Sengketa Hasil Pilpres 2019

Mengurai Persoalan Paling Seru Dalam Sidang Perdana di MK

Sabtu, 15/06/2019 08:05 WIB
Majelis Hakim memimpin sidang di gedung MK (law-justice.co/Deni Hardimansyah)

Majelis Hakim memimpin sidang di gedung MK (law-justice.co/Deni Hardimansyah)

law-justice.co - Sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden 2019 berlangsung di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) mulai dari pagi hingga sore, pada Jumat (14/6). Hal paling seru dan patut dicermati adalah pembahasan tentang kontroversi perbaikan pokok permohonan yang dilakukan oleh tim kuasa hukum Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Tim kuasa hukum Prabowo-Sandi, yang diketuai oleh Bambang Widjojanto, mengirimkan permohonan sengketa Pilpres pada tanggal 24 Mei 2019. Jangka waktu itu masih memenuhi persyaratan batas maksimal tiga hari, sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 5 tahun 2018 tentang tahapan, kegiatan, dan jadwal penanganan perkara perselisihan hasil Pemilu.

Namun, pada tanggal 10 Juni 2019 Bambang datang lagi ke MK untuk merevisi beberapa dalil dalam pokok permohonan tersebut, termasuk Petitum (tuntutan) dan Posita (dalil tuntutan). Dalam sidang hari ini, Bambang mengatakan bahwa hal tersebut telah mendapat persetetujuan dari Juru Bicara MK Fajar Laksono.

Karena sudah mendapat lampu hijau, Bambang dan timnya pun membacakan pokok permohonan yang sudah direvisi pada tanggal 10 Juni 2019 itu. Bukan permohonan pertama yang diajukan pada pada 24 Mei. Majelis hakim MK tidak melarangnya.


Ketua tim kuasa hukum Capres Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (Foto: Deni Herdimansyah)

Keputusan itu kemudian dipersoalkan oleh pihak termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak terkait dari tim kuasa hukum Capres 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Kedua pihak itu mengatakan, kegiatan merivisi pokok permohonan telah melanggar hukum beracara PHPU di MK, yang tertera dalam PMK No. 5 tahun 2018.

Kuasa hukum KPU Ali Nurdin menyebutkan, perbaikan pokok permohonan diperbolehkan untuk sengketa Pemilihan Legislatif, tapi tidak berlaku bagi sengketa PHPU Pilpres. Dengan begitu, apa yang diutarakan oleh tim kuasa hukum Prabowo-Sandi dalam sidang MK hari ini, tidak sah menurut peraturan yang berlaku.

“Pasal 3 ayat 2 menyatakan bahwa tahapan tersebut dikecualikan untuk PHPU Pilpres. Kalimat pengecualian menunjukkan adanya larangan terhadap perbaikan permohonan Pilpres,” kata Ali, saat menyampaikan tanggapan tentang dalil permohononan pemohonan.

Selain itu, KPU juga menilai, keputusan MK menerima revisi permohonan pemohon tidak memenuhi rasa keadilan. Termohon dan pihak terkait diminta untuk menyerahkan jawaban berserta alat bukti pada tanggal 12 Juni 2019.

“Kami hanya diberi waktu dua hari. Ini merupakan satu bentuk ketidakadilan,” ucap Ali. “Karena itu, kami mengharapkan agar yang menjadi objek pemeriksaan dan menjadi ruang lingkup pembuktian adalah permohonan pertama yang diajukan oleh pemohon,” lanjutnya.

Hal senada diutarakan oleh ketua tim pihak terkait, Yusril Ihza Mahendra. Yusril percaya bahwa majelis hakim bisa memutuskan perkara itu dengan adil dan bijaksana. Tapi pihaknya membutukan kepastian, mana pokok permohonan yang harus diacu. Apakah yang pertama atau yang sudah direvisi?

“Untuk mencapai target seadil-adilnya, bagi kami perlu ada satu kejelasan bagi para pihak yang berperkara saat ini. Tapi kalau ada dua Petitum yang berbeda, kami harus bersikap kepada yang mana? Yang pertama atau yang kedua. Atau gabungan dari keduanya?” tanya Yusril.

Mantan menteri Hukum dan HAM itu pun meminta majelis hakim agar segera memutuskan, pokok permohonan mana yang harus diacu. Kejelasan diperlukan agar pihaknya bisa menjawab permohonan pemohon dengan baik pada sidang kedua.

“Kalau tidak jelas seperti ini, kami pun bingung bagaimana menjawabnya,” kata Yusril.

Majelis hakim MK menolak dengan tegas permintaan Yusril tersebut. Hakim Suhartoyo meminta kepada semua pihak untuk menjalankan tugasnya dengan baik, tanpa mendesak majelis hakim untuk membuat keputusan tentang revisi permohonan pihak pemohon.

“Soal perbaikan permohonan dari pemohon, biar mahkamah yang akan memutuskan. Nanti kami yang akan menilai secara bijaksana, cermat, seksama, dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum yang bisa dipertanggungjawabkan,” kata Suhartoyo.


Suasana di luar ruang sidang gedung MK (law-justice.co/Januardi Husin)

Jika KPU dan tim kuasa hukum Capres Jokowi-Ma’ruf Amin merasa keberatan, Suhartoyo mempersilakan membuat pernyataan itu dalam salinan jawaban mereka yang akan disampaikan pada sidang kedua.

“Kalau termohon dan pihak terkait tidak setuju (dengan pembacaan permohonan hasil revisi), silakan jawab nanti pada sidang kedua. Jangan paksa mahkamah untuk membuat keputusan saat ini. Itu fair untuk termohon dan pihak terkait, tapi tidak fair untuk pemohon. Masing-masing punya waktu untuk merespon,” tutur dia.

Selanjutnya, Suhartoyo juga mengatakan, termohon dan pihak terkait bisa menyiapkan jawaban dan alat bukti berdasarkan apa yang disampaikan oleh pemohon dalam persidangan yang sudah berlangsung.

“Pada akhirnya, hal-hal pokok dalam permohonan itu sebenarnya apa yang disampaikan di persidangan. Itulah yang menjadi rujukan sebenarnya,” tegas Suhartoyo.  

Hakim I Dewa Gede Palguna mengatakan, sikap MK mengenai revisi permohononan pemohon akan dituangkan dalam putusan akhir tentang sidang perkara PHPU tersebut. Selain itu, termohon dan pihak terkait masih memiliki waktu untuk memperbaiki jawabannya.

“Terkait persoalan ini, MK akan menentukan sikap lewat putusannya nanti. Biar kita masuk ke pembuktian dulu,” kata Palguna.

Untuk memenuhi rasa keadilan kepada termohon dan pihak terkait yang sebelumnya diminta menyerahkan berkas jawaban hanya dalam dua hari, MK memberi batas waktu untuk merevisi sampai hari Senin.

“Soal keadilan yang disampaikan oleh termohon dan pihak terkait, kami memberi kesempatan untuk memperbaiki jawabannya pada hari Senin (17/6) pagi, menjelang sidang dimulai,” kata hakim Saldi Isra.

Sidang kedua rencananya akan diselenggarakan pada hari Senin. Tapi atas permintaan KPU dan menimbang polemi yang muncul tentang revisi permohonan pemohon, MK kemudian memutuskan sidang kedua diundur satu hari menjadi hari Selasa (18/6).

Juru Bicara MK Fajar Laksono, saat dihubungi Law-justice.co mengatakan, ia tidak mau berkomentar lebih jauh tentang penyataan Bambang mengenai izin revisi permohonan. Ia menyerahkan kewenangan putusan tersebut pada majelis hakim.

“Kewenangan majelis hakim memberikan penilaian,” kata Fajar.  


Ketua KPU Arief Budiman (law-justice.co/Robinsar Nainggolan)

Menyikapi keputusan mahkamah, ketua KPU Airef Budiman menegaskan, pihaknya menghormati majelis hakim dan bersedia merespon keberatan tentang revisi permohonan pemohon dalam berkas jawaban. Keberatan akan mereka sampaikan hari Selasa mendatang.

“Kami keberatan atas adanya perbaikan permohonan pemohon karena dalam hukum acara memang tidak memungkinkan ada perbaikan. Bukan karena kami tidak suka pada pemohon. Tapi justru kami ingin menjaga dan menghormati hukum acara yang sudah ada di MK,” kata Arief.

Di samping itu, ketua tim kuasa hukum pemohon Bambang Widjojanto meyakini, majelis hakim telah bersikap akomodatif terhadap semua pihak yang sedang berperkara. Menurut dia, ketimbang mempersoalkan revisi, pihak termohon dan pihak terkait sebaiknya fokus pada dalil yang mereka sampaikan dalam persidangan.

“Secara tersirat, majelis hakim sebetulnya telah mengemukakan bahwa permohonan yang diacu dan diperiksa adalah permohonan yang dibacakan di ruang sidang,” kata dia.

Walau begitu, Bambang tidak keberatan jika banyak yang mempersoalkan revisi yang mereka lakukan pada tanggal 10 Juni. Ia menganggap hal itu sebagai sesuatu yang paling menarik dalam persidangan hari ini.

“Ya saya menikmati saja. itu yang paling menarik dari proses ini,” imbuh Bambang.

(Januardi Husin\Reko Alum)

Share:




Berita Terkait

Komentar