Fahri Nilai Rencana Jokowi Tak Masuk Akal

Kamis, 22/08/2019 08:03 WIB
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (Finroll.com)

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (Finroll.com)

Jakarta, law-justice.co - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik Presiden Joko Widodo terkait rencana pemindahan Ibu Kota ke Pulau Kalimantan.

Ia meminta agar Jokowi tidak meneruskan rencana tersebut. Menurutnya, rencana pemindahan ibu kota yang disampaikan Jokowi sama sekali tidak masuk akal karena aktivitas pemerintahan sudah terlanjur terbentuk di DKI Jakarta.

Selain itu katanya, pusat bisnis dan perdagangan juga sudah tumbuh di Jakarta.

"Nyaris pemindahan ibu kota tidak masuk akal, makanya saya bilang jangan pindah ibu kota, tapi pindah kantor pemerintahan saja," ungkap Fahri seperti dilansir CNN Indonesia, Rabu (21/8/2019).

Karena tidak masuk akal tersebut, Fahri mengatakan memaksakan pemindahan ibu kota hanya akan membuat pemerintah sibuk membangun skema dan siklus pemerintahan baru di lokasi baru. Selain itu, pemerintah dinilai hanya akan membuang-buang anggaran untuk membangun perkotaan, gedung perkantoran, rumah sakit, sekolah, hingga perumahan di ibu kota baru.

"Sudahlah, ini tidak mungkin. Siapa sih yang mengiming-imingi Pak Jokowi untuk pindah ibu kita segala macam itu? Mikirin yang lain saja lah. Saya kira presiden ada yang manas-manasin," katanya.

Selain anggaran, Fahri mengatakan pemindahan ibu kota juga akan menghabiskan waktu. Pasalnya, dari sisi administrasi, pemindahan ibu kota bukan rencana yang mudah direalisasikan.

Menurutnya, sebelum ibu kota dipindahkan pemerintah perlu melakukan perubahan berbagai undang-undang. Perubahannya undang-undang tidak bisa dilakukan presiden sendiri, tapi perlu dikonsultasikan kepada DPR juga.

Proses tersebut sering memakan waktu lama. Fahri juga mengingatkan soal terjadinya kegagalan dalam pemindahan ibu kota. "Contoh Myanmar, pindah dari Yangoon ke Naypyidaw, saya ke sana tidak ada orang. Senin-Kamis orang di Naypyidaw, Jumat sore orang ke Yangoon, sepi," imbuhnya.

Di sisi lain, Fahri menampik anggapan yang mengatakan bahwa pemindahan ibu kota  ke depan akan bisa membuat pemerintah  meratakan ekonomi. Menurutnya, pemerataan ekonomi tetap sulit dicapai bila pemerintah  tidak menyiapkan kebijakan lain.

"Survei Oxfam saja bilang satu orang paling kaya di republik ini menguasai sekitar 50 persen aset republik. Kalau ada empat orang kaya di republik ini, maka kekayaannya sama dengan 100 ribu orang miskin di republik ini," terangnya.

Menurutnya, bila pemerintah ingin melakukan pemerataan, maka hal yang harus dilakukan adalah pembangunan di daerah terdepan, terpinggir, dan terluar. Dengan begitu, hasil pembangunan tidak hanya ada di satu kota baru saja.

Lebih lanjut, kata Fahri, ketimbang melakukan pemindahan ibu kota lebih baik pemerintah hanya memindahkan pusat pemerintahan saja. Hal ini serupa dengan wacana yang pernah dilempar oleh Presiden Indonesia kedua Soeharto.

"Dulu Pak Harto mau pindahkan ke Jonggol, bukan memindahkan ibu kota, hanya lokasi pemerintahan, kantor pemerintahan saja. Nah, ini bisa, jadi yang perlu dipindahkan kantor, bukan ibu kota, ada salah cara berpikir ini kan," katanya.

Menurutnya, wacana memindahkan kantor pemerintahan saja lebih relevan karena beberapa aktivitas pemerintahan memang kerap membuat Jakarta terlalu sibuk. Misalnya, ketika para kepala daerah berbondong-bondong datang ke DKI Jakarta hanya untuk menggelar rapat dengan pemerintah pusat.

"Kalau memang mau pindah kantor pemerintahan pun paling yang banyak didatangi oleh pejabat daerah saja, misalnya Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri). Kemendagri saga yang dipindahkan ke mana begitu, supaya orang jangan datang ke Jakarta," katanya.

Ia pun memberi gagasan agar pemerintah melakukan pemindahan kantor pemerintahan ke Pulau Reklamasi milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Misalnya, pindahin itu granit sistem Jonggol, pindahin ke (pulau) reklamasi, menurut saya. Itu kan tanah reklamasi tidak jelas, ambil alih saja sama pemerintah pusat. Bilang ke pengembang, saya ambil alih sekarang, kamu kemarin reklamasi bayar berapa? Saya bayar deh," ungkapnya.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar