Atasi Kemacetan Jakarta Tak Cukup Dengan Transportasi Umum

Senin, 17/06/2019 21:59 WIB
Transportasi publik berbasis rel di Jakarta, MRT (Foto: Tribun)

Transportasi publik berbasis rel di Jakarta, MRT (Foto: Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Pengamat transportasi, Azas Tigor Nainggolan menilai jumlah transportasi umum di Jakarta saat ini belum cukup untuk mengatasi permasalahan kemacetan. Selain jumlah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI harus memperbaiki kualitas layanan dan membuat regulasi untuk membatasi mobilitas kendaraan.

"Tahun ini sudah ada peresmian MRT, ditambah lagi LRT, armada Trans Jakarta juga semakin massive, seharusnya lebih baik, tapi tetap saja ada masalah kemacetan," ujar dia, saat dihubungi, di Jakarta, Senin (17/6/2019).

Artinya, dia melanjutkan, ada kesalahan manajemen dalam tubuh pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Menurut dia, pemegang otoritas di DKI Jakarta belum memiliki konsep untuk benar-benar mengatasi kemacetan DKI.

"Pertama, angkutan diperbaiki, kemudian ada kebijakan pengendalian penggunaan kendaraan bermotor pribadi," kata dia.

Tidak hanya variasi moda tranportasi publik yang diperbanyak, menurut dia, pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu melakukan upaya membuat transportasi umum lebih nyaman sehingga masyarakat mau berpindah dari transportasi pribadi ke transportasi umum.

Selain itu, dia juga mengatakan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu lebih mengintegrasikan antar transportasi publik. "Upaya integrasi bukan cuma fisik, tapi juga layanan pembelian tiket," ujar dia.

Sementara soal kebijakan pengendallian penggunaan kendaraan bermotor pribadi, menurut dia, ERP bisa jadi solusi. ERP (Electronic Road Pricing) atau Sistem Jalan Berbayar merupakan sistem skema pengumpulan tol elektronik untuk mengatur lalu lintas dengan cara jalan berbayar, sebagai mekanisme perpajakan.

"Ganjil-genap, yang sebelumnya menggantikan 3 in 1, itu dulu diterapkan untuk mempersiapkan satu tahun untuk berpindah ke ERP. Sekarang tidak jelas nasib ERP," kata Nainggolan sepeti dikutip dari Antara.

Lebih dari itu, parkir sembarangan, menurut Azas membuat keadaan lalu lintas di Jakarta "semakin semrawut" "Semau-maunya parkir di badan jalan, ini tidak ada kebijakan. Supaya orang mau berpindah ke transportasi publik, parkir dipersulit, jalan dibatasi ruang geraknya dengan ERP," ujar dia.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar