Ridwan al-Makassary:

Enzo Zens Allie dan Pola Rekrutmen HTI di Papua

Kamis, 15/08/2019 07:33 WIB
Enzo Zens Allie (Suratkabar.id)

Enzo Zens Allie (Suratkabar.id)

law-justice.co - Beberapa hari terakhir, publik Indonesia tercengang dengan suguhan sebuah drama tentang Enzo Zens Allie. Enzo adalah seorang calon taruna Akademi Militer (Akmil) di tanah air, putra blasteran berdarah Perancis-Indonesia (ayah Prancis dan ibu Indonesia) yang ditengarai sebagai simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI adalah sebuah organisasi yang teguh memperjuangkan pemberlakuan khilafah Islamiyah dan telah dilarang berkiprah di tanah air.

Setelah berita Enzo berdialog dengan Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, dalam bahasa Perancis, berseliweran di media sosial (medsos); sejumlah warganet yang melacak jejak digitalnya. Temuannya sungguh mengagetkan, karena ditemukan gambar Enzo sedang memegang bendera tauhid (yang identik dengan bendera HTI). Spekulasi yang merebak adalah Enzo seorang yang telah terpapar ideologi HTI. Bahkan, ibunya juga ditengarai pendukung ideologi HTI.

Merespon dinamika tersebut, Mentri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu dan Prof. Mahfud MD mengisyaratkan perlu ada evaluasi untuk Enzo sebagai calon taruna AKMIL, di mana kalau terbukti benar bisa dianulir. Juga, masyarakat terbelah menyikapinya, ada yang pro dan kontra, yang bisa dilacak dari ratusan komentar terhadap postingan tentang Enzo di medsos. 

Perkembangan terkini adalah pihak TNI, melalui KASAD Jenderal Andika Perkasa, menegaskan, Enzo tetap megikuti pendidikan TNI bersama 363 calon prajurit taruna lainnya. Alasannya, dari tes moderasi bernegara yang diikutinya, nilai Enzo 5,9 dari nilai maksimum tujuh.

Saya kira keputusan ini cukup bijaksana dan karenanya mesti dihargai, sembari kita tetap ada kewaspadaan dalam bentuk memonitor prilaku dan pemikiran Enzo selama dalam masa pendidikan. Penulis yakin dengan sistem pendidikan di AKMIL yang diterimanya, Enzo diharap untuk tumbuh menjadi seorang nasionalis Indonesia.  

Kisah Enzo adalah sebuah entry point (titik masuk) untuk memproblematisasi pola rekrutmen a la HTI dalam menggaet simpatisan HTI dari pelbagai kalangan. Penulis yakin cukup banyak Enzo-Enzo yang lain di wilayah Indonesia, yang mungkin simpatik dengan HTI.

Terpaparnya mereka mungkin karena faktor lingkungan sekitar yang ada pergerakan HTI (ada pengajian HTI) dan mungkin menyerap berita-berita di medsos serta buku-buku bernafaskan ideologi HTI yang dibacanya.

Tulisan sederhana ini ingin mengungkap pola rekrutmen yang dilakukan HTI, khususnya di Tanah Papua. Tulisan ini bersumber dari riset lapangan ketika penulis mengkaji HTI di Tanah Papua. Ini dimaksudkan hanya sebagai catatan tambahan di tengah hiruk pikuk diskusi tentang Enzo. Sekali lagi, hanya catatan pendahuluan!

Sejauh ini, terdapat beberapa lokus yang sedang diaktivasi HTI dalam merekrut anggota baru, meski ijin beroperasinya telah dicabut Mei 2017. Rekrutmen HTI, tak pelak, masih menggunakan masjid, kampus (lembaga pendidikan) dan instansi pemerintahan.

Karena HTI tidak memiliki masjid, maka aktivis HTI sangat aktif mendekati para imam masjid dan pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) untuk menawarkan diri sebagai khatib tanpa dibayar atau meminjam masjid sebagai sarana untuk mengadakan pengajian rutin.

Sementara itu, kampus juga menjadi satu arena yang sedang digarap oleh HTI. Sejauh ini beberapa kampus utama di kota Jayapura telah terinfiltrasi gerakan HTI. Bahkan, beberapa dosen dan PNS juga telah terindikasi nyata sebagai simpatisan dan pegiat HTI.

Fenomenanya bisa dilihat dari respon mereka di medsos terhadap kondisi mutakhir di Papua. Dengan kalimat berbeda, beberapa dosen dan mahasiswa telah terpapar idelogi HTI, termasuk ASN dan beberapa personil TNI/Polri. 

Perkembangan pola rekrutmen semacam ini sepertinya masih terus bergerak secara sinambung, meski secara senyap. Menurut seorang informan, aktivis dan simpatisan HTI di kota Jayapura kebanyakan alumni Universitas Cenderawasih, meskipun awal mulanya sejak awal 2000-an dari kampus USTJ Papua.

Namun, saat ini sudah ada indikasi HTI telah merangsek masuk ke hampir semua kampus di kota Jayapura. Sama halnya, seorang informan menuturkan bahwa HTI tetap menggiatkan silhturahimnya ke instansi-instansi milik negara dan ada saja yang bisa terpengaruh karenanya.

Belum lagi kasus HTI acap mencatut tokoh yang dikunjunginya sebagai pedukung HTI, dan juga memelintir hasil wawancara untuk kepentingan HTI. Lebih jauh, menurut informan saya, “rata-rata anak-anak muda yang sering direkrut adalah orang yang baru tamat SMA.

Dengan adanya doktrin-doktrin seperti itu, namanya anak SMA kan masih labil, pemahaman keagamaanya belum belum terlalu mendalam sehingga apa yang disampaikan bisa diterima dan ditelan secara mentah-mentah. Mereka, tentu saja, rata-rata masih muda-muda, jarang ada orang tua.

Kalau yang pegawai, direkrut dengan silahturahmi ke kantor dan adanya undagan pegajian-pengajian. Ada yang terpegaruh, tetapi hanya sedikit. Singkatnya, Sekolah Menengah Umum (SMU) dan pesantren juga tidak luput dari infiltrasi HTI.

Beberapa informan yang saat ini sedang berkuliah, juga telah terpapar ideologi HTI di SMA dan pesantren tempatnya menimba ilmu. Beberapa guru pesantren dan guru SMA juga telah mejadi bagian dari aktivis HTI yang militan.  

Meski bergerak dalam senyap, HTI Papua telah dan sedang melakukan perekrutan melalui pendekatan interpersonal antara anggota HTI dengan target. Pola rekrutmen semacam ini mirip dengan strategi rekrutmen yang dipakai oleh sekte-sekte agama di Barat tahun 1960-an.

Sejumlah informan, bahkan, menyatakan bahwa target yang berhasil direkrut menunjukkan bahwa partisipasi awal mereka di training HTI, seminar dan halaqah karena diajak dan didorong oleh keluarga, senior, dan juga perkawanan di antara mereka.

Awalnya, sebagian mereka tidak mengetahui kegiatan HTI, dan motivasi awal mereka menambah pengetahuan keislaman saja. Biasanya ada yang tertarik dan akhirnya menjadi anggota loyal dan ada lagi yang setelah mengikuti berapa kali pengajian kemudian mundur teratur.

Ada beberapa informan yang setelah mengikuti pergumulan dengan ideologi HTI memilih mundur. Namun, sebagian mereka yang mundur masih dicari-cari untuk diajak kembali ke komunitas HTI. Namun, mereka yang terlalu kritis terhadap HTI biasanya tidak dicari-cari lagi.

Bagi orang awam yang tertarik dengan HTI, maka diadakan kajian khusus, yaitu halaqah ‘amm untuk peserta yang masih awal dan para simpatisan. Setelah beberapa bulan atau sesuai pengamatan Musyrif, maka status mereka akan dinaikkan statusnya sebagai darisin (peserta halaqah yang telah intensif).

Selanjutnya, melalui masa pembinaannya dalam jangka waktu tertentu (biasanya sekitar tiga tahun), jika dinilai telah layak, baik dari tsaqafah HTI, dapat menjadi anggota penuh dan bisa menempati posisi tertentu di HTI (Rofiq 2017, Arifin, 2005).

Setiap organisasi berupaya melakukan penanaman ideologi untuk mejaga keseragaman ideologi para anggota, tidak terkecuali HTI. Organisasi ini menerapkan Tabbani, yaitu pengadopsian karya utama An-Nabhani, baik secara tsaqafah mutabannah, yaitu referensi berupa kitab-kitab yang ditujukan kepada partai dan para anggotanya guna mengarahkan tindakan mereka, dan juga tsaqafah Ghayr Mutabannah, yaitu referensi kitab yang mesti dijadikan rujukan oleh anggota dan umat Islam secara umum.

Bagi anggota HTI diwajibkan untuk membaca dan memahami kategori yang pertama, sedangkan kategori kedua sifatnya adalah sekunder, komplimenter dan tidak mengikat. Literatur HTI tidak membagi secara definitif buku-buku di atas berdasarkan kategori kedua tsaqafah.

Menurut Rofiq (2017), terdapat tiga buku, yaitu Nizam al-Islam, Mafahim hiz al-tahrir, dan al-Takattul al-Hizbi, yang menjadi bahan ajar para darisin sebelum naik statusnya jadi anggota, yang bisa mengajukan diri atau ditawarkan. Lebih jauh jika telah dinyatakan siap jadi Hizbiyyin, maka daris yang bersangkutan akan disumpah (qasam), bukan dibai’at, karena baiat hanya untuk khalifah.

Halaqah adalah satu cara unik untuk kaderisasi. Halaqah adalah kelompok studi dalam bentuk lingkaran. Menurut Taji-Farouki (2006, p. 125), halaqah adalah “small unit of party members and new recruits formed for the intensive study of the party ideology under the supervision of an experienced member, allowing for effective pursuit of the practice of indoctrination so pronounced in HT“.

Kegiatan ini biasanya digelar seminggu sekali. Setiap halaqah terdiri dari lima anggota baru yang duduk melingkar mengelilingi seorang pembina. Dalam setiap halaqah waktu yang dibutuhkan sekitar dua jam. Kehadiran anggota dalam halaqah sangat penting untuk menunjukkan status keanggotaan seseorang. 

Di dalam halaqah ada musyrif atau musyrifah. Tugas mereka untuk menjaga pemahaman para angota jemaahnya agar tetap sesuai dengan pola penafsiran yang ditetapkan HTI. Para pembina berfungsi sebagai aktor yang menyebarkan pemikiran An-Nabhani.

Mereka akan terus memantau dan mengarahkan para siswanya agar sesuai dengan perspektif pembina. Dengan cara demikian, kesatuan pemikiran di antara anggota bisa dipertahankan. Karenanya, wajar jika sudah menjadi anggota HTI, maka akan sulit menerima pandangan yang berbeda. Yang muncul, kemudian, adalah klaim kebenaran.

Sebagai kesimpulan, rekrutmen HTI diaktifkan ke pelbagai lokus strategis seperti masjid, lembaga pendidikan dan instansi pemerintahan untuk menjangkau loyalis HTI dari berbagai kalangan.

Pemantapan ideologi HTI untuk para kader dimulai dengan halaqah-halaqah yang berfungsi sebagai tempat menanam benih-benih ideologi HTI, biar dapat tumbuh mekar dan terpatri di dalam kalbu. Jika telah menjadi anggota HTI yang militan sangat sulit sekali untuk berpaling dari HTI.

Enzo dalam hal ini, tampaknya, baru pada tahap simpatik kepada HTI, jadi masih bisa dibina untuk menjadi nasionalis yang cinta tanah air. Singkatnya, bagaimana mencegah Enzo-Enzo di tanah air sebagai calon-calon aktifis HTI yang loyal dan militan adalah proyek yang belum selesai.

Ridwan al-Makassary: pekerja perdamaian, founder Lembaga Perdamaian Indonesia (LPI) dan peneliti di Centre for Muslim States and Societies (CMSS) University of Western Australia.

 

 

 

(Tim Liputan News\Reko Alum)

Share:




Berita Terkait

Komentar