Korban Tewas Berjatuhan, Dimana Peran Negara dan Aktivis HAM?

Minggu, 26/05/2019 05:18 WIB
Aksi Kerusuhan 23 Mei 2019 di Slipi, Jakarta Barat (baliexpress)

Aksi Kerusuhan 23 Mei 2019 di Slipi, Jakarta Barat (baliexpress)

Jakarta, law-justice.co - Aksi kerusuhan 22 Mei 2019 yang terjadi di Jakarta, tentu menyisakan pilu dan derita duka berkepanjangan, khususnya bagi keluarga korban tewas ditembak, yang sampai saat ini diberitakan berjumlah belasan orang. Ironisnya, keluarga para korban ini sudah jatuh tertimpa tangga pula, sebab korban yang sudah tewas masih terkena stigma dari aparat sebagai pelaku kerusuhan yang belum terbukti secara hukum.

Hukuman stigmanisasi dan tidakadanya upaya pemerintahan Jokowi dan kepolisian untuk ikut berbelasungkawa dengan para keluarga korban yang sedang berduka, menimbulkan pertanyaan publik, kemana dan apa tanggungjawab negara terhadap korban-korban yang berjatuhan tersebut. Pengamat publik, Asyari Usman mempertanyakan kemana hilangnya hati nurani aparat dan pemerintahan Jokowi. Coba bayangkan kalau keluarga mereka yang menjadi korban, lanjutnya.

Gambaran keprihatinan yang sama juga disampaikan budayawan, Sujiwo Tejo. Dalam acara Dua Sisi di TV One semalam, dia menyinggung pihak yang dicurangi sudah didudukkan sebagai pihak yang kalah, difitnah pula sebagai penggerak demo yang diiringi kerusuhan, juga menderita korban kematian sejumlah jiwa anak bangsa dan ratusan yang terluka. Lalu masih pula disudutkan dengan penonjolan karangan bunga ucapan selamat yang membanggakan kemenangan, ditengah belasan nyawa yang mati sia-sia ditembak. Ini tidak salah tapi tidak etis, lanjut Tejo.

Sementara itu, orang dipaksa mengikuti aturan hukum yang mentolerir kecurangan. Mengapa membanggakan kemenangan dengan tumpahan darah dan banjir air mata, sampai-sampai mulut dibungkam, mata ditutup lewat medsos yang sengaja dimatikan. Katanya tidak ada peluru tajam yang dipakai, lantas korban yang tewas itu masa bisa semua mati pakai peluru karet. Apakah semua ini tidak menambah luka hati yang menusuk banget dalam, lujar Tejo dengan nada miris.

Aktivis HAM & Ormas Kok Diam Saja

Di sisi lain dari pantauan redaksi Law-Justice.co, di berbagai media tidak ada pernyataan yang bernada protes dari tokoh hak asasi manusia (HAM) dan Ormas sekaliber Nadhatul Ulama (NU), dll. Biasanya jika terjadi kerusuhan apalagi sampai merenggut banyak nyawa yang tewas sia-sia seperti kasus 22 Mei ini, mereka biasanya serempak menyatakan prihatin dan meminta tanggungjawab aparat keamanan dalam mengatasi masalah korban tewas akibat kerusuhan tersebut. 

Tokoh-tokoh dan lembaga HAM seperti Todung Mulya Lubis, Hendardi, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia) tidak terdengar pernyataannya dalam menyikapi adanya korban-korban yang tewas tersebut. Padahal menurut Asyari Usman, akibat kerusuhan kemarin tidak lagi soal kubu 01 dan 02, tapi ini sudah soal rasa peri kemanusiaan dan keadilan bagi para korban yang belum tentu bersalah secara hukum.

Tentu tidak usah heran kenapa para tokoh HAM dan Ormas tersebut tidak bersuara kencang seperti biasanya karena memang semua mereka saat ini berdiri sebagai pendukung kubu 02. Malah seorang tokoh HAM dari PBHI, yang sudah malang melintang puluhan tahun dalam advokasi HAM malah menjadi staf khusus Kapolri, Jenderal Tito. Begitulah kalau perilaku politik kepentingan dan partisan yang dikedepankan, maka korban pelanggaran HAM yang sudah terlihat di depan mata dan seharusnya dibela sebagai aktivis HAM, justru jadi tak dihiraukan. Padahal fatsun seorang aktivis HAM sejati adalah independen, imparsial, non partisan dan profesional. Sungguh ironis dan sangat menyedihkan!

Untunglah masih ada Komnas HAM yang bersuara lantang meminta Kapolri membuktikan pernyataannya bahwa tidak ada peluru tajam Polri yang dipakai dalam operasi saat kerusuhan 22-23 Mei 2019. Sebaiknya Komnas HAM segera membentuk tim khusus pencari fakta yang bersifat independen dalam menangani kerusuhan Mei 2019, sehingga bisa terjawab semua tanda tanya dalam misteri kerusuhan 22-23 Mei tersebut. Termasuk publik bisa tahu siapa sebenarnya aktor intelektual dan institusi yang terlibat dalam kerusuhan Mei tersebut. Semoga..

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar