Dr.Safri Muiz, Pengamat Politik:

Prabowo Mau Rekonsiliasi, Sandiaga Tetap Oposisi?

Senin, 01/07/2019 09:57 WIB
Pasangan Capres 02 Prabowo Sandiaga Uno (Ist)

Pasangan Capres 02 Prabowo Sandiaga Uno (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Oposisi atau rekonsiliasi? Dua kata itu menghiasi media mainstream dan medsos pada hari-hari ini. Beragam pendapat bersileweran, ada yang ingin Prabowo dan Gerindra menjadi opisisi murni, tetapi ada juga yang berpendapat Prabowo dan Gerindra melakukan rekonsiliasi saja. Dua-duanya hal baik. Ada yang menyebutkan Prabowo lebih suka rekonsiliasi, tetapi Sandiaga cenderung lebih suka oposisi sebagai investasi masa depan untuk merawat dukungan para militan kaum milenial, emak-emak dan tentunya pegiat Ok Oc yang sudah merambah ke seluruh Indonesia.

Demikian dikatakan pengamat politik, Dr. Safri Muiz kepada Law-Justice.co di Jakarta, Senin (1/7). Kalau melihat bentuk negara dan pemerintahan kita adalah presidensil maka tidak ada oposisi murni, yang ada sistem politik akomodatif. Partai-partai yang ada sejak pemerintahan rezim orde baru sampai saat ini, setelah reformasi 1998, tidak mengenal oposisi murni.

Karena menurut Safri konstitusi kita tidak mengatur tentang oposisi, karena yang diatur dalam konstitusi kita adalah Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Sehingga pembelahan yang tegas tidak pernah terjadi, yang terjadi adalah secara bersama-sama menjalankan roda pemerintahan. Yang menang membuka ruang kepada yang kalah untuk bergabung dalam pemerintahan.

Mengacu kepada peran legislatif, yang lebih nyaman dengan politik "urut kacang". Dimana pemenang dalam pemilu legislatif maka dialah menjadi pemimpin dan pemenang berikutnya adalah wakil pimpinan. Sehingga oposisi tidak pernah terjadi, yang terjadi adalah rekonsiliasi yang akomodatif, ujar Safri.

Jadi diranah legislatif setelah pemilu sudah selesai pembelahan. Karena semua kepentingan partai sudah terakomodir, yang menang jadi pimpinan dan yang kalah menjadi bagian dari rezim yang menang. Nah....apa lagi yang dipertentangkan dalam pilpres kalau sudah seperti itu modelnya. Pembelahan hanya terjadi pada saat pemilu setiap lima tahunan, tegas Safri.

Tapi akan lebih bijak dengan menyikapi kita serahkan kepada masing-masing calon presiden dan wakil presiden untuk menentukan arah dan kebijakan masing-masing koalisi. Akan lebih nyaman dan tentram bila sikap politik pasangan yang sengaja dikalahkan di MK, mengambil sikapnya sendiri. Kita mungkin masuk sebagai pendukung salah satu pasangan dan marilah kita sami`nah wa` to`nah. Kita tunggu pemimpin koalisi Prabowo sandi untuk bersikap dan kita yakini itulah adalah keputusan yang terbaik buat bangsa dan negara, lanjut Safri.

Pemimpin yang baik harus kesatria untuk siap menang dan siap kalah. Keyakinan pilihan pimpinan yang kita dukung dalam pemilu pilpres 2019 adalah jalan keluar yang sangat bisa diterima oleh akal sehat. Kita rakyat mundukung penuh serta berkeyakinan bahwa setiap kompetisi pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Mari kita "move on".

Masih banyak kesempatan untuk bertanding lagi, masih ada waktu lima tahun yang akan datang. Dan masih terbuka lebar bagi kita untuk mendukung kembali tokoh panutan kita untuk tampil di pemilu presiden yang akan datang. Tidak ada kata terlambat atau selesai, yang ada mari kita bersatu membangun bangsa kita. Dan ego kepentingan kelompok mari kita hilangkan. Mari kita manut dan loyal kepada orang yang kita hormati dan kita banggakan, bahwa keputusan para pemimpin itu adalah keputusan akal sehat serta keputusan terbaik untuk investasi sosial politik di masa depan, lanjut Safri mengakhiri pembicaraan.

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar