Korban Pinjaman Online Berjatuhan, Aktivis Tuntut Pembubaran OJK

Rabu, 15/05/2019 13:03 WIB
Aksi solidaritas atas banyaknya korban fintech dan mengecam tak bergunanya OJK (Foto: http://www.kabartoday.co.id)

Aksi solidaritas atas banyaknya korban fintech dan mengecam tak bergunanya OJK (Foto: http://www.kabartoday.co.id)

Jakarta, law-justice.co - Pinjaman online atau akrab disebut Financial Technologi (Fintech) adalah kamuflase dari industri keuangan yang ingin merampok rakyat Negri ini, dengan kedok Fintech para pelaku industri keuangan yang bermetamorfosis menjadi Rentenir Online dan sungguh sangat brutal merampok rakyat yang kesulitan ekonomi, Selasa (14/5).

Parahnya perusahaan–perusahan Rentenir itu hampir seluruhnya tidak mengantongi ijin perbankan/transaksi keuangan dari pemerintah, bahkan Rentenir Online itu juga menggunakan suku bunga gila–gilaan sebesar 50 % / 14 hari.

Dengan analogi ‘Jika seorang kreditur meminjam kepada Rentenir Online uang sebesar Satu Juta Rupiah, maka korban akan dikenakan modus biaya admintrasi sebesar 200 Ribu Rupiah sehingga dana chas yang diterima oleh korban itu menjadi 800 ribu saja, sedangkan dalam batas waktu 14 hari para korban harus mengembalikan pinjaman sebesar 1,2 juta.’

Namun jika korban tidak melunasi pinjamannya dalam batas waktu yang ditentukan perusahaan–perusahan Rentenir Online maka akan dikenakan bunga harian sebesar 50–100 ribu bahkan bisa lebih dari angka itu, bayangkan saja jika sikorban telat membayar hingga 2 bulan maka total keseluruhan hutangnya bisa menjadi 5 – 10 Jutaan (hitungan angka diatas tergantung dengan jenis aplikasi pinjaman onlinenya).’

Hal itu dikatakan kordinatoe aksi Nicho Silalahi saat orasi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jl. Bungur Besar Raya, No 24-26 dan 28, Selasa (14/5/2019).

Nicko membeberkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah kamuflase dan sebagai Jebakan Rentenir Online. dikatakannya, dalam pencairan pinjaman sengaja mereka buat agar masyarakat semangkin banyak terjerat dalam lilitan utang (telat bayar) sehingga memunculkan ketergantungan pada perusahan Fintech itu sendiri, dengan terlilit utang maka para korban akan terjerat pada bunga harian yang akhirnya membuat para korban tidak lagi berfikir rasional.

“Itulah strategi mereka, bagi masyarakat yang terjerat hutang dengan bunga cukup tinggi, kebanyakan dari mereka mengambil jalan pintas untuk membuat pinjaman pada aplikasi yang lain (itu–itu juga perusahaannya) demi melunasi utangnya (gali lubang tutup jurang), metode gali lubang tutup jurang yang dilakukan oleh para korban itu tidak serta merta mereka lakukan sendiri, akan tetapi hal itu atas saran dan bimbingan oleh para Debt / Dest Colektor yang menagih pada mereka. “Bebernya.

Jika korban sudah masuk dan terjebakan kedalam perangkap skema utang yang dibuat oleh para perusahaan Fintech (Rentenir Online Jahanam itu), kata Nicko, secara langsung para korban sudah sangat sulit keluar dari perangkap skema utang perusahan Fintech, dan akhirnya menjadi sapi perahnya untuk terus merampok masyarakat.

“Jika korban sudah tidak mampu membayar utang mereka, maka para Rentenir Online jahanam itu mengeluarkan Anjing–anjing peliharaannya (Debt/ Dest Colector) untuk memburu dan mengintimidasi serta mencaci–maki demi mempermalukan kreditur, itulah yang terjadi. “Ungkap Nicko.

Nicko juga menilai Lemahnya Pengawasan Pemerintahan Jokowi masih terlalu masif. Aplikasi Pinjaman Online yang tidak memiliki ijin akibat dari pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah dan bahkan disinyalir adanya gelontoran dana (Suap) yang masuk kekantong– antong pribadi para pejabat di OJK sehingga para Rentenir Online bebas melakukan perampokan terhadap rakyat serta melemahkan ekonominya.

“Lemahnya pengawasan dan penindakan Pemerintah terhadap praktek industry Keuangan justru semakin menumbuh suburkan perusahaan–perusahan Rentenir yang melakukan PENIPUAN dengan menawarkan berbagai kemudahan kredit keuangan kepada masyarakat.

Dengan memanfaatkan pesatnya kemajuan tehnologi perusahan-perusahan itu segera bermetamorfosis menjadi Rentenir Online dengan meluncurkan berbagai aplikasi–aplikasi dan menawarkan pinjaman serta berbagai kemudahan (skema jeratan) dalam pencairan dana terhadap mereka yang menjadi konsumennya.

“Parahnya lagi Rentenir Online itu juga telah menyiapkan Debt Colector/Desk colektor tidak manusiawi dalam melakukan penagihan kepada para kreditur yang melakukan penunggakan pembayaran, dari mulai mencaci–maki dengan bahasa–bahasa tidak senonoh hingga pengancaman akan mempermalukan (menggalang donasi, memfitnah pada no kontak yang dihubungi sebagai penanggung jawab) keseluruh no kontak di HP korban (karena telah meretas HP milik Korban), memaksa kreditur untuk mencari pinjaman lain bahkan menyuruh untuk menjual barang–barang hingga dipaksa untuk jadi pelacur (Jika korbannya perempuan). “Urainya.

Cara–cara penagihan yang tidak manusiawi seperti itu di nilai akan menjadi pemicu konflik sosial ditengah masyarakat sehingga bisa bermuara pada rusaknya hubungan kekerabatan dan persaudaraan, bahkan banyak diantara para korban pinjaman online itu harus menanggung malu serta berkelahi dengan rekan, saudara maupun tetangga tempat tinggalnya.

“Lebih sialnya lagi para debt/desk colektor jahanam ini tidak segan–segan datang ketempat kerjaan para korban dan mencaci maki – maki rekan, atasan dengan tujuan agar korban segera dipecat dari tempat kerjaannya. Akibat tindakan tidak manusiawi yang dilakukan oleh para Debt/Desk colektor jahaman ini, maka membuat banyak korban yang kehilangan pekerjaan, rumah tangga yang harus berantakan, menjadi depresi hingga berakhir dengan BUNUH DIRI. “Ulas Nicko.

Maraknya Perlawanan Rakyat atas pembiaran dan diabaikannya oleh pemerintahan Jokowi dalam merespon permasalah ini sehingga dapat disimpulkan bahwa ini membuktikan Pemerintahan Jokowi telah menjadi alat propaganda kepentingan oligarki global, terutama Intervensi Negara China dan Singapura terhadap Indonesia.

Selain itu industri fintech juga berpotensi melakukan kejahatan financial seperti Penggelapan Pajak dan Pencucian Uang. Sebab hingga saat ini OJK belum juga merilis data akurasi badan hukum fintech tentang asal muasal Investasi kepemilikan modal, baik yang legal maupun illegal.

Oleh karena itu, kami dari Gerakan Bela Korban Pinjaman Online (GBKPO), akan memastikan untuk terus mengorganisir masyarakat yang menjadi korban agar bergerak melawan dan menghadang para pelaku yang bermain dalam bisnis Rentenir Online serta memperjarakan para pelaku kejahatan industri fintech hingga ke Pengadilan dalam batas waktu yang tidak terbatas.

“Kami juga mendesak Pemerintah Jokowi–JK jangan membiarkan praktek – praktek Rentenir online ini, jika masih dibiarkan maka secara tidak langsung pemerintahlah yang melindungi para rentenir online dan sekaligus pelaku utama dalam memiskinkan rakyat sendiri serta menjadi sumber utama dari konflik sosial yang ada ditengah–tengah masyarakat. “tegas Nicko.

Sebagaimana yang dilansir dari Kabartoday.co.id, dalam aksi itu, ada 14 tuntutan yang ditegaskan Nicko kepada Rezim Jokowi-JK, yakni;

1). Bubarkan Otoritas Jasa Keuangan.
2). Bubarkan Komnas HAM.
3). Copot Mentri Komunikasi Dan Informatika.
4). Copot Mentri Keuangan.
5). Copot Gubernur Bank Indonesia.
6). Tutup Seluruh Aplikasi Rentenir/Pinjaman.
7). Tangkap serta Adili pemilik dan pegawai perusahaan Rentenir Online.
8). Hentikan Intimidasi, Teror dan sebar data terhadap para korban Rentenir Online.
9). Sita seluruh asset – asset Perusahan Rentenir Online yang telah merampok rakyat Indonesia.
10). Berikan perlindungan terhadap para korban Rentenenir Online.
11). Tangkap dan adili para pencuri data para korban Rentenir Online.
12). Menindak tegas seluruh oknum – oknum pejabat Negara yang terlibat dalam skema Fintech (Rentenir Online).
13). Kemenkeu, Kominfo dan Bank Indonesia Harus bergerak cepat memblokir seluruh aplikasi dan transaksi keuangan para Rentenir Online.
14). Berlakukan Hukuman Mati Bagi Desk/Debt Colektor yang telah mengintimidasi dan meneror korban rentenir online.

“Mari kita bersatu bahwa kita juga punya hak untuk mendapatkan keadilan di negri ini. Atas itulah kami dari “Indonesia Law Enforcement Watch” dan Lembaga Bantuan Hukum Nusantara telah membuka posko pengaduan di Kantor ILEW / LBH Nusantara yang beralamat di Jalan Veteran 1 No 33, Gambir Jakarta Pusat (Disamping Mabes AD, besebelahan dengan Masjid Istiqal). “Tutup Nicko.

 

Sumber: www.kabartoday.co.id

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar