Kecuali KPK, Semua Penyadapan Harus Punya Izin

Jum'at, 12/07/2019 20:51 WIB
Ilustrasi Penyadapan (Indonesia Corruption Watch)

Ilustrasi Penyadapan (Indonesia Corruption Watch)

Jakarta, law-justice.co - Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyadapan saat ini sedang hangat dibicarakan. RUU Penyadapan tersebut diminta oleh Ketua DPR Bambang Soesatyo untuk kembali dibahas oleh Komisi III DPR. Dalam RUU itu mengatur apa dan siapa saja yang bisa disadap, termasuk kepada siapa penyidik harus meminta izin.

Melansir dari Detik.com, Jumat (12/7/2019), dalam RUU penyadapan dilakukan untuk menyelidiki kasus-kasus sebagai berikut:

1. Korupsi yang menjadi kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia;
2. Perampasan kemerdekaan/penculikan;
3. Perdagangan orang;
4. Penyelundupan;
5. Pencucian dan/atau pemalsuan uang;
6. Psikotropika dan/atau narkotika;
7. Penambangan tanpa izin;
8. Penangkapan ikan tanpa izin;
9. Kepabeanan; dan
10. Perusakan hutan.

"Pelaksanaan Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) diajukan secara tertulis oleh Pejabat kepada kepala kejaksaan sesuai wilayah hukum terjadinya tindak pidana. Ketentuan pelaksanaan Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk pelaksanaan Penyadapan terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh komisi pemberantasan tindak pidana korupsi," demikian bunyi Pasal 6 ayat 3.

Dalam hal pelaksanaan penyadapan dilakukan terhadap pimpinan instansi penegak hukum pejabat yang memiliki kewenangan terkait dengan materi penyadapan dalam undang-undang ini, permohonan pelaksanaan penyadapan diajukan kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Pengajuan permohonan pelaksanaan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh pejabat kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.

"Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dapat menyetujui atau menolak permohonan pelaksanaan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan mengeluarkan penetapan atau surat penolakan paling lama 1 x 24 jam," ujarnya.

Setelah menerima permohonan dari penyidik, kemudian Kajari meneruskan permohonan penyadapan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan penetapan penyadapan atas permohonan penetapan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lambat 3 x 24 jam terhitung sejak permohonan penetapan penyadapan diterima.

"Dalam hal Ketua Pengadilan Negeri menolak permohonan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penyadapan wajib dihentikan dan semua hasil Penyadapan wajib dimusnahkan," demikian bunyi pasal 12 ayat 3.

Sebelumnya, Komnas HAM meminta DPR mencermati kembali Rancangan Undang-undang (RUU) Penyadapan yang masih dalam pembahasan itu. Mereka meminta DPR menganalisis betul, khususnya soal perspektif HAM.

"Sehingga pada prinsipnya pengaturan penyadapan secara lebih komprehensif dan kemudian terfokus pada prinsip dasar berkaitan dengan hak asasi itu menjadi penting ditetapkan. Tentu dalam konteks implementasi sekali lagi, selalu bersinggungan dengan prinsip HAM," ujar Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Internal Hairansyah.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar