Kiprah Anarko-Sindikalisme (Tulisan-1)

Anarko, Gerakan Perlawanan yang Sedang Berkembang di Indonesia

Selasa, 11/06/2019 17:45 WIB
Anarko Sindikalisme di tengah May Day (foto: Nusantara News)

Anarko Sindikalisme di tengah May Day (foto: Nusantara News)

Jakarta, law-justice.co - Setidaknya dua kali berturut-turut sudah aksi demo memeringati Hari Buruh Sedunia atau May Day diwarnai kekisruhan. Bulan lalu, aksi vandalisme dan perusakan sejumlah properti umum terjadi serentak di beberapa kota. Polisi menuding kelompok Anarko-Sindikalis pelakunya. Mereka yang saat aksi mengenakan pakaian hitam-hitam itu telah menyusup ke kalangan buruh pengunjuk rasa di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Malang, Surabaya, dan Makasar.

Hingga kini polisi masih menyelidiki keterlibatan kelompok yang kerap diidentikkan sebagai kaum anarkis tersebut. "Belum ada update lagi terkait proses hukum. Di Jawa Barat masih tahap penyelesaian berkas perkara," ucap Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada Law-justice.co, beberapa waktu lalu.

Polisi meyakini kelompok ini berkembang lantaran ada dukungan dan pengaruh dari luar negeri. Begitupun, sejauh ini di mata polisi gerakan ini masih bersifat lokal, dalam arti tidak terafiliasi dengan organisasi internasional. “Meminjam, istilahnya meminjam nama yang sudah trending di dunia internasional. Pola-polanya juga seperti itu, kan. Masih didalami semuanya, makanya kita enggak buru-buru,” ujar Dedi.

Di Indonesia, menurut pantauan polisi, perkembangannya baru terjadi  beberapa tahun terakhir. Gerakan ini tumbuh subur di Bandung dan Yogyakarta. Publik barangkali masih ingat peristiwa di Yogyakarta pada aksi May Day tahun lalu. Unjuk rasa memeringati hari buruh itu diwarnai pembakaran pos polisi, saling lempar bom molotov, dan kemunculan spanduk bernada provokatif: “Bunuh Sultan.” Mahasiswa yang berdemo di kawasan kompleks kampus Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta pada Selasa (1/5/2018) bertindak anarkis.

 

Kelompok berpakaian serba hitam dikenal sebagai anarko sindikalis (Foto: Alinea)

Seorang aktifis yang mengetahui simpul gerakan Anarko Sindikalis di Bandung, mengatakan kepada Tempo, paham ini berkembang pesat di kota kembang khususnya di kalangan anak muda sejak 4 tahun lalu. Meski, menurut dia, Anarko-Sindikalis bukan paham yang betul-betul baru di Indonesia yakni sudah ada sejak zaman kolonial.

“Gerakan ini tidak besar, tapi ada simpul-simpulnya,” ujar aktifis yang ingin namanya dirahasiakan. Tidak seperti di Eropa, gerakan ini belum mengakar di Indonesia. Kelompok ini baru diakrapi sebatas kolompok pengusung stigma negatif. Sesuai namanya,  mereka sering dicap pembuat onar, perusak,  dan perusuh.

Tidak banyak literatur yang membahas sejarah keberadaan komunitas ini di Indonesia. Sehingga banyak yang menganggap anarkisme baru masuk ketika komunitas punk hadir pada kisaran 1980-an. Padahal sesungguhnya jauh sebelum 80-an ide-ide anarkis telah hidup bahkan mewarnai organisasi-organisasi yang bertendensi marxisme dan sosial-demokrat di Indonesia. Gerakan ini makin subur pasca-reformasi dan mulai membesar setelah 2000-an. Kebanyakan mereka membiayai gerakan ini dari usaha yang dijalankan sendiri.

Sejumlah Aksi Serentak

Pada peringatan May Day lalu, aksi unjuk rasa dinodai penyusup yag disebut aparat sebagai kelompok Anarko-Sindikalis yang bertindak anarkis. Massa yang berkostum hitam-hitam itu bukan hanya masuk dalam barisan long march, tapi juga melakukan aksi vandalisme dan merusak sejumlah fasilitas publik. Peristiwa ini tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di sejumlah kota besar lain  seperti Bandung, Surabaya, Malang, dan Makassar. Dengan identitas kostum hitam-hitam, mereka juga membentangkan poster bernada protes terkait sistem kelas

Sejauh ini polisi meyakini bahwa kerusuhan yang terjadi saat May Day bukanlah aksi spontan, melainkan sudah terencana dan sistematis. Beberapa orang yang diduga sebagai aktor intelektual di balik aksi tersebut telah ditahan.  Berikut rangkaian kasus yang berlangsung pada peringatan Hari Buruh Internasional May Day lalu:

  1. Jakarta

Perusahaan transportasi milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Transjakarta, melaporkan sekelompok massa ke Polda Metro Jaya yang dituding merusak pagar pembatas Halte Tosari pada Rabu (1/5). Polisi menduga mereka merupakan bagian dari jaringan anarko-sindikalis yang saat aksi May Day merusak sarana umum serata melakukan aksi corat-coret separator bus Transjakarta, tepatnya di depan Kementerian Pariwisata di Jalan Merdeka Barat. Polisi telah membentuk tim khusus yang hingga kini masih melakukan pendalaman guna mengungkap dalang di balik aksi itu.

“Masih dalam penyelidikan,” ungkap Kepada Divisi Humas Polda Metro Jaya, Argo Yuwono, kepada Law-justice.co, beberapa waktu lalu..

  1. Bandung

Sebanyak 619 orang yang tergabung dalam kelompok anarko-sindikalis diamankan di Mapolrestabes Bandung saat peringatan Hari Buruh. Seperti dilansir dari Tribunnews, warga melapor adanya kerusakan fasilitas sebuah kafe di Jalan Surapati. Kejadian bermula sekitar pukul 10.30 WIB saat massa melewati jalan itu. Saat melintasi kafe, mereka kerap melempari batu dan merusak kendaraan pengunjung kafe. Selaini tu, mereka mencoreti dinding dengan lambang huruf A yang merupakan simbol gerakan anarko-sindikalis.

Di Bandung, jumlah massa yang terlibat aksi unjuk rasa ini cukup banyak. Polisi telah mengamankan para pengunjuk rasa yang sebagian besar anak-anak dan pelajar. Polda Jawa Barat sendiri telah menetapkan 2 tersangka dan mengenakan mereka dengan Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang perusakan terhadap barang atau orang.

  1. Surabaya

Tidak hanya di Bandung, massa berpakaian serba hitam juga tampak dalam aksi May Day di depan Gedung Negara Grahadi di jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jawa Timur. Sejauh ini polisi telah mengamankan 5 orang yang terlibat dalam aksi yang berujung kisruh setelah puluhan massa menyusup masuk dalam barisan para buruh. Mereka membawa bendera warna merah hitam dan berpakaian serba hitam serta mengenakan jaket hoodie hitam. Selain itu mereka membawa poster bergambar Marsinah. Kadiv Humas Polda Jawa Timur, Frans Barung, mengklaim aksi mereka tidak berizin.

 

Penyusup Demo Buruh di Surabaya Ditangkap (foto: Merdeka)

  1. Malang

Sebanyak 15 orang diidentifikasi sebagai bagian dari kelompok anarko-sindikalis. Strategi aksi mereka mirip yang terjadi di kota lain, yakni menyusup di antara massa buruh saat aksi demo di Balaikota Malang. Polisi mengklaim mereka melakukan provokasi. Sejumlah tempat menjadi sasaran vandalisme seperti di Jalan Tugu di pusat kota Malang. Polisi menyebut mereka mencorat-coret bangunan di Jalan Tugu yang merupakan salah satu cagar budaya. Jembatan Kahuripan Kota Malang pun tak luput jadi sasara vandalisme dengan coretan bertulis “Tolak upah murah”.

  1. Makassar

Di Makassar 12 orang telah ditahan polisi. Mereka dituduh melakukan pengrusakan gerai McDonald’s. Modus dan identitas pelaku mirip dengan yang terjadi di daerah lain. Bedanya, mereka melengkapi diri dengan drum band yang dimainkan selama long march. Seruan selama aksi pun sama, yakni mengenai jam kerja dan persoalan upah buruh yang murah.

Pengusutan Kasus, Mandek Sementara

Hanya selang sehari setelah peristiwa unjuk rasa yang berujung rusuh, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia menyatakan aksi tersebut dilakukan kelompok anarko-sindikalis. Kapolri Tito Karnavian menyebut mereka sebagai korban indoktrinasi pihak luar yang menuntut agar pekerja tidak dikekang oleh aturan. Polisi menduga kelompok ini sudah ada di Yogyakarta dan Bandung sejak beberapa tahun lalu.

“Sekarang sudah ada di Surabaya, ada di Jakarta, dan mereka sayangnya melakukan aksi kekerasan vandalisme, corat-coret simbol A, ada yang merusak pagar jalan,” kata Tito seperti dilansir dari Kompas (2/5).

Sejauh ini menurut polisi, proses hukum terhadap kelompok itu masih berlangsung. “Belum ada update lagi terkait proses hukum. Di Jawa Barat masih tahap penyelesaian berkas perkara,” jelas Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri, Dedi Prasetyo, kepada law-justice.co, Rabu (8/5).

Saat Law-justice.co kembali mengonfirmasi kelanjutan penanganan kasus itu, polisi mengaku masih sibuk mengurusi momen Pilpres 2019 pasca kerusuhan demo menolak hasil pemilu di Bawaslu. Mereka juga masih disibukkan dengan operasi ketupat menjaga keamanan selama Ramadan dan Idulfitri.

Upaya Pendampingan

Sejauh ini Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung aktif melakukan advokasi bagi para korban kerusuhan. Kini laporan merka telah dilanjutkan ke Propam Polri. Masalanya, tak satu pun dari ratusan orang berbaju hitam yang ditahan polisi mengaku sebagai bagian dari kelompok anarko-sindikalis. Di antara para korban bahkan ada juga reporter Tempo dan seorang jurnalis foto yang kebetulan saat aksi mengenakan pakaian hitam-hitam.

 

Anggota Anarko Sindikalisme Berusia Pelajar, Terinspirasi Fenomena di Rusia (foto: Merdeka)

“Nah, itu kan problemnya nggak ada yang ngaku anarko, gitu kan. Kan ada beberapa teman-teman juga seperti jurnalis yang kebetulan memakai baju hitam. Jadi yang menjadi problem adalah yang ditangkap itu hampir semuanya baju hitam,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Willy Hanafi, kepada Law-justice.co.

Willy bahkan mengaku tak tahu-menahu soal keberadaan kelompok itu. Menurut dia, di Bandung biasanya, sebelum aksi turun ke jalan mereka akan menyelenggarakan konferensi pers menjelaskan teknis di lapangan. Sementara kelompok anarko ini, sama sekali tidak melayangkan pemberitahuan.

“Makanya banyak juga yang kontak ke LBH terkait advokasi anarko. Tetapi saat ini yang diadvokasi LBH adalah korban kekerasannya. Jadi kita nggak melihat anarko atau bukan, tetapi selama ada yang menjadi korban kekerasan, kita proses,” terang Willy.

LBH menyebut polisi menagkap secara acak, sehingga siapa pun dibekuk selama mengenakan baju hitam-hitam. Setelah ditangkapi, mereka ditelanjangi dan digunduli di hadapan publik. Kepada LBH Bandung, salah satu korban penangkapan mengeluh, “Saya nggak ngapa-ngapain, saya sial ditangkap dan digundulin.”

“Penangkapan acak itu problem, kita nggak sepakat. Kalau ada tindakan kriminal ya silakan diproses. Tetapi tidak dengan penghukuman seperti itu. Menelanjangi itu kan merendahkan martabat manusia. Apalagi ditelanjangi di depan publik, padahal belum tentu melakukan tindakan, itu lebih parah lagi,” kata Willy.

Kontribusi Laporan Nikolaus Tolen

(Winna Wijaya\Rin Hindryati)

Share:




Berita Terkait

Komentar