BPK Temukan Kejanggalan Laporan Keuangan Garuda, Ini Contohnya

Jum'at, 02/08/2019 07:01 WIB
Kantor Badan Pemeriksa Keungan BPK. (Foto: Keuangan.co)

Kantor Badan Pemeriksa Keungan BPK. (Foto: Keuangan.co)

Jakarta, law-justice.co - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyajian laporan keuangan PT Garuda Indonesia (GIAA). Banyak temuan ganjil misalnya dalam kontrak kerja sama antara Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Technology.

Menurut Anggota III BPK Achsanul Qosasi, hasil pemeriksaan menunjukkan fakta bahwa perusahaan tersebut baru berdiri sekitar setahun dan hanya memiliki modal disetor Rp15 miliar.

Dilansir CNBC Indonesia, Achsanul pun mempertanyakan bagaimana mungkin perusahaan yang cuma punya modal Rp15 miliar tetapi harus menanggung utang Rp3,35 triliun ke Garuda.

"Mahata juga kami datangi kantornya dan tanyakan direksinya bagaimana perusahaan yang baru berdiri setahun bisa tanda tangan kerja sama tersebut dilakukan," kata Anggota III BPK Achsanul Qosasi pada pekan ini dilansir dari CNBC Indonesia.

"Waktu itu kami minta, hingga akhir Juni ada langkah-langkah yang dilakukan untuk menyediakan dana US$ 239 juta (sekitar Rp3,35 triliun). Agar tagihan Garuda ke Mahata merupakan tagihan yang riil," sambungnya lagi.

Achsanul menambahkan, timnya juga sempat mendatangi kantor Mahata untuk melakukan pemeriksaan dan memastikan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kontrak.

BPK tidak ingin tagihan tersebut hanya untuk memperbesar penerimaan Garuda, tanpa kejelasaan ada penerimaan. Minimal Mahata harus menyediakan Bank Guarantee senilai pendapatan tersebut agar bisa dibuktikan sebagai pendapatan.

"Saya rasa sulit untuk dua-duanya mereka penuhi saat itu. Faktanya, selama 2018 atau selama periode perjanjian tidak ada alat (wifi) yang dipasang di pesawat. Bagaimana mungkin alat belum dipasang, penerimaan sudah diakui," jelasnya.

Menurut Achsanul, sebagai perusahaan publik, seharusnya Garuda tidak perlu "memoles" laporan keuangan agar terlihat mencetak laba yang dipaksakan dengan melakukan financial engineering.

Dia menegaskan bawah memang wajar bila Garuda masih merugi, namun jangan sampai manajemen melakukan hal yang konyol dengan menipu market.

Hasil akhir dari pemeriksaan tersebut BPK menyampaikan tiga rekomendasi atas laporan keuangan maskapai dengan kode saham GIAA tersebut, antara lain: pertama, menghentikan kerja sama dengan PT Mahata Aero Technology. Perjanjian ini tidak sesuai dengan kaidah-kaidah standar akuntansi.

Kedua, Garuda harus melakukan restatement terhadap laporan keuangan 2018. Ketiga, BPK memberikan surat kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN agar memberikan sanksi kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mengaudit Laporan Keuangan Garuda 2018.

"Jangan sampai investor yang membeli saham Garuda merasa ditipu, karena ini tidak bagus," pungkasnya.

Manajemen sudah memenuhi sanksi yang diberikan yakni menyajikan ulang (restatement) laporan keuangan 2018. Hasilnya, induk usaha Citilink Indonesia dan GMF Aeroasia ini mengalami kerugian US$ 175 juta atau setara Rp2,45 triliun.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar