Dr. Safri Muiz, Pengamat Poliltik:

Kenapa 4 Ketum Parpol Gundah Saat Jokowi Mendekati Prabowo?

Rabu, 24/07/2019 10:40 WIB
Jokowi dan Prabowo (Ist)

Jokowi dan Prabowo (Ist)

[INTRO]
Beberapa hari lalu empat ketua umum partai politik berjumpa di tempat ketua umum partai Nasdem, Surya Paloh. Mereka berempat bertemu dengan alasan yang tidak masuk akal, hanya karena ulang tahun Surya Paloh. Banyak pertanyaan kemana Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri? Apakah posisi PDI-P sudah diambil oleh Partai Nasdem?
 
Publik mengamati bahwa gerak gerik partai koalisi Indonesia kerja ini mulai tidak sabar dan dengan kata lain tidak percaya diri. Apakah  mereka akan diangkut oleh Jokowi dan PDI-P dalam pemerintahan lima tahun ke depan. Nampak sekali mereka gusar, walaupun mereka selalu bilang "bahwa mereka adalah koalisi yang tulus, semuanya diserahkan kepada Jokowi, terutama tentang pengisian kabinet periode 2019-2024," ujar pengamat politik, Dr. Safri Muiz kepada Law-Justice.co di Jakarta, Rabu (24/7).
 
Kegusaran mereka kelihatan dari pernyataan elit masing-masing partai. Mereka sebenarnya sudah tidak sabar lagi menunggu. Mereka pengen cepat pembagian kue kabinet. Dan mereka minta ditempatkan di posisi lebih dari partai pendukung utama yaitu PDI-P. Apalagi kalau kita lihat pernyataan ketua umum Partai Nasdem, pada waktu diklat kader terpilih Nasdem dalam pileg 2019. Begitu pongahnya seorang Surya Paloh yang menyatakan bahwa Jokowi adalah kader partai Nasdem. Jika bertambahnya kader Nasdem yang duduk di Senayan adalah berkat Jokowi. 
 
Tipikal politisi seperti ini benar-benar membuat kita jadi flashback ke jaman dahulu atau jaman orba. Pada waktu itu sosok Soeharto di sanjung-sanjung dengan pujian setinggi langit. Mental politisi seperti ini membuat buram wajah demokrasi di negeri kita ini. Sifat menjilat ini begitu nampak, padahal kita yakin bertambahnya kursi partai Nasdem disebabkan oleh transfer pemain istilahnya. Karena sebelum pemilu legislatif begitu masifnya kader-kader semua partai ditawari pindah ke partai Nasdem. Dan kita tahu bahwa kekuatan Nasdem bukan dipartainya tetapi di kader-kader transferan tersebut, lanjut Safri. 
 
Pertanyaan kita kemanakah PDI-P, pada saat keempat partai pendukung Jokowi ini bertemu?. Kiepada publik pastilah muncul pertanyaan seperti itu, karena kita tahu bahwa para tokoh-tokoh ke empat partai ini adalah tokoh kunci dipartainya. Karena yang bertemu adalah empat ketua umum, bukan empat sekjen atau pengurus DPP yang lainnya. Benarkah mereka menyusun kekuatan untuk mempengaruhi Jokowi, bahwa mereka adalah kekuatan yang besar dan bisa melakukan manuver yang tidak menguntungkan bagi Jokowi dan PDI-P.
 
Safri mengatakan bahwa Jokowi juga sudah menghitung betul kekuatan mana yang memang betul akan menjadikan laju pemerintahannya lima tahun ke depan. Jokowi sudah jauh hari menyatakan bahwa pada periode kedua ini, beliau tanpa beban. Apakah empat partai yang mendukung beliau empat tahun ke belakang sangat membebani beliau. Itu jawabannya hanya ada di seorang Jokowi dan PDI-P, karena beliau adalah kader utama dari PDI-P. Jokowi selalu patuh dengan partai PDI-P, karena beliau tahu bahwa berkat partai banteng moncong putih ini, beliau menjadi presiden, baik yang lima tahun yang lalu maupun keterpilihannya pada pilpres 2019 yang lalu. 
 
Empat partai pendukung Jokowi ini, mulai merasa terancam dengan pertemuan Jokowi dan Prabowo. Padahal kita tahu bahwa PDI-P masih tenang-tenang saja, tapi empat partai ini bak kebakaran jenggot. Memang sih kalau kita pelajari dan amati koalisi kebangsaan dan koaliai nasionalis sebenarnya bagi Jokowi lebih akan efektif bila beliau membangun koalisi dengan Prabowo.
 
Karena kedua partai ini adalah partai pemenang dalam pemilu legislatif 2019. Dan dua tokoh utama dalam partai ini yaitu ketua umum megawati dan ketua umum partai gerindra prabowo suibianto adalah tokoh yang sentral dan kuat dimasing2 partainya. Tidak seperti keempat partai yang melakuakn pertemuan ini. Keempat partai ini sangat rentan pergantian pucuk pimpinan dan selalu bergejolak setiap lima tahun sekali. Keempat partai ini begitu ringkih untuk terbelah, karena begitu tipisnya loyalitas kader mereka terhadap pimpinan mereka disetiap tingkatan. Riak-riak ketidakpuasan selalu muncul dan menyertai keempat partai ini, lanjut Safri.
 
Jadi pilihan yang logis bagi seorang Jokowi untuk lebih memilih dan mengajak kolaborasi kedua partai nasionalis ini yaitu PDI-P dan Gerindra. Apalagi kolaborasi dan kondisi internal kedua partai ini relatif stabil dan solid. PDI-P dan Partai Gerindra telah teruji membangun persahabatan yang cukup lama. Misalnya hasil dari kolaborasi kedua partai sempat mendudukkan Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012, tegas Safri. 
 
Bagi Jokowi akan lebih nyaman dan lebih membawa situasi laju pemerintahan menggelinding dengan cepat, bila dua kekuatan besar republik ini yaitu PDI-P dan Partai Gerindra bersatu dalam satu perahu. Sosok Megawati dan Prabowo bukanlah sosok yang baru bagi Jokowi. Karena kedua tokoh ini yang membuat  Jokowi menjadi Presiden Republik Indonesia.
 
Rakyat yakin bahwa Jokowi ingat betul bahwa Megawati dan Prabowo lah yang membuat jalan hidupnya berubah 360 derajat. Ketulusan kedua tokoh besar ini yang membuat dia menjadi penguasa dua periode NKRI. Jadi apalagi yang membuat Jokowi ragu untuk menunggu pertemuan  selanjutnya guna lebih memperdalam tali rekonsiliasi antara Prabowo dan Jokowi serta tentunya melibatkan Megawati Soekarnoputri, tandas Safri dengan nada optimis.
 
 
 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar