Azwar Siregar, Pengamat Politik

Hati-hati Pak Jokowi, Awas Kudeta dari Internal

Selasa, 09/07/2019 12:09 WIB
Illustrasi Kudeta Militer (Foto: Istimewa)

Illustrasi Kudeta Militer (Foto: Istimewa)

Jakarta, law-justice.co -  

Jakarta, law-justice.co - Para sahabat. Saya tidak akan ikut lagi di polemik isu "rekonsiliasi" antara Pak Prabowo dan Jokowi. Posisi saya sama dengan minggu lalu, saya bisa memahami (tapi bukan berarti mendukung), andai Pak Prabowo memutuskan menerima ajakan yang sudah dia sendiri tuduh curang.

Sejak jatuh keputusan MK yang bersikap abstain dan artinya memenangkan Pasangan Ko`ruf (Joko-Ma`ruf), maka detik itu juga saya memutuskan jadi oposisi murni.  Bagi Partai Tirik Yaluk, tidak ada istilah oposisi loyal apalagi oposisi konstruktif.

Menjadi oposisi berarti tidak akan pernah sepakat dengan Rezim Penguasa. Apalagi dasar Partai Partai Tirik Yaluk menjadi Oposisi karena meyakini Capres Petahana yang dimenangkan oleh Cafe-Yu dan eMKa bisa menang karena curang. Bagi Tirik Yaluk tidak akan ada kebaikan dalam kecurangan dan turunannya.

Apakah seorang maling yang menginfak-kan sebagian curiannya bisa dianggap baik...?

Jadi tidak ada urusan sikap Oposisi Partai Tirik Yaluk dengan sikap Prabowo, Gerindra dan PAN kedepan.

Begitupun, kami harap bersikap Oposisi jangan sampai dianggap makar.
Justru Negara Demokrasi tanpa oposisi akan berubah jadi rezim tiran.

Jadi lupakan bacotan si Hendro, Luhut dan Wiranto plus si Muldoko. Kwartet ini cuma kumpulan kakek-kakek yang menderita post-power syndrome dan selalu iri dibayangi kebesaran nama sosok Prabowo Subianto. Junior dari tiga orang diantara mereka.

Percaya atau tidak, tudingan makar-mukur dari kwartet kakek-kakek bertabiat jelek diatas cuma bagian dari cari perhatian.

Kalaupun ke depan misalnya rezim Jokowi jatuh, saya haqqul yakin justru para cebong pendukungnya yang akan menjatuhkan.

Kelompok oposisi, khususnya para emak-emak militan selama ini terkenal taat aturan. Mereka Demo jutaan orang, bisa berlangsung tertib, bersih dan damai.

Bandingkan dengan ulah para cebong ketika Nabi Hoaks mereka di tahan karena kasus penistaan agama. Pagar LP Cipinangpun hampir roboh karena ulah mereka yang beringas.

Bayangkan penderitaan mereka lima tahun kedepan. Analisa saya stuasi ekonomi akan semakin memburuk dan kehidupan mereka semakin terpuruk.

Apalagi dengar-dengar Nasi Bungkus akan dipajaki sama Jeng Sri Mulyani. Jatah nasi bungkus yang dulunya saja cuma berisi lengkuas akan tinggal nasi putih ditaburi garam. Kasihan.

Sekarang saja di timeline sudah ramai para Cebong yang kebingungan. Cari pekerjaan sulit sementara bini mereka terus-menerus kebobolan.
Maklum pengangguran dan tidak ada pekerjaan. Jadi setiap malam cuma syahwat yang bisa mereka jadikan hiburan.

Mereka mengeluh karena uang kontrakan sudah tiga bulan menunggak dan tidak ada uang membeli susu anak.

Dulu mereka berharap dengan janji Jokowi kalau pengangguran akan digaji. Ternyata mereka ketipu kedua kali.

Sekali lagi, bayangkan kalau jutaan cebong-cebong yang sudah sengsara lahir-batin ini sampai pada puncak penderitaannya. Mereka bisa saja menyerbu Istana dan melumpuhkan Jakarta.

Kalau dulu 212 pesertanya jutaan adalah orang-orang beriman, beradab dan memiliki uang. Mereka datang justru naik pesawat dan  menginap di hotel-hotel mewah. Hotel-hotel di sekitaran Monas jadi penuh, restoran-restoran full dan pulangnya mereka masih sempat belanja-belanja di mall-mall Jakarta.

Sekarang bagaimana kalau yang datang jutaan orang-orang yang sudah tiga hari ngga makan? Orang-orang yang pendidikannya tidak tamat SD, terbiasa hidup keras dan berwatak beringas? Mereka mungkin juga akan menyerbu hotel-hotel, restoran dan pusat-pusat perbelanjaan. Cuma saja mereka akan minta gratis karena memang tidak punya uang. Jakarta akan chaos dan ujung-ujungnya mereka yang kudeta, bukan?

Jadi, sebenarnya siapa yang paling berpotensi untuk berbuat makar dan mengkudeta Pak Jokowi?

 

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar