana untuk menerbitkan dua program jaminan ketenagakerjaan yang dimasukkan dalam skema BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) dan jaminan pelatihan dan sertifikasi (JPS). Program JKP ini akan mirip seperti unemployment insurance.

Said Iqbal mengapresiasi rencana tersebut. Hanya saja, ia berharap skema tersebut tidak mengganggu nilai pesangon yang akan diterima buruh.

"Selama tidak mengubah komposisi dari nilai pesangon, kita setuju," katanya.

Namun, jaminan sosial adalah satu hal yang disorot. Kekhawatiran lainnya terungkap dari usulan jangka waktu tenaga kerja kontrak yang disebut akan dibebaskan. Sistem kontrak bulanan atau tahunan yang ada saat ini menurut Said Iqbal sudah cukup menjelaskan fleksibilitasnya dengan dunia kerja.

"Pengusaha menginginkan outsourcing dibebaskan. Yang sekarang saja hanya diberikan jenis pekerjaan outsourcing, itu saja banyak penyimpangan. Apalagi kalau dibebaskan," ucapnya.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar