KPK Nilai Penegakan Hukum RKUHP yang Digodok DPR, Tumpul

Senin, 24/06/2019 15:31 WIB
Spanduk Bertuliskan Hukum Mati Koruptor (Kompas.com)

Spanduk Bertuliskan Hukum Mati Koruptor (Kompas.com)

Jakarta, law-justice.co - Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rasamala Aritonang menjelaskan produk yang akan dikeluarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam bentuk Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai tumpul kepada tersangka kasus korupsi. Bahkan, dia menilai hukum dalam RKUHP jauh lebih lembek dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan KUHP.

"Misalnya pasal 76 ayat 1 RKUHP, memuat beberapa kriteria yang memungkinkan bagi hakim tidak menjatuhkan pidana penjara kepada pelaku kejahatan," kata Rasamala dalam seminar publik bertajuk "Menelaah pengaturan tindak pidana korupsi dalam RKUHP" di Jakarta, Senin (24/6/2019).

Menurut dia, ada 14 kriteria yang bisa diterapkan hakim untuk mengesampingkan pidana kepada pelaku di antaranya yang berusia di bawah 18 tahun, berusia di atas 75 tahun, sudah mengembalikan kerugian negara dan pelaku yang baru pertama kali melakukan kejahatan korupsi.

Apabila itu diterapkan, lanjut dia, akan sulit diterima publik dan tidak adil untuk kasus kejahatan serius seperti korupsi.

"Jika keadaan ini terpenuhi maka hakim boleh, walau di dalamnya ada pidana, boleh tidak menjatuhkan pidana penjara terhadap pelaku. Tentu pendekatan ini akan jadi sangat tidak `fair` kalau digunakan dalam rangka menegakkan kasus serius seperti korupsi," ucapnya seperti dikutip dari Antara.

Rasamala menambahkan aturan tersebut menjadi satu kekhawatiran bagi KPK apalagi saat ini RKUHP akan dikebut untuk segera disahkan. KPK, kata dia, sudah beberapa kali mengirimkan catatan melalui surat yang dikirim kepada Panitia Kerja DPR, tim internal Kemenkumham hingga presiden.

Salah satu catatan penting dari surat tersebut adalah menolak dimasukkannya delik korupsi dalam RKUHP itu karena sudah diatur dalam UU Tipikor atau Tindak Pidana Korupsi. Selain menciptakan tumpang tindih dengan undang-undang yang sudah ada, dimasukkan korupsi dalam RKUHP akan menjadikan kasus tersebut sebagai kasus hukum biasa bukan lagi kasus khusus.

Di sisi lain, kata dia, KPK mendukung penyelesaian RKUHP asalkan tidak memasukkan delik korupsi. Dukungan itu lanjut dia, karena legislasi yang sudah tertinggal jauh sebagai salah satu problematika hukum yang dihadapi saat ini.

"Posisi KPK terkait KUHP adalah mendukung KUHP namun di bagian lain kami menolak dimasukkannya delik korupsi di dalam KUHP, " katanya.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar