Suap Garuda-Rolls Royce (Tulisan-1)

Pusaran Suap Rolls Royce di Garuda

Rabu, 17/07/2019 15:16 WIB
Emirsyah Satar saat Serah Terima Air Bus A 300 (Foto : Berita Satu)

Emirsyah Satar saat Serah Terima Air Bus A 300 (Foto : Berita Satu)

Jakarta, law-justice.co - Komisi Pemberantasan Korupsi terus mencari jejaring korupsi dan suap di tubuh BUMN penerbangan nasional Garuda Indonesia. KPK sudah menjerat bekas direktur utama Emirsyah Satar dan rekanan perwakilan dari Rolls Royce di Indonesia dan Singapura Soetikno Soedarjo dengan status tersangka.

Kasus ini membuat kerugian negara cukup besar, Badan Pemeriksa Keuangan dalam laporan hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan biaya dan kegiatan investasi tahun anggaran 2011 dan 2012 (semester 1) pada PT Garuda Indonesia ditemukan kerugian negara 4.5 juta dollar Amerika atau setara dengan Rp 630 miliar.

Hal itulah yang membuat Komisi Pemberantasan Korupsi bergerak pada awal tahun 2017 menggelar penyelidikan dan penyidikan kerjasama Garuda dan Rolls Royce. Tak tanggung-tanggung, Emirsyah yang menjabat selama 10 tahun sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia disangka menerima suap hingga puluhan miliar rupiah dari kerjasama itu.

Tak hanya itu, dia diduga turut mengatur transaksi bisnis perawatan dan pembelian mesin Rolls Royce Trent 700 yang disematkan pada pesawat Airbus  A330 beserta paket perawatannya.

Pada Selasa, 17 Januari 2017, pabrikan mesin pesawat multinasional asal Inggris itu mencapai kesepakatan membayar penalti senilai 671 juta poundsterling terkait kasus suap tersebut. Total pembayaran itu terdiri dari Departemen Kehakiman AS sebesar 141 juta poundsterling, regulator Brazil 21,5 juta poundsterling, dan 497 juta poundsterling kepada Serious Fraud Office (SFO).

Dua hari berselang dari kesepakatan denda Rolls Royce dan Serious Fraud Office (SFO), KPK menetapkan Emirsyah dan Soetikno sebagai tersangka suap.

Mesin Rolls Royce Trent 700 (Foto:Istimewa)

Rolls-Royce sendiri mengakui adanya transaksi suap dan telah meminta maaf setelah terbukti memberikan suap berupa uang tunai hingga jutaan poundsterling dan juga mobil mewah, untuk mengamankan tender di tujuh negara yaitu Indonesia, Rusia, Cina, dan lainnya.

Penyelesaian itu dicapai dengan para penyidik dari tiga negara, UK, AS, dan Brazil, yang selama lima tahun memulai penyelidikan atas dugaan suap untuk memenangkan kontrak melalui perantara. Setelmen atau penyelesaian sebesar itu berarti Rolls-Royce akan terhindar dari pengusutan oleh penyidik anti-korupsi di UK, AS, ataupun Brazil.

Di Indonesia, Rolls-Royce terungkap memberikan 2,25 juta dolar amerika dan mobil Rolls-Royce Silver Spirit kepada individu sebagai ganti “memilih Rolls-Royce untuk sebuah kontrak” agar mesin pesawat Trent digunakan ke Garuda Indonesia.

Secara terpisah, Rolls-Royce membayar perwakilan dari penawar lawan untuk memasukkan penawaran yang tidak kompetitif untuk mengamankan kontrak Rolls-Royce.

Korupsi ini tergolong sebagai korupsi lintas Negara atau transnasional sehingga KPK bekerja sama dengan Serious Fraud Office (SFO) Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura. Aksi korupsi ini diduga tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di Malaysia, Thailand, Cina, dan Rusia.

Mengapa Lama Mangkrak?

Setelah mangkrak hampir 3 tahun, Komisi Antirasuah membuka kembali penyidikan kasus tersebut. Kali KPK mendalami temuan adanya puluhan rekening atas nama Emirsyah Satar di luar negeri. KPK menduga, puluhan rekening tersebut digunakan untuk menampung suap yang diberikan Rolls Royce.

Rumah koleksi milik Emirsyah Satar di Grogol, Kebayoran Lama Jakarta Selatan dan kediaman Soetikno Soedarjo  di kawasan elit Cilandak tak luput digeledah selama 2 tahun terakhir. Termasuk juga kantor Soetikno Soedarjo di PT Mugi Rekso Abadi (MRA) yang beralamat di TB Simatupang, Jakarta Selatan.

Namun, dari lamanya penyidikan kasus ini, publik patut menaruh curiga. Mengapa kasus ini mangkrak sekian lama? Lalu mengapa hanya kedua orang ini yang menjadi tersangka. Padahal, pembelian pesawat dan mesin harus melalui persetujuan rapat umum pemegang saham. Mulai dari direksi hingga perwakilan pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas.

Armada Pesawat Garuda Indonesia (Foto:Istimewa)

Kecurigaan itu diamini Samudra Sukardi, pengamat penerbangan dan bekas direktur utama PT Abacus Indonesia, anak perusahaan Garuda Indonesia. Kata Samudra, tidak kenanya direksi Garuda yang lain memunculkan kecurigaan adanya  pengaturan oleh Emirsyah sebagai pemimpin tertinggi perusahaan tersebut dan Soetikno sebagai agen perantara Rolls Royce di Indonesia.

Kata dia, ada prosedur yang dilanggar dalam pengaturan lelang di tubuh Garuda Indonesia, sehingga masuknya pembelian pesawat Airbus dan Rolls Royce yang diwarnai suap tidak diketahui secara detil oleh direksi lainnya.

"Bukan hanya di Garuda. Di semuanya kan juga kayaknya begitu. Di PLN begitu, Telkom begitu, di Pertamina apa lagi. Di Garuda juga begitu sarananya.  Kalau zaman saya, masih ketat peraturan pengadaan barang dan jasa. Semuanya kita serahkan kepada prosedur, nanti menteri dan dirut menghadap ke presiden," ujarnya.

Kata dia, masuknya Rolls Royce ke Indonesia melalui PT Humpuss.  Holding dari Humpuss Group ini diketahui merupakan perusahaan milik dua anak Mantan Presiden Soeharto Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dan Sigit Hardjojudanto.

"Itu kan sudah sejak zaman dari dulu. Soetikno itu adalah direktur Humpuss. Rolls Royce itu agennya kan Humpuss dari zaman dulu. Zaman dulu sudah main begitu terus, komisinya masuk ke Humpuss," jelasnya.

"Tapi komisinya itu enggak sebanyak kayak sekarang. Sekarang Humpuss-nya enggak ada, Soetikno nya masih tetap. Dia gandeng orang dalam," tambahnya.

Samudra bilang, jika dulu komisinya diambil oleh PT Humpuss. Namun sekarang komisi itu dibagikan kepada pengatur dalam hal ini Emirsyah Satar.

Samudra Sukardi, Pengamat Penerbangan dan Bekas Direksi Garuda Indonesia (Foto:infopenerbangan.com)

Kata dia, dalam penjualan produk penerbangan seperti pesawat dan mesin. Garuda selalu meminta kompensasi tambahan yang dinamakan dengan offset. Hal itulah yang memicu biaya tinggi dan suap menyuap  terjadi pada Emirsyah Satar dan Soetikno.

"Kalau dulu, orang Garuda enggak pernah dapat komisi karena selalu Humpuss saja yang dapat. Terus paling offset nya dikasih ke PT DI, diambil sama pak Habibie.  Kalau sekarang dikumpulin semua, enggak ada yang tahu. Dibagi-bagi lah sama mereka. Jadi banyak banget. Offset-nya kan masih terus ada, namanya offset, tapi sebenarnya itu KickBack atau gratifikasi," ujarnya.

Dia bercerita, proses pengadaan barang dan jasa di BUMN terbilang rawan penyimpangan dan banyak modus untuk memperkaya diri sendiri.

" Walaupun komisinya ada ke agen seperti Humpuss , tapi itu hanya komisi agen saja. Bukan Offset (Cickback) secara keseluruhan yang diambil, seperti saat ini. Kalau sekarang semua offset diambilin. Enggak tahu kita ada berapa itu. Banyak banget. Jadi rugi banget," ungkapnya.

Dia mengkritisi KPK yang lamban menyelesaikan kasus ini hanya karena masalah dokumen yang diberikan Rolls Royce.

"Karena dari Rolls Royce nya juga, data-datanya lagi dikumpulkan untuk diberikan kepada masing-masing negara. Yang meriksa kan bukan KPK. KPK tinggal terima hasil jadinya. Kemarin sudah datang ke sini berkoper-koper datanya. Masih dalam bahasa Inggris, tapi KPK bilang harus diterjemahin dulu, makanya lama.

Tersangka suap mesin Rolls Royce dan bekas Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar (Foto:Deni Hardimansyah/Law-Justice.co)

 

KPK janjinya kan bulan ini mau selesai, karena sudah diterjemahin. Masa KPK enggak bisa bahasa Inggris, bagaimana begitu," katanya.

Dia berharap kasus ini bisa selesai cepat untuk memperbaiki citra Garuda Indonesia di mata publik.

"Oh penting sekali. Jerat saja semaksimal mungkin agar kapok. Sekarang buktinya mereka enggak kapok, malah berusaha menipu di laporan keuangan. Itu menipu masyarakat dan pemegang saham. Untung pemegang sahamnya jujur juga dan enggak mau ambil bagian. Mungkin karena dia sudah kaya ya (Chairul Tanjung)," pintanya.

 

Modus Suap Mesin Garuda

Kasus suap antara Rolls Royce dan Garuda Indonesia membuka hijab soal adanya permainan anggaran melalui mekanisme Kickback dan Offset. Hal itu menjadi modus terselubung dan sering lolos dalam proses audit keuangan. Tentunya dalam kejahatan korupsi yang melibat antar korporasi memerlukan keterlibatan banyak pihak untuk menutupi.

Hal itu membuktikan kejahatan korupsi korporasi sangat pelik dan tidak sedikit yang mandek di tengah jalan. Seperti halnya kasus suap pembelian pesawat dan mesin Garuda Indonesia ini yang memakan waktu lebih dari 2 tahun untuk menuntaskannya.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman juga mempertanyakan keganjilan dalam penyelesaian kasus ini oleh KPK. Kata dia, ada keanehan jika KPK beralasan penyelesaian kasus ini terhambat oleh banyaknya dokumen.

"Korupsi Garuda ini kan suap, kebetulan yang memberikan suap adalah perusahaan asing. Cara menerima suapnya dilemparkan ke orang lain seakan-akan yang menerima bukan Emirsyah Satar ataupun pejabat Garuda lainnya.  Seolah-olah yang mendapatkan orang lain, diskon dari Rolls Royce itu. Jadi seakan-akan itu berkaitan dengan transaksi bisnis yang lain," jelasnya.

"Kalau sebelum ini aku ngomongnya ya karena KPK pemalas. Wong udah dapat data dari KPK Inggris kok, alasannya masih menerjemahkan. Enggak lah itu. Kan KPK punya anggaran, tinggal melempar ke penerjemah tersumpah, seminggu aja pasti selesai. Ini karena memang KPK malas aja," tambahnya.

KPK diminta jeli agar kasus ini bisa terang benderang agar pihak lain yang terlibat bisa diungkap.

"Memang agak rumit karena suapnya ini make jembatan lain. Tidak langsung kepada penerima suap. Dan Ternyata Soetikno pun tidak tercantum sebagai komisaris atau pemegang saham. Untung nya KPK bisa melacak bahwa dia official benefit. Memang rumit, tapi kan KPK tinggal meneruskan investigasinya KPK Inggris. Pelakunya kan sudah ngaku uangnya diberikan kepada siapa saja. Dan sudah jelas terkait pembelian mesin pesawat garuda," katanya.

Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Bonyamin Saiman (Foto: Istimewa)

Dia juga menduga ada kekuatan lain di belakang Emirsyah Satar dan Soetikno yang membuat kasus ini berjalan lamban.

"Kalau saya yakin ada intervensi terhadap KPK. karena apa, perkara mudah begini kok sampai berlarut-larut.

Intervensi kan cuma ada dua, secara kekuasaan atau keuangan. Kalau keuangan kok kayaknya KPK enggak bisa diintervensi. Kalau kekuasaan mungkin iya. Terus terang saya juga kaget kenapa bisa begitu kuat. Karena dia kan diangkat zamannya SBY, sekarang zamannya Kokowi, kok masih bisa kuat itu gimana ceritanya.

Justru saya juga aneh kepada KPK kok menyelesaikan kasus ini kenapa bisa berlarut-larut," jelasnya.

Sementara itu, kuasa hukum Emirsyah Satar, Luhut Pangaribuan membantah tuduhan hukum yang mendera kliennya.  Kata dia, kliennya tidak pernah menerima imbalan dari Rolls Royce.

“Saya kira lebih pada buktinya karena ini antarnegara. Mendapatkan bukti itu tidak mudah. Itupun kalau ada. Infonya Rolls Royce sudah dapat surat dari Serious Fraud Office (SFO) kalau tidak ada keterlibatan pejabat dalam pengadaan barang di Garuda itu setidaknya ketika periodenya ES. Tidak ada yang diterima dari Rolls Royce baik langsung maupun lewat siapapun dalam kaitan jabatannya,” katanya.

Dia juga bilang, proses pengadaan sudah sesuai prosedur.

“Pengadaan telah dilakukan sesuai ketentuannya. Dan ES (Emirsyah Satar) tidak ikut di dalamnya, tapi direksi yang relevan. Lagi pula mesin Rolls Royce yang sudah dipakai sejak dulu dan juga perawatannya,” ungkapnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Universitas Trisakti, Yenty Ganarsih mengakui tidak mudah untuk mengungkap kasus korupsi yang melibatkan korporasi besar seperti Garuda Indonesia dan Rolls Royce yang berada di luar negeri. 

Pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang Trisakti Yenty Ganarsih (Foto : Istimewa)

Kata dia, kejahatan korupsi yang melibatkan korporasi di beberapa negara memerlukan waktu untuk penyelesaiannya. Selain itu juga diperhitungkan dampaknya bagi pekerja dan keuangan korporasi apabila terkena sanksi hukum.

"Memang yang sulit ketika satu korupsi atau tindak pidana pencucian uang yang melibatkan korporasi, ini harus segera. Karena apa? Dampak dari kasus hukum ini juga, berdampak pada berjalannya korporasi. Sementara korporasi itu banyak orang-orangnya di sana. Jadi jangan samapai juga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pegawai-pegawainya," jelasnya.

Untuk itu, KPK  harus meningkatkan kemampuannya untuk menindaklanjuti kasus korupsi yang melibatkan kekuatan korporasi asing dan besar.

"Kita didorong untuk membuat kajian. Undang-undang juga mengarah kesana, trennya kan harus bersiaga, waspada terhadap korupsi-korupsi yang melibatkan penyuapan pejabat-pejabat dari luar negeri. Pola-pola seperti memang harus diwaspadai, dan Undang-undang memungkinkan. Kita harus mewaspadai seperti itu," ungkapnya.

 

Kemana Uang Suap Rolls Royce Mengalir?

Komisi Pemberantasan Korupsi yang menangani kasus suap penjualan dan perawatan mesin pesawat Rolls Royce ke Garuda mengaku penanganan kasus berjalan lamban karena banyak dokumen yang harus dipelajari.

Kata juru bicara KPK Febridiansyah, fokus KPK kali ini menelusuri aliran dana yang terlihat dari puluhan rekening milik Emirsyah Satar di luar negeri.

“Prosesnya sedang penyidikan, kami sedang mendalami ada puluhan rekening di negara lain dan transaksi lintas negara yang terkait dengan perkara ini. Dan ini tentu membutuhkan ketelitian yang lebih, karena ada temuan-temuan baru yang memang kami dapatkan dalam proses penyidikan ini. Nanti segera akan kami update lagi jika ada informasi lagi,” ungkapnya.

Juru bicara KPK Febridiansyah (Foto:Law-Justice.co)

Bahkan akibat molornya waktu penyelesaian kasus ini, Pimpinan KPK Laode M. Syarif sempat menegur Kepala Satuan Tugas (Kasatgas).

“Tidak ada masalah, tapi menjadi kewajiban juga kan bagi pimpinan misalnya untuk meminta updatenya ke tim, bertanya apa kendala-kendala agar bisa dibantu, kalau ada misalnya pimpinan harus melakukan sesuatu. Dan saya kira sampai saat ini kita tinggal mendalami beberapa informasi soal aliran dana,” katanya.

 KPK juga mengendus adanya dugaan tersangka lain yang ikut menikmati aliran dana dari hasil bagi komisi Rolls Royce ke Garuda. Penelusuran puluhan rekening milik tersangka Emirsyah akan membuat terang siapa saja penikmat uang tersebut.

 “Kalau pihak-pihak lain yang diduga sebagai pelaku juga itu, itu baru nanti ya kami bisa pastikan, karena proses penyidikan masih berjalan, tidak semua informasi itu disampaikan ke publik, tapi kalau memang nanti ditemukan fakta-fakta baru, pasti akan kami kembangkan. Karena dalam pengambilan sebuah keputusan atau hal-hal tertentu itu tentu tidak melibatkan cuma satu orang,” tegasnya.

 “Aliran dana kami duga kan tidak hanya pada satu pihak. Tapi itu kan harus ditelusuri secara detail dan itu sedang dilakukan. Jadi nanti kalau sudah ada pengembang yang signifikan dan penyidikan sudah mau selesai, nanti kami sampaikan,” kata Febri.

 Kontribusi laporan: Winna Wijaya, Januardi Husin, Nikolaus Tolen

 

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar