Cerita Ayah Aurel, Anggota Paskibra yang Mendadak Meninggal

Latihan Paskibraka, Aurel Diminta Makan Kulit Jeruk dan Push Up

Sabtu, 03/08/2019 20:13 WIB
Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). (Foto: Bisnis)

Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). (Foto: Bisnis)

Jakarta, law-justice.co - Ayah Aurellia Qurratuaini, Farid Abdurrahman menceritakan malam terakhir putrinya mengembuskan napas. Sehari sebelum remaja usia 16 tahun itu meninggal, Aurel pulang ke rumahnya di Tangerang Selatan pada Rabu (31/7/2019).

Dalam keadaan lelah, menurut Farid, putrinya itu bercerita bahwa buku harian miliknya beserta empat temannya dirobek oleh seniornya ketika mengikuti latihan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibra).

Buku diary itu merupakan bagian dari tugas yang diberikan seniornya dan sudah ditulis oleh Aurellia beserta anggota lain sejak 22 hari selama latihan Paskibraka. Buku tersebut dirobek usai dikoreksi oleh para senior.

Setelah disobek, Aurellia diharuskan menyalin buku tersebut dalam waktu dua hari.

"Ini salah satu bentuk psikologis yang luar biasa kalau menurut kami mengakibatkan down mental dan fisik. Akhirnya dia jam satu mencoba bangun untuk nulis lagi, nggak bisa selesai," kata Farid saat ditemui di perumahan Taman Royal II, Cipondoh, Tanggerang Kota, Jumat (2/8/2019).

Pukul 04.00 WIB, Aurellia nampak tidak berdaya secara fisik untuk menjalani aktivitas. Dia pun ambruk seketika.

"Jam 4 dia berusaha mau mulai aktivitas. Karena mulai jam 4 dia sudah limbung badannya, sudah capeknya dia limbung langsung nggak sadar kami bawa ke rumah sakit. Ternyata sudah tidak tertolong," ucap Farid.

Nyawanya tidak tertolong ketika ingin dilarikan ke rumah sakit. "Dokter tidak keluarkan diagnosa karena ketika kita bawa kesana (RS) bahwa Almarhum sudah meninggal," terangnya.

Farid mengatakan, latihan paskibra yang dialami anaknya sudah berlebihan. Ia menilai seperti itu karena dirinya Purna Paskibraka. Perlakuan berlebihan itu diberikan oleh para seniornya, bukan para pelatih Paskibra.

"Jadi campur tangan senior di luar pelatih ini ini yang merupakan teror beban psikologis yang sangat luar biasa," ucap dia. Jenazah Aurellia sudah dimakamkan di TPU Selapajang, Kota Tangerang pada Jumat (2/8/2019) kemarin.

Tak ke Polisi

Farid Abdurrahman (42) menyatakan tidak akan membawa kasus meninggalnya Paskibraka asal Tangerang Selatan, Aurellia Qurratuaini itu ke jalur hukum.

Dia mengaku ikhlas melepaskan putri kesayangannya itu. Namun, dia berharap kasus yang menimpa putrinya ini menjadi pelajaran dan pembenahan pihak terkait yang terlibat dalam melatih para paskibraka Tanggerang Selatan.

"Secara langkah hukum ini tidak akan kita lakukan prosedur tindakan. Akan tetapi tindakan untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh itu sudah kita sampaikan ke Ibu Wali Kota Tangsel bahwa harus dilakukan evaluasi," jelas Farid.

Dia mengaku sudah memberikan masukan kepada Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany terkait sistem pelatihan paskibraka.

Termasuk usul menyediakan tim medis untuk para anggota paskibraka.

"Alhamdulillah mulai tadi sudah ditindaklanjuti oleh Bu Wali Kota, Bu Airin. Saya sudah dapat laporan dari orangtua anggota paskibra yang lain bahwa sudah stand by petugas medis di lokasi," kata dia.

Ia pun kembali menekankan, berharap kejadian ini menjadi pelajaran agar pihak yang terlibat dalam melatih para paskibraka tidak menerapkan latihan yang esktrem sehingga berujung anggota yang meninggal.

"Kami harapkan dengan adanya kejadian ini sebagai pengalaman sebagai hal yang wajib mereka (pihak pelatih Paskibraka) evaluasi bawah tindakan seperti ini akan berakibat sangat fatal. Baik dari peserta sendiri maupun bagi keluarga yang ditinggalkan."

Sebelumnya, Aurellia Qurratuaini diketahui meninggal pada Kamis (1/8/2019) pukul 04.00 WIB. Sebelum meninggal, Aurellia yang juga anggota Paskibraka Tangerang Selatan sempat menjalani latihan yang cukup berat.

Selama latihan, Aurellia dan beberapa anggota paskibraka lain kerap diminta push up dengan tangan dikepal, memakan jeruk berserta kulit-kulitnya hingga menulis buku diary oleh para seniornya.

"Kemudian senior memberikan tugas tambahan, tugas tambahan ini yang membuat psikologis makin drop. Seperti dia harus membuat buku diary setiap hari, dia harus mengisi padahal dia sudah capek kegiatan pagi sampai malam," tambah Farid.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar