Investasi Hampa, Kebodohan yang Nyata atau Pura-Pura Bodoh?

Minggu, 16/06/2019 05:25 WIB
Ilustrasi Investasi China di Indonesia yang Timpang (pinterpolitik)

Ilustrasi Investasi China di Indonesia yang Timpang (pinterpolitik)

Jakarta, law-justice.co - Seorang Menteri Koordinator segala urusan bercerita dengan bangganya soal investasi Pabrik Nikel oleh investor China di Morowali sebesar 5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 65 Triliun. Investor China itu mengekspor dari Indonesia ke Amerika nikelnya. Lalu apa yang diperoleh Indonesia atas investasi sebesar itu? Tenaga kerja yang jumlahnya sekitar 500 orang pada saat pabrik tersebut beroperasi. Kok hanya 500 orang ? Lha pabriknya sudah komputer semua, jadi tidak perlu tenaga banyak. Sedangkan saat pembangunan, justru ribuan pekerja didatangkan dari China.

Ironisnya sekarang bagaimana caranya China bisa mengekspor nikel itu ke Amerika? Sebab Amerika sudah memproteksi tingkat perdagangannya dengan China sebagai imbas perang dagang Amerika dengan China yang terjadi sampai saat ini. Tinggal Indonesia sekarang yang gigit jari. Hal itu diungkapkan oleh pengamat kebijakan publik, Dr.Safri Muiz kepada Law-Justice.co di Jakarta, Sabtu (15/6).

Selain tenaga kerja apa yang diperoleh Indonesia ? Memang ada pajak -pajak semacam PPN dan pajak ekspor yang tidak besar. Lalu apa keuntungannya China?Wouw tentu kekayaan alam Indonesia (Nikel) yang di ekspor tadi dan duitnya langsung masuk ke China, bukan ke Indonesia, lanjut Safri. 

Di luar itu ada modus baru China mengapa mereka sekarang mengincar Indonesia ? Karena kalau dia ekspor dari Indonesia ke Amerika seperti investasi Nikel di atas, maka mereka tidak dikenakan pajak ekspor alias pajaknya 0 persen oleh Amerika, karena dianggap Indonesia sebagai negara berkembang (padahal yang ekspor investor China yang sudah ngeruk kekayaan alam Indonesia).

Sebaliknya kalau China bangun pabrik nikel di negaranya sendiri dan ekspor ke Amerika maka akan dikenakan pajak ekspor oleh Amerika sebesar 16 persen, karena Cina dianggap sebagai negara maju. Jelas saja kalau orang waras nggak bangga dengan investasi hCina di Indonesia, tapi nangis darah, tegas Safri.

Bagaimana tidak? Saat membangun pabrik dengan alasan turnkey project mereka bawa tenaga kerja dari negaranya, saat pabriknya jadi ternyata bukan tipe pabrik yang padat karya karena semua sudah sistem komputer jadi hanya sedikit menyerap tenaga kerja kita dan saat ekspor karena berangkat dari Indonesia dapat bonus pajak ekspor 0 persen ke negara-negara maju, karena dikira ekspornya bangsa Indonesia yang dianggap sebagai negara berkembang. Dan yang jelas kekayaan alam kita yang dikeruk dan di ekspor duitnya bukan kembali ke Indonesia tetapi ke negaranya, timpal Safri.

Safri  jadi ingat contoh negara Iran (tolong jangan dilihat syiahnya, tapi lihat bagaimana dia mengelola ekonominya). Iran yang tidak dicampuri Amerika dalam kebijaksanaan ekonominya sejak tahun 1979 dan malah di embargo oleh Amerika dan sekutunya, ternyata luar biasa maju ekonominya. Hutang luar negeri 0 persen dan rakyat miskin dijamin negara. Kenapa ? Karena semua kekayaan alam dan perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dipegang atau dikuasai oleh BUMN-nya atau dikuasai negara.

Lantas kenapa kita yang punya kekayaan alam yang luar biasa dari tambang batubara , emas, nikel, minyak , hutan, dll selalu sangat suka mengundang asing?Mengapa kita punya BUMN malah cuman jadi ATM politik, tapi tidak diberdayakan untuk mengelola kekayaan alam kita? Apa susahnya mengambil nikel, minyak atau emas kita?. Lha wong kita punya SDM Geologi, sampai Insinyur Perminyakan, Kehutanan, Pertanian, ahli-ahli IT serta tenaga lainnya yang tidak kalah pintarnya dengan negara lain, ujar Safri.

Terasa sedih dan gemas serta marah melihat pengelolaan negara ini dari waktu ke waktu, jaman Orba kita di jajah Amerika dll, dan di jaman sekarang ganti China yang menjajah . Mengapa bisa begitu? Karena 72 tahun merdeka kita hanya punya pejabat-pejabat bermental CALO dan jadi KAKI TANGAN asing yang lebih senang dapat tip sedikit, lalu masuk kantongnya. Kemudian dia dengan mudah menjual kekayaan alam dan aset negara ke asing dari pada berpikir bagaimana Merdeka di atas kaki sendiri, tegas Safri mengakhiri pembicaraan.

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar