Apa Dasar Hukum KPI Awasi YouTube, Facebook dan Netflix?

Senin, 12/08/2019 17:27 WIB
Media sosial (East Asia Research Center)

Media sosial (East Asia Research Center)

Jakarta, law-justice.co - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berencana untuk mengawasi konten seperti YouTube, Facebook, Netflix, dan sejenisnya.

Oleh karena itu, KPI saat ini sedang meyiapkan dasar hukum agar bisa melakukan pengawasan tersebut. Lalu dasar hukum apa yang dimaksud oleh KPI?

Melansir Kompas.com, Senin (12/8/2019), Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menjelaskan pihaknya telah menyiapkan dua regulasi dalam pengawasan media baru ini.

"Ada dua hal strategi yang kami lakukan. Yang pertama memang menunggu undang undang (UU) penyiaran yang baru. Sehingga kami punya legalitas untuk mengawasi media baru," ujar Agung.

Ia melanjutkan, kalaupun nantinya UU penyiaran ini tak juga disahkan, UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang telah ada saat ini sebenarnya bisa mengakomodir KPI untuk melakukan pengawasan terhadap media baru.

"Yang kedua, beberapa bulan yang lalu, kami melakukan FGD (focus group discussion) dan kemudian ada beberapa narasumber di sana yang menafsirkan bahwa UU 32 Tahun 2002 sekalipun dibuat pada masa silam, tetapi kalau ditafsirkan ternyata dapat menjangkau media baru. Contoh misalnya, ada kata media lainnya," paparnya.

"Nah, kalau kita mengambil inspirasi dari UU pers, itu media lainnya ditafsirkan sebagai media online," lanjutnya.

Agung mengatakan, tafsir media lain dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tersebut nantinya akan didetailkan dalam PKPI (Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia) yang mengatur tentang pengawasan atas media baru yang akan bersiaran.

Dalam kesempatan yang sama Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika, Henri Subiakto mengatakan, KPI harus menyadari bahwa UU penyiaran yang ada saat ini belum mengakomodasi pengawasan terhadap media baru.

"Kita tidak bisa mengabaikan bahwa di UU penyiaran, UU Nomor 32 Tahun 2002 pengertian penyiaran di pasal 1-nya ayat 2 itu memang penyiaran itu melalui frekuensi dan diterima atau disampaikan secara serentak. Jadi pengertiannya masih konvensional," ujarnya.

Menurut Henri, perlu dimengerti perihal pengkategorian Youtube, Netflix, Facebook, dan sejenisnya sebagai produk siaran atau produk over the top atau penyelenggara elektronik. Ia melanjutkan bahwa untuk produk over the top, saat ini pengawasannya masuk ranah UU ITE sebagai penyelenggara sistem elektronik.

"Nah, kalau penyelenggara sistem elektronik, maka aturannya mengikuti UU ITE. Kalau dia adalah penyiaran, aturannya mengikuti teman-teman komisi penyiaran untuk kontennya," ucap Henri.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar