Selama Moratorium, Pemerintah Terbitkan Izin 18 Juta Hektar

Rabu, 17/07/2019 10:02 WIB
Lahan Gambut (PantauGambut.id)

Lahan Gambut (PantauGambut.id)

Jakarta, law-justice.co - Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Zenzi Suhadi mengkritik sikap pemerintah yang kontradiktif terkait penerbitan izin terhadap 18 juta hektare (Ha) lahan selama masa moratorium hutan primer dan lahan gambut.

"Artinya meskipun ada moratorium proses penerbitan itu masih terjadi," kata dia, Selasa (16/7/2019).

Dari 18 juta Ha lahan yang diberikan izin tersebut, Provinsi Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Papua merupakan paling dominan digarap untuk kepentingan korporasi.

"Umumnya diperuntukkan bagi lahan kelapa sawit, hutan tanaman industri, hak pengusahaan hutan dan tambang," ujar dia seperti dilansir Antara.

Berdasarkan kajian yang dilakukan Walhi, salah satu penyebab utama masih banyaknya lahan atau hutan di Indonesia diberikan izin karena terdapat kebijakan kontradiktif dengan semangat moratorium.

Sebagai contoh Peraturan Pemerintah (PP) nomor 104 nomor 2015 perubahan atas PP nomor 10 tahun 2010. Akibatnya, hutan Indonesia seluas sembilan juta Ha dilepaskan selama moratorium.

Kedua, PP nomor 6 tahun 2007 junto 03 2008 yang berelasi dengan penerbitan izin sejak 2009 hingga 2019 seluas 11 juta Ha yang meliputi hutan tanaman industri.

Ia berpadangan jika pemerintah serius dan ingin menyelamatkan hutan di Tanah Air, maka moratorium tersebut tidak cukup hanya dengan Instruksi Presiden (Inpres). Namun, harus memiliki regulasi hukum yang kuat dan mengikat minimal Peraturan Presiden.

"Jadi, dia tidak hanya bisa mengikat internal pemerintahan tapi juga bisa dijadikan payung hukum dalam proses penegakan hukum," katanya.

Selain itu, Walhi juga menyarankan agar pemerintah segera merevisi dua peraturan yang berbenturan dengan semangat moratorium tersebut yaitu PP 104 tahun 2005 dan PP nomor 6 tahun 2007.

Terakhir, ia menyoroti Perppu terhadap Undang-Undang nomor 41 tentang Kehutanan terutama terhadap perubahan pasal 19 dan pasal 22 yang dianggap menjadi landasan maraknya penerbitan izin setelah reformasi.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar