APPKSI Desak Presiden Cabut Pungutan Eskpor CPO

Minggu, 23/06/2019 16:36 WIB
Tandan Buah Segar (Media Indonesia)

Tandan Buah Segar (Media Indonesia)

Jakarta, law-justice.co - Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) mendesak Presiden Joko Widodo segera mencabut kebijakan pungutan ekspor minyak kelapa sawit (CPO). Mereka menilai pungutan ini menambah beban petani nasional yang tengah menghadapi lesunya perdagangan global.

"Pungutan ekspor 50 USD/ ton CPO tersebut mengakibatkan harga tandan buah segar/ TBS merosot, sehingga menyengsarakan petani," kata Ketua Umum APPKSI, Andri Gunawan di Jakarta, Minggu (23/6/2019).

Andri mengatakan petani kelapa sawit bahkan terpaksa menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kementerian Keuangan di Lapangan Banteng Jakarta Pusat pada Kamis (20/6/2019) lalu setelah tersiar kabar pemerintah akan kembali melakukan pungutan CPO.

"Kami akan menyurati pemerintah, bila perlu kembali menggelar demo jika pemerintah melakukan pungutan lagi," ancamnya.

Menurut Andri, pungutan ekspor CPO akan berdampak secara sistemik pada kehidupan keluarga ekonomi petani sawit yang jumlahnya hampir lima juta petani. Selain itu, selama tiga tahun pun hasil pungutan ekspor CPO yang dihimpun oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS) hanya dinikmati oleh para konglomerat pemilik industri biodiesel dalam bentuk subsidi.

"Hanya 0,1 persen saja dana pungutan ekspor CPO yang digunakan untuk program penanaman kembali (replanting) kebun petani. Itu pun petani dibebani dengan bunga pinjaman bank tinggi jika ikut program BPDKS," katanya.

Menurut Andri, dalam tiga bulan terakhir ini petani sawit baru saja menikmati peningkatan harga tandan buah segar (TBS), setelah sejak Mei 2015 diadakan pungutan ekspor CPO, harganya anjlok hingga mencapai harga yang sangat merugikan dan menyebabkan kemiskinan petani kebun sawit.

Menurutnya, pungutan ekspor CPO selain menyengsarakan petani, juga akan menyebabkan jatuhnya harga CPO dari Indonesia dan akan sulit bersaing dengan produk ekspor CPO Malaysia yang tidak dibebani pungutan ekpor CPO oleh pemerintah Malaysia.

"Karena itu kami meminta kebijakan Presiden Joko Widodo untuk tidak lagi menerapkan Pungutan Ekspor CPO," tegasnya seperti dikutip dari Antara.

Persoalan pengelolaan dan pemanfaatan pungutan CPO ini juga pernah menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejak tahun 2017, KPK melakukan investigasi.

Lembaga anti rasuah itu menemukan pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit yang belum efektif karena tak ada verifikasi yang baik. Penggunaan dana kelapa sawit, habis untuk subsidi biofuel.

Diketahui, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit sejak Mei 2015.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar