Demonstrasi Anti-China, WNI di Hongkong Kena Gas Air Mata

Rabu, 12/06/2019 21:30 WIB
Demonstran Hongkong bentrok dengan kepolisian (Foto: ABC News)

Demonstran Hongkong bentrok dengan kepolisian (Foto: ABC News)

Hong Kong, law-justice.co - Seorang Indonesia, Heribertus Hadiarto, terkena tembakan gas air mata ketika berada di tengah massa demonstrasi yang bentrok karena menolak rancangan undang-undang ekstradisi di Hong Kong pada Rabu (12/6).

Heri mengatakan bahwa ia terkena tembakan gas air mata ketika kepolisian sedang berupaya membubarkan massa yang kian ramai di depan gedung Dewan Legislatif, di mana unjuk rasa berpusat.

"Semakin banyak orang. Polisi sempat siram gas air mata. Saya kena sedikit," ujar Heri kepada CNNIndonesia.com.

Menurut Heri, polisi sudah melepaskan setidaknya dua tembakan gas air mata. Ketika situasi mulai tidak kondusif, Heri pun keluar dari kerumunan dan berlindung di stasiun kereta di depan gedung Dewan Legislatif.

Berprofesi sebagai romo gereja Katolik di Hong Kong, Heri awalnya datang ke lokasi demonstrasi bersama ratusan umatnya setelah mengadakan misa bersama pada Rabu pagi.

"Kita seluruh umat Katolik Hong Kong berdoa di gereja Our Lady of Mount Carmel. Ada ratusan umat datang. Misa dipimpin langsung oleh kardinal dengan uskup juga hadir. Setelah berdoa, saya dengan umat ke sini," katanya.

Heri sendiri tidak mengetahui ada atau tidak aturan dari pemerintah Hong Kong mengenai peserta warga asing dalam demonstrasi.

Konsulat Jenderal RI di Hong Kong sebenarnya sudah mengimbau agar WNI tidak ikut serta dalam aksi demonstrasi tersebut.

Namun, Heri menegaskan bahwa kehadirannya dalam demonstrasi tersebut murni untuk mendukung aspirasi masyarakat Hong Kong, terutama umat Katolik.

Hong Kong kini memang sedang panas karena pemerintah menggodok RUU mengenai ekstradisi yang memungkinkan seorang tersangka satu kasus diadili di luar negeri, termasuk China.

Proposal aturan ini menyulut amarah warga setempat karena khawatir akan sistem pengadilan China yang kerap bias dan dipolitisasi.

"Saya datang untuk mendukung umat, tapi secara pribadi saya juga menolak RUU ini karena pengaruhnya bukan hanya untuk warga Hong Kong, tapi siapa saja termasuk warga asing, khususnya berhubungan dengan politik, bisa diadili di China," tutur Heri.

Jika RUU ekstradisi itu benar-benar diloloskan, Heri khawatir kebebasan beragama di Hong Kong dapat terbelenggu seperti di China.

"Jangan sampai Hong Kong seperti China. Banyak uskup dan pastor hilang begitu saja. Kalau China bisa masuk begitu, kebebasan di Hong Kong mungkin akan seperti di China. Oleh karena itu, saya pribadi menolak RUU ekstradisi itu," katanya.

Melanjutkan pernyataannya, Heri berkata, "Tentunya saya tidak mengerti aturan (demonstran) antar-negara, saya hanya ingin melayani orang-orang lokal. Paling tidak, sebagai misionaris harus merasakan apa yang dirasakan masyarakat."

Heri kini sudah meninggalkan pusat demonstrasi karena situasi semakin tidak kondusif. Sebagaimana yang dilansir dari CNN, menurut Heri, warga semakin ramai meski pemerintah Hong Kong sudah mengumumkan bahwa mereka menunda pembahasan RUU ekstradisi yang harusnya digelar hari ini.

"Saya harap yang datang dan menyampaikan aspirasi tetap kondusif. Saat ini, belum ada kekerasan atau hal merusak. Saya berharap semoga semua berjalan dengan baik," katanya.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar