Keberhasilan Anies Baswedan Berbuah Cemooh

Selasa, 23/07/2019 09:33 WIB
 Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan

Jakarta, law-justice.co - Serangkaian `serangan`, utamanya melalui media sosial yang mengarah ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan disebut berbanding lurus dengan pelbagai terobosan yang dilakukannya. Hal tersebut diungkapkan Anggota DPD RI yang juga Senator DKI Jakarta, Fahira Idris.

Ia menilai, kian berderet penghargaan juga prestasi yang diraih Pemprov DKI Jakarta maka `serangan terbuka` berupa cacian bahkan fitnah pun bakal semakin intensif.

"Amatan saya, semakin sering Pemprov DKI membuat terobosan atau mendapat apresiasi, serangan akan semakin intensif," kata Fahira di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta sebagaimana dilansir Sindonews pada Senin (22/7/2019).

Bak sebuah `operasi`, cacian dan fitnah terhadap Anies bercorak juga beritme sama yaitu mendegradasi berbagai capaian yang diraih Jakarta dan berbagai program pembangunan yang mulai dirasakan warga ibu kota.

Sebenarnya, menurut Fahira, tidak masalah andai saja isu yang jadi tema kritikan atau ajang cacian tersebut substanstif. Namun seringkali yang jadi `peluru` menurutnya adalah hal-hal tidak penting.

"Sudah tidak penting dilebarkan kemana-mana yang mengarah kepada serangan personal dan pembunuhan karakter serta dikait-kaitkan dengan isu SARA," lanjut Fahira.

Seperti dikutip dari Sindonews, Fahira pun mencontohkan soal instalasi bambu Getah Getih di Bundaran HI yang dipajang guna kepentingan Asian Games 2018. Kebijakan ini pun jadi `amunisi` untuk menyerang Anies saat memang waktunya harus dibongkar.

Ketika semua terklarifikasi termasuk pendanaan yang merupakan bantuan dari 10 BUMD DKI, kini pesan dari hadirnya instalasi seni berbahan bambu--bukan bahan lain misalnya baja--yang menaikkan potensi ekonomi, memberdayakan petani serta seniman bambu justru dibelokkan ke soal-soal lain. Yang menurut Fahira, sama sekali tidak substantif, mengada-ngada, serta tidak masuk akal.

"Kita kebanjiran baja impor asal Tiongkok itu fakta. Kenapa tidak terima dan malah membelokkan fakta ini menjadi sentimen ras," katanya.

Fahira menyayangkan, kalau terminologi Tiongkok saja mereka tidak paham, bagaimana mau menjadi pengkritik yang cerdas.

"Jika paradigma berpikir mereka terus seperti ini, bisa gawat negeri ini."

Di negara demokrasi, lanjut Fahira, konsekuensi menjadi seorang pemimpin adalah harus siap dikritik, dihujat, dicaci, bahkan difitnah. Rentetan prestasi tidak akan menjamin seorang pemimpin mendapat pujian apalagi pengakuan. Malah mungkin kata dia, semakin berprestasi maka serangan akan semakin menjadi

"Ini karena, di era kemajuan teknologi informasi saat ini sangat mudah membalikkan fakta. Ada pemimpin yang biasa-biasa saja, tetapi karena dukungan publikasi ditampilkan seperti dewa tanpa cela," katanya.

Demikian juga sebaliknya, ada pemimpin berprestasi dan hasil kerjanya dirasakan rakyat, tetapi dibonsai menjadi tidak bisa apa-apa karena prestasinya ditutupi oleh isu-isu tidak substansi yang dihembuskan dengan masif dan rapi.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar