Tak Beri Selamat, Pengamat Nilai Prabowo-Sandi Tunda Rekonsiliasi

Senin, 01/07/2019 10:57 WIB
Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno (Foto: Detik)

Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno (Foto: Detik)

Jakarta, law-justice.co - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris menilai tidak adanya ucapan selamat dari Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kepada Joko Widodo (Jokowi)-Ma`ruf Amin sebagai tanda pihak yang berseteru belum ingin berekonsiliasi pascaputusan MK dan penetapan KPU RI.

"Ini soal sederhana, yang namanya kompetisi pemilu itu pasti ada yang kalah dan yang menang. Ya nggak mungkin menang semua, mesti ada pengakuan terhadap yang menang, mengaku kalah dan memberi selamat (kepada yang menang) itu nggak ada hubungannya dengan budaya Barat atau Timur, itu soal etika politik saja," ujar Haris saat dikonfirmasi, Minggu (30/6/2019).

Menurut Haris, Prabowo dan Sandiaga sebagai elite politik akan memberi dampak kurang baik bagi masyarakat di bawah dengan tidak memberi selamat kepada Jokowi-Ma`ruf.
Haris menilai Prabowo-Sandiaga telah menunda rekonsiliasi.

"Kalau pada level elite, calon presiden atau wakil presidennya nggak begitu (mengucapkan selamat kepada yang menang) apalagi pada level masyarakat di bawah. Itu kan artinya menunda memberi selamat itu menunda penyelesaian masalah, menunda rekonsiliasi," katanya.

"Jadi bagi saya syarat rekonsiliasi yang pertama mengakui kekalahan, memberi selamat kepada yang menang, itu syarat rekonsiliasi. Jadi tidak akan ada rekonsiliasi selama itu tidak berlangsung, itu artinya Prabowo membiarkan massa di bawah tetap terbelah. Ya apa susahnya, apa beratnya (memberi selamat kepada Jokowi)," lanjutnya.

Selain itu seperti yang dilansir dari Detik.com, Haris menilai Sandiaga tidak tepat menghubungkan budaya Barat dengan ucapan selamat ke Jokowi.

"Kalau dihubungkan dengan budaya barat, demokrasi itu apa budaya timur? Itu badaya barat juga, pemilu (budaya barat), semua juga kan kita impor, jadi nggak tepat kalau dikaitkan ke situ (budaya barat)," tuturnya.

Haris mengatakan dalam sejarah kontestasi politik di Indonesia merupakan hal yang lazim jika seorang yang kalah memberikan selamat kepada pemenang.

"Nggak usah jauh-jauh, dalam Pemilu presiden sebelumnya 2004, 2009, itu yang kalah-kalah juga memberi selamat kepada yang menang, nggak usah dibawa ke barat atau ke timur," imbuhnya.

Haris juga menyoroti pernyataan Prabowo yang mengatakan menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai memiliki makna lebih dari sekedar memberi selamat ke Jokowi. Menurutnya, menghormati keputusan MK belum tentu mengakui kekalahan.

"Menghormati putusan MK belum tentu mengakui kekalahan, sebab kalau menghormati putusan MK ditafsirkan juga sebagai mengakui kekalahan, mestinya paslon 02 datang ke KPU (saat penetapan capres terpilih), kan faktanya tidak, itu artinya belum ikhlas atau belum tulus menerima kekalahan," ucapnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar