Polri Buru Oknum Ormas yang Bertindak Rasis di Asrama Papua

Rabu, 21/08/2019 06:32 WIB
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo  (Medcom.id)

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo (Medcom.id)

Jakarta, law-justice.co - Polri berjanji akan mengusut hingga tuntas kasus dugaan oknum organisasi masyarakat (Ormas) yang bertindak rasis terhadap mahasiswa asal Papua di Suarabaya, Jawa Timur.

Pintu masuk penyelidikan Polri, yakni dari video yang disebarkan dan viral di media sosial, demikian kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo seperti dilansir Kompas.com, Selasa (20/8/2019).

Video itu menampilkan situasi ketika mahasiswa asal Papua di asrama Surabaya didatangi sekelompok ormas, personel Polri dan TNI terkait dugaan penghinaan bendera merah putih, Jumat (16/8/2019) lalu.

"Nanti akan kami coba dalami lagi. Alat bukti dari video itu dulu. Video itu didalami dulu, setelah itu barulah siapa orang-orang atau oknum-oknum yang terlibat menyampaikan diksi dalam narasi (rasisme) seperti itu," ujar Dedi.

Dedi enggan menjelaskan lebih rinci dalam video itu soal siapa dan dari latar belakang mana orang yang melontarkan kalimat berbau rasisme ke mahasiswa Papua.

Selain oknum yang melontarkan kalimat rasisme, polisi juga memburu akun media sosial yang menyebarkan video itu ke medsos. Sejauh ini teridentifikasi dua akun penyebar video sekaligus menambahkannya dengan narasi rasisme. Dua akun itu terdiri dari akun Youtube dan akun Facebook. Keduanya punya nama berbeda.

"Akun yang menyebarkan video itu mengakibatkan kegaduhan di medsos maupun tindakan kerusuhan yang dilakukan kelompok orang yang memang terprovokasi oleh diksi dalam narasi yang disampaikan oknum tersebut," ujar Dedi.

Polri menyebut, provokasi pada konten inilah yang menyebabkan warga di Papua dan Papua Barat marah dan turun ke jalan, Senin (19/8/2019) kemarin.

Bahkan, di Manokwari, Papua Barat, terjadi kerusuhan. Warga membakar Gedung DPRD, eks kantor gubernur dan sejumlah fasilitas umum. Mereka menuntut permintaan maaf atas tindakan rasisme yang dialamatkan kepada mahasiswa Papua.

Namun, Dedi enggan menjelaskan lebih rinci perihal dua akun itu. Perkembangan berikutnya akan disampaikan selengkapnya pada momen konferensi pers.

Dari Aparat?

Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe mengapresiasi upaya hukum yang dilakukan aparat keamanan. Asalkan, proses hukum itu dijalankan dengan proporsional, profesional dan berkeadilan.

Namun, Lukas meminta polisi tidak melakukan pembiaran apabila masyarakat Papua di manapun menjadi korban persekusi dan main hakim sendiri. Ia juga menyayangkan ada oknum aparat yang melontarkan kalimat rasisme saat menghadapi mahasiswa Papua di Surabaya. Hal itu telah melukai hati masyarakat Papua.

Polri sendiri membantah hal tersebut. Dedi memastikan, kalimat berbau rasisme yang dilontarkan kepada mahasiswa Papua bukan berasal dari personelnya.

Dedi menjelaskan, justru personelnya saat itu melindungi mahasiswa Papua dengan mengevakuasinya dari kepungan sekelompok ormas yang marah akibat informasi dugaan penghinaan bendera merah putih di asrama mahasiswa.

"Kami mengevakuasi untuk menghindari bentrok fisik antara masyarakat setempat dengan teman-teman mahasiswa Papua," ujar Dedi. "Awalnya kan memang (diduga) terjadi perusakan terhadap Bendera Merah Putih, itu provokasi awal, sehingga masyarakat setempat melakukan pengepungan," lanjut dia.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar