JPU Tuntut Wakil Ketua DPR Hukuman 8 Tahun Penjara

Senin, 24/06/2019 13:57 WIB
Wakil Ketua DPR RI, Taufik Kurniawan (Kabar3.com)

Wakil Ketua DPR RI, Taufik Kurniawan (Kabar3.com)

Semarang, law-justice.co - Jaksa Penuntut Umum, Joko Hermawan menuntut Wakil Ketua DPR RI, Taufik Kurniawan hukuman delapan tahun penjara terkait kasus dugaan penerimaan "fee" atas pengurusan dana alokasi khusus (DAK) untuk Kabupaten Kebumen dan Purbalingga yang bersumber dari perubahan APBN tahun 2016 dan 2017. Dalam Pengadilan Tipikor Semarang itu Taufik juga dituntut untuk membayar denda senilai Rp200 juta yang jika tidak dibayarkan maka diganti dengan kurungan selama enam bulan.

"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Antonius Wijantono, di Semarang, Senin (24/6/2019).

Dalam pertimbangannya, jaksa menilai terdakwa terbukti menerima "fee" atas pengurusan DAK dua kabupaten tersebut dengan total mencapai Rp4,85 miliar.

"Fee" sebanyak itu masing-masing terbagi atas pengurusan DAK untuk Kebumen yang bersumber dari perubahan APBN 2016 sebesar Rp3,65 miliar dan pengurusan DAK untuk Purbalingga yang bersumber dari perubahan APBN 2017 sebesar Rp1,2 miliar.

Menurut dia seperti dilansir dari Antara, "fee" sebesar 7 persen diterima terdakwa dari mantan Bupati Kebumen Yahya Fuad dalam dua tahap.

Penyerahan "fee" atas pencairan DAK sebesar 93 miliar tersebut dilakukan di Hotel Gumaya masing-masing Rp1,65 miliar sebelum pengesahan DAK dan Rp2 miliar setelah DAK disahkan dalam peraturan presiden.

Selain itu, terdakwa juga menerima Rp1,2 miliar atas pengurusan DAK untuk Kabupaten Purbalingga yang bersumber dari perubahan APBN 2017.

"Fee" yang berasal dari mantan Bupati Tasdi tersebut diserahkan melalui Ketua DPW PAN Jawa Tengah Wahyu Kristianto.

Setelah menerima Rp1,2 miliar, terdakwa meminta Wahyu membawa Rp600 juta atau separuh dari uang itu untuk membiayai keperluan Wahyu, sedangkan separuh sisanya diserahkan kepada staf terdakwa Haris Fikri.

Dalam tuntutannya, jaksa juga meminta terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp4,25 miliar.

Namun, uang pengganti tersebut tidak perlu dibayarkan karena terdakwa sudah menitipkan sejumlah uang yang besarnya sama dengan pengganti kerugian negara yang harus dibayarkan melalui rekening KPK.

Atas tuntutan tersebut, hakim memberi kesempatan terdakwa untuk menyampaikan pembelaan pada sidang yang akan datang.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar