Dr. Safri Muiz, Pengamat Politik:

Manuver Seni Berpolitik Prabowo Menanti Vonis Mahkamah Agung

Jum'at, 12/07/2019 10:45 WIB
Prabowo Subianto (Robinsar N)

Prabowo Subianto (Robinsar N)

[INTRO]
Dua minggu lebih setelah MK memutuskan kemenangan Jokowi-Maruf berlalu. Tarik ulur pernyataan politik begitu deras di berbagai media. Tapi belum juga muncul pernyataan rekonsiliasi antara kedua pasangan baik pasangan 02 maupun pasangan 01. Kedua tokoh koalisi yaitu Prabowo dan Jokowi, belum juga menyatakan dengan resmi apakah mereka akan rekonsiliasi ataukah Prabowo menyatakan menjadi oposisi. Pendukung Prabowo yang berasal dari Partai Gerindra juga bertanya-tanya akan kemanakah partai Gerindra berlabuh?. Apalagi sekarang Mahkamah Agung (MA) sedang memproses kasasi yang diajukan penasehat hukum Prabowo. Kalau sampai Prabowo menang, apa yang akan terjadi dan konstelasi politik pun bisa semakin panas.
 
Pembicaraan tentang akan kemana berlabuhnya seorang Prabowo begitu masif dibicarakan. Dan itu membuat suasana politik di Indonesia menjadi terlihat begitu penasarannya publik menunggu respon Prabowo. Prabowo seperti memainkan jurus indahnya seni politik yang dimainkan dengan tarik ulur sambil melihat manuver apa yang akan dilakukan Jokowi sebagai petahana. Demikian dikatakan pengamat politik, Dr Safri Muiz kepada Law-Justice.co di Jakarta, Jumat (12/7). 
 
Prabowo yang sudah diputuskan MK kalah dari Joko Widodo, masih belum kehilangan harapan. Walau masih menunggu putusan kasasi dari MA, dia langsung membubarkan koalisi adil makmur, karena dia tidak mau menyandera para pendukungnya, terutama partai politik. Prabowo menyerahkan kepada masing-masing partai politik untuk melakukan manuver politik sendiri. Karena Prabowo tahu bahwa kesetiaan partai politik ini adalah kesetiaan yang dibalut kepentingan yang sangat tinggi. Prabowo tidak mau menutup ruang bagi partai politik pendukungnya dalam pilpres 2019 terhambat, karena masih terbentuk koalisi yang dapat membelah rakyat Indonesia, lanjut Safri. 
 
Tindakan Prabowo ini membuat partai politik terutama partai politik yang bergabung dalam koalisi adil makmur dengan bebas menentukan apakah mau koalisi atau rekonsiliasi. PKS lewat beberapa kadernya sudah dengan lantang menyatakan lima tahun ke depan mereka akan menjadi oposisi murni. Sedangkan PAN dan partai Demokrat belum jelas, dan kita tidak tahu kenapa kedua partai ini belum menyatakan sikap. Padahal kalau kita tarik beberapa bulan kebelakang kelihatan bahwa kedua partai ini sangat berharap diajak gabung oleh koalisi pendukung Jokowi. 
 
Publik jadi bertanya-tanya kenapa kedua partai ini kelihatan melempem dalam akrobatik politik, setelah betul-betul dibebaskan oleh Prabowo untuk melakukan lobi-lobi sendiri dalam menentukan arah kebijakan partai lima tahun yang akan datang. Pemimpin kedua partai selalu menyatakan bahwa mereka masih ingin melakukan konsolidasi internal. Partai Demokrat lewat putera mahkotanya AHY, tidak begitu masif memainkan peran untuk melobi partai PDI P ataupun melobi Jokowi. Begitu juga dengan PAN lewat ketua umumnya tidak bergairah melakukan tindakan politik, agar mereka dapat posisi dalam pemerintahan Jokowi periode kedua ini, lanjut Safri. 
 
Narasi yang dibangun oleh kader Gerindra, memang belum menjawab atau belum dapat memuaskan para pendukung atau relawan Prabowo di kalangan grassroots, termasuk kaum emak-emak yang militan. Tapi kita dapat melihat begitu piawainya seni politik yang dibangun oleh Prabowo dalam mendidik rakyat menyikapi kekalahannya yang dicurangi dalam pilpres 2019 ini. Prabowo sengaja tidak memberikan pernyataan yang dapat mennyulut pendukungnya untuk melakukan tindakan anarkis ataupun tindakan yang mengarah disintegrasi bangsa, tegas Safri. 
 
Rakyat mulai diajak berpikir dengan jernih melihat kenyataan, memang para pendukung Prabowo masih banyak yang belum bisa "move on". Masih saja pernyataan ketidakpuasan dalam pilpres 2019, melalui narasi kecurangan dalam pemilu di Indonesia penuh dengan trik kecurangan muncul dalam setiap pembicaraan. Karena itu masih tersirat harapan relawan akan adanya putusan Mahkamah Agung yang lebih adil dari putusan MK
 
Kalau kita cermati arah kebijakan partai Gerindra sudah dapat dibaca karena partai ini lewat pernyataannya yang menghiasi media, menyatakan masih sa`mi`nah wa`to`nah. Mereka masih sangat percaya bahwa apapun keputusan Prabowo, adalah keputusan yang terbaik bagi partai Gerindra lima tahun ke depan. Namun relawan emak-emak sudah mendahului sikap partai Gerindra yang dengan tegas meminta Prabowo berada di jalur opisisi dan konsisten untuk menolak aksi kecurangan petahana.
 
PDI-P pun sangat elegan memainkan peran sebagai partai yang menjadi komandan dalam mendukung Jokowi. Mereka melihat partai-partai yang terlibat dalam pemenangan Jokowi dalam periode kedua ini, mulai melakukan manuver politik yang membuat rakyat tidak begitu simpati. Karena manuver partai gurem ini, terlihat jelas para politisinya haus akan kekuasaan, padahal tidak mempunyai wakil di parlemen alias kalah dalam Pileg, ujar Safri.

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar