Sri Mulyani Akui Sempat `Kacau Balau` Saat Ditunjuk Jadi Menkeu

Sabtu, 03/08/2019 09:02 WIB
Menkeu Sri Mulyani (Uprint.id)

Menkeu Sri Mulyani (Uprint.id)

Jakarta, law-justice.co - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sempat tertekan oleh panggilan Presiden Joko Widodo untuk masuk ke Kabinet Kerja.

Hal itu karena permintaan Jokowi disampaikan secara mendadak, saat itu ia masih menjabat sebagai direktur pelaksana Bank Dunia.

"Presiden Bank Dunia sempat ditanyakan oleh direktur lainnya `Kenapa membiarkan dia (Sri Mulyani) pergi, kamu tidak sekuat itu untuk menahan Sri Mulyani?` Kacau balau lah saat itu. Pengumuman kabinet (saya) excited tapi saya depressed (tertekan) banget," kenang Sri Mulyani, Jumat (2/8/2019).

Melansir dari CNN Indonesia, Sri Mulyani mengaku tak bisa menolak permintaan Jokowi. Menurutnya, tak pernah ada satu orang pun yang bisa mengatakan `tidak` pada pemimpin negara.

"Kalau yang meminta adalah presiden pilihan rakyat, beliau (Jokowi) meminta bergabung dalam rangka membangun cita-cita Indonesia. I don`t think anyone can say no to that (Saya rasa tidak ada seorang pun yang bisa berkata `tidak` untuk itu)," tuturnya.

Sebagai orang yang memang lahir di Indonesia, Sri Mulyani merasa bertanggung jawab untuk ikut membantu pengembangan ekonomi di dalam negeri.

"Itu saya sebut nasionalisme. Kenapa akhirnya saya menetapkan untuk kembali karena ada rasa dekat itu," jelasnya.

Mengingat ia tidak bisa langsung mengundurkan diri dari Bank Dunia, Jokowi pun menghubungi langsung Presiden Grup Bank Dunia Jim Yong Kim agar ia bisa kembali ke Indonesia. Jokowi menjelaskan panjang lebar urgensi Sri Mulyani harus kembali ke Tanah Air.

Jim pun menyerahkan keputusan di pundak Sri Mulyani. Namun, ia sempat menanyakan mengenai perkiraan pandangan orang tua Sri Mulyani, apakah lebih senang ia tinggal di Indonesia atau di AS. Sri Muyani pun menjawab kemungkinan besar almarhumah ibunya akan bahagia jika dirinya mengabdi untuk Indonesia.

"Ketika Jim tahu jawaban itu, dan Jim juga dekat dengan orang tuanya, maka dia mengatakan `Silakan, saya tidak bisa menghalangi`," ungkapnya.

Pada akhirnya, Sri Mulyani pun resmi menjabat menjadi Menteri Keuangan di bawah pemerintahan Jokowi pada 27 Juli 2016. Hal itu meruntuhkan komitmen yang selama ini ia pegang untuk tak pernah kembali ke pekerjaan lama. Sebagai pengingat, Sri Mulyani sebelumnya sudah pernah menjadi bendahara negara di bawah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Saya orang paling tidak mau kembali ke pekerjaan lama, harus move on, tapi ya saat kembali saya harus cari motivasi lagi," tutur Sri Mulyani.

Sri Mulyani membutuhkan motivasi agar ia tak merasa jumawa karena sebelumnya pernah menempati posisi yang sama mengingat situasi ekonomi yang terus berubah di setiap periode.

"Kalau saya anggap saya mengerti semua, nanti rasa waspada saya hilang," jelasnya.

Terlebih, ketika pulang ke Indonesia kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sedang sulit-sulitnya. Penerimaan negara jauh lebih kecil ketimbang belanjanya.

Lalu, Bambang Brodjonegoro, menteri keuangan kala itu, mengeluarkan kebijakan amnesti pajak. Sri Mulyani, sebagai pengganti Bambang tentu harus mempelajari segala aturan dan undang-undang program pengampunan pajak tersebut.

"Itu tantangan besar, saya tidak sempat nafas, saya sampai tidak berpikir saya tidur di mana tiap hari kerja terus," katanya.

Dia juga harus berkoordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memangkas sejumlah subsidi dan mengubah postur APBN. Hal itu mau tak mau dilakukan demi menyelamatkan anggaran negara.

"Saya minta ke Presiden waktu dua hari ya pak untuk baca APBN dan dua hari kemudian sidang kabinet," jelasnya.

Menurutnya, tantangan menjadi Menteri Keuangan selalu berbeda tiap tahunnya. Kini, ia harus memutar otak agar ekonomi Indonesia tidak rontok di tengah perlambatan ekonomi global dan perang dagang antara AS dengan China.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar