Elite Partai yang Minta Jatah Menteri, Dibanjiri Kritik

Minggu, 11/08/2019 18:46 WIB
Presiden Jokowi dan Megawati Soekarnoputri. (Foto: Twitter Pramono Anung)

Presiden Jokowi dan Megawati Soekarnoputri. (Foto: Twitter Pramono Anung)

Jakarta, law-justice.co - Kelakar Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri yang menyebut partainya harus memperoleh kursi menteri yang banyak, rupanya dibanjiri kritik. Guru Besar Universitas Islam Negeri Riau, Sulyan Syarif Kasim (Suska) Riau Alaidin Koto dan Direktur Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia, Syamsudin Alimsyah menanggapi serius ungkapan tersebut.

Meski tampak wajar dalam dunia perpolitikan, namun tetap saja pernyataan Megawati itu dinilai tak etis.

Alaidin Koto misalnya, mengaku prihatin atas pernyataan elite partai berlambang banteng yang minta `jatah` menteri di hadapan publik. Seperti dilansir Antara, ia menilai sikap tersebut bakal mendidik generasi berikutnya untuk menjadi pamrih dalam berjuang.

"Minta jatah itu soal biasa dalam politik praktis. Akan tetapi, bila dikemukakan di hadapan publik, saya sebagai guru merasa prihatin karena tanpa disadari mendidik anak-anak kita pamrih dalam berjuang," kata Profesor Alaidin di Jakarta pada Kamis (8/8/2019) malam.

Dengan adanya partai yang menang dalam Pemilu, menurutnya tidak berarti negeri ini menjadi milik si pemilik partai sementara yang kalah menjadi the second class.

"Ungkapan the winner gets all, the loser gets nothing akan menjadi budaya yang tidak sehat untuk kelangsungan hidup sebuah bangsa," kata Alaidin yang juga salah satu Ketua DPP Perhimpunan Tarbiyah Islamiyah (Perti) tersebut.

Alaidin berharap para elite politik bisa lebih bijak dan mengendepankan profesionalitas dalam menata bangsa dan negara menjadi lebih baik ke depannya.

"Kalau kita masih ingin negeri dan bangsa ini tetap tegak dan melanjutkan cita-cita para pahlawan, kedepankan profesionalitas dalam menata negara," kata dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Suska Riau itu.

Sebelumnya, di tengah Kongres V PDIP di Bali tersebut, Mega juga berseloroh tak mau jika partainya hanya diberikan jatah empat kursi menteri.

"Kalau Pak Jokowi, mesti banyak, kita kan pemenang dua kali. Jangan nanti `PDIP sudah banyak kemenangan, sudah ada di DPR, nanti saya kasih cuma empat`, ya emoh, tidak mau, tidak mau, tidak mau. Orang yang tidak dapat saja minta. Horeee," seloroh Mega dalam Kongres V PDIP, di Bali pada Kamis (8/8/2019).

Bagi-Bagi Kue

Sedangkan Direktur KOPEL Indonesia, Syamsudin Alimsyah seolah memaklumi sikap politikus PDIP itu. Ia mengatakan, jatah menteri memang ibarat pembagian kue yang bisa membikin orang lain marah jika tak dapat porsi yang pas.

Maka tak heran, kata dia, bila Megawati ogah kalau PDIP hanya dapat 4 jatah menteri. Apalagi Jokowi juga menjanjikan jatah menteri dari PDIP akan lebih banyak nantinya.

"Sejatinya penempatan menteri bukan karena balas budi tapi karena berbagai pertimbangan," ujar Syamsudin Alimsyah kepada Harian Terbit pada Kamis (8/8/2019).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai, sangat wajar jika PDIP yang harus banyak kadernya masuk ke kabinet. Apalagi PDIP merupakan partai pengusung utama Jokowi-Maruf Amin untuk menjadi Presiden-Wakil Presiden 2019-2024. Hanya saja yang menjadi aneh adalah ada yang alergi dengan kader partai masuk ke kabinet terlalu mendominasi dibandingkan profesional.

"Jokowi saya hakkul yakin akan memenuhi janjinya. Apalagi PDIP kan partai pengusung utama yang sudah paling berdarah dan berkeringat memenangkan Jokowi. Saya pikir wajar PDIP minta jatah menteri yang lebih banyak, tidak hanya 4 kursi saja," ujarnya.

Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengemukakan, wajar bila PDI Perjuangan menginginkan jatah menteri lebih banyak sebagai partai peraih suara terbanyak di legislatif. Hal ini diungkapkan Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily.

"Sebagai partai pemenang pemilu dan pendukung utama koalisi Jokowi-Kiai Ma’ruf Amin wajar saja. Itu kan proporsionalitas saja. Namun kan semuanya dikembalikan kepada Pak Jokowi sendiri," kata Ace ketika dihubungi di Jakarta pada Kamis (8/8/2019) malam.

Sementara pengamat dan peneliti Indopolling Wempy Hadir mengatakan permintaan "jatah" kursi menteri yang disampaikan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Kongres V PDIP adalah kewajaran lantaran partai tersebut merupakan partai pemenang pada Pemilu 2019.

"Menurut saya, apa yang disampaikan Megawati merupakan hal yang lumrah terjadi dalam kontestasi pilpres," kata Wempy saat dihubungi, di Jakarta, Kamis.

Menurutnya, jika berkaca pada pilpres-pilpres sebelumnya, ini bukanlah hal yang baru. Alasannya, pembagian peran dalam pemerintahan juga berdasarkan besar kecilnya kekuatan politik setiap partai pengusung.

Alasan lain yang dipaparkan Wempy adalah karena Presiden Joko Widodo merupakan kader dari partai berlambangkan banteng tersebut.

"Kedua adalah Jokowi merupakan kader PDI Perjuangan. Itulah mengapa Mega meminta jatah menteri lebih banyak dibandingkan dengan partai lain. PDIP punya kekuatan politik di DPR dan di eksekutif," katanya pula.

Dengan kuatnya kekuatan politik dalam parlemen dan kementerian, menurut Wempy, juga dapat menjadi langkah politik bagi PDIP untuk menunjukkan dan mengimplementasikan program-program partainya.

"Itu bisa sebagai langkah politik dari partai untuk mengimplementasikan program-programnya, misalnya sebagai partai yang pro wong cilik, prorakyat, dan lainnya. Kalau mereka diberikan peran dalam kekuasaan, program mereka bisa jalan," kata dia pula.

Sebelumnya, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dalam Kongres V PDIP, di Bali, mengatakan PDIP harus mendapat pos menteri yang banyak.

"Ini dalam kongres partai Bapak Presiden, saya minta dengan hormat, PDIP akan masuk dalam kabinet dengan jumlah menteri yang harus terbanyak. Saksikan ya. Sip," kata Mega, sambil mengacungkan dua jempol dan tertawa serta tubuhnya bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar