Kontroversi Selepas Quick Count (Tulisan-3)

Manuver Lanjutan Usai Deklarasi Kemenangan Prabowo-Sandi

Rabu, 01/05/2019 21:44 WIB
Ijtima Ulama III digelar (foto: suara Islam)

Ijtima Ulama III digelar (foto: suara Islam)

Jakarta, law-justice.co - Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama menggelar Ijtima Ulama ke-3 di Hotel Lorin, Sentul, Bogor. Ustadz Bachtiar Nasir yang menjadi Ketua Panitia Pengarah perhelatan yang berakhir Kamis (1/5) malam. Kesimpulannya? Pemilihan presiden 2019 dipenuhi kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. Pasangan Jokowi-Ma`ruf yang diuntungkan; Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dirugikan.

"Kami mendesak Bawaslu dan KPU untuk memutuskan, membatalkan, atau mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres bernomor urut 01," ujar Ketua GNPF Ulama, Yusuf Martak, seperti dikutip Vivanews.co.  "Kami mendorong dan meminta kepada BPN Prabowo-Sandi untuk mengajukan keberatan melalui mekanisme legal prosedural."

Ijtima Ulama ke-3 ini merupakan satu dari sekian langkah yang diambil pendukung pasangan Prabowo-Sandi setelah dinyatakan kalah oleh sejumlah lembaga pelaku hitungan cepat.

Sujud-Syukur

Di hari pencoblosan, Rabu (17/4) siang, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan sejumlah pendukungnya menggelar pertemuan tertutup di salah satu ruangan di kediaman Prabowo, Jl. Kertanegara Nomor 4 (K4), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Selain mereka berdua, pertemuan juga dihadiri Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF) Yusuf Muhammad Martak dan Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Salim Segaf Al Jufri.

Nampak sejumlah tamu lain duduk meriung di ruang tengah memantau perkembangan pasca pencoblosan. Di antara mereka ada yang menyaksikan siaran live sebuah stasiun televisi, sementara yang lain memantau informasi melalui gawai.

Selepas ashar peserta rapat tertutup kembali ke ruang tengah bergabung dengan para pendukung lainnya. Mereka duduk berhimpun di karpet merah mendengarkan Prabowo bicara. Sore itu hasil quick count sejumlah lembaga survei telah keluar. Berdasarkan hasil hitung cepat 6 lembaga survei pada 15.00-15.30 WIB, pasangan calon (paslon) nomor urut 01 Joko Widodo-Ma`ruf Amin unggul.

Menyahuti hasil itu, Prabowo yang juga Ketua Umum Partai Gerindra menyebut pernyataan sejumlah lembaga survei yang mengunggulkan petahana Jokowi-Ma’ruf sebagai strategi perang urat syaraf kubu petahana.

Sementara itu berdasarkan hasil exit poll Badan Pemenangan Nasional (BPN, dari kubu 02, hasil suara sementara menunjukkan Prabowo Subianto-Sandiaga S. Uno unggul 55,4%.

"Berdasarkan Exit poll, kami Prabowo Sandi mengungguli Jokowi-Ma’ruf," tegas Direktur Kampanye BPN Sugiono kepada wartawan di Kertanegara, Rabu (17/4). Hasil tersebut berdasarkan suara di 5.475 TPS di 492 kabupaten/kota. "Kita ada di 55,4% sementara Jokowi-Ma`ruf sebesat 42,8%, sisanya tidak memberikan jawaban."

Sore itu juga berbekal hasil perhitungan BPN, Prabowo Subianto yang mengenakan pakaian safari coklat   memutuskan untuk mendeklarasikan kemenangan kepada publik. Tanpa didampingi Sandiaga yang masih diam, menurut laporan Kumparan, Prabowo keluar ke halaman rumah dan menyatakan kemenangannya sesuai hitungan BPN. Ia didampingi beberapa tokoh Gerindra, termasuk  Rachmawati Soekarnoputri dan Koordinator Juru Bicara BPN Dahnil Anzar Simanjuntak.

"Saya akan dan sudah menjadi presiden seluruh rakyat Indonesia," demikian seruan Prabowo dari atas panggung berkarpet merah di depan rumah peninggalan orang tuanya.

Saat deklarasi kemenangan, Prabowo tidak didampingi Sandiaga Uno. Dikabarkan sakit, sang cawapres. Hasil penelusuran Kumparan menunjukkan dia bungkam bukan hanya karena tidak fit. Dia diberitakan sempat terlibat perdebatan dengan Prabowo.

“Sarannya untuk menunda deklarasi kemenangan setelah real count KPU dijawab dengan nada tinggi oleh Prabowo Subianto. Capres pasangannya itu menolak mentah-mentah usul itu dan balik mempertanyakan komitmen Sandi untuk memperjuangkan kemenangan mereka pada Pemilu Presiden 2019,” tulis Kumparan.

Malam harinya Prabowo kembali menegaskan hasil real count yang dilakukan saksi dan relawannya di 320.000 Tempat Pemungutan Suara (TPS); suaranya 62%. Dia mengatakan, dirinya sudah diyakinkan para ahli statistik bahwa angka itu tak akan berubah banyak.

Masih dalam suasana deklarasi, mantan Panlima Kostrad menyatakan:  sejumlah media membesar-besarkan hasil quick count.  "Ini untuk menjatuhkan moral pendukung kita dan menerima kenyataan bahwa mereka menang," lanjut dia. Sebab itu, tambahnya, koalisinya sedang menyiapkan gerakan people power tanpa kekerasan, bersebutan ‘Bhinneka Tunggal Ika’, nantinya tetap dipimpin Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama seperti selama ini.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli dan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional Amien Rais yang berpidato setelah Prabowo. Dalam suasana riuh, Rizal mengatakan aksi people power nantinya digelar di depan Istana Negara.

Gagasan people power tersebut disokong para pendukung Prabowo yang berlatar belakang purnawirawan dan kelompok Islam. “Jenderal-jenderal dan para ulama, mereka siap. Gerakan [people power] tentu tetap memperhatikan UUD dan Pancasila,” kata Maher Algadri, sahabat Prabowo yang juga anggota Direktorat Konsolidasi BPN Prabowo-Sandi.

Aksi yang dimaksud hanya duduk, berdoa, menyanyikan lagu kebangsaan dan mendengarkan orasi dari sejumlah tokoh. Orator yang direncanakan di antaranya Prabowo, Rizal Ramli, dan mantan Ketua GNPF Ulama Bachtiar Nasir.

Hingga 7 hari setelah pencoblosan, narasi yang meragukan hasil quick count pun terus bergulir.  Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Bachtiar Nasir menuduh hasil quick count Pilpres 2019 yang ditayangkan sejumlah televisi  berisi kebohongan.

 

Bachtiar Nasir Sebut Quick Count Mengandung Sihir Sains (foto: Tribune)

"[...] Waktu dengerin quick count, emak-emak yang paling dulu remuk, banyak yang nangis. Itu [quick count] cuma sihir sains," kata Bachtiar Nasir saat menyampaikan pidato sambutan dalam acara "Syukuran Kemenangan Prabowo-Sandiaga" di Padepokan Pencak Silat, TMII, Jakarta Timur, Rabu (24/4) sore. Acara tersebut juga dihadir Amien Rais, Ketua BPN Prabowo-Sandi Djoko Santoso dan Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon.

Pemilu Curang

Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi `buka-bukaan` tentang indikasi kecurangan Pemilu 2019. Salah satu penyebab  kecurangan, menurut mereka, adalah amburadulnya Daftar Pemilih Tetap. BPN menduga ada sekitar 17.553.708 kesamaan data DPT pada 3 April lalu‎ dengan 1 Juli, 31 Desember dan 1 Januari.

"Selain itu ada banyak data ganda. ‎Misalnya dalam satu Kartu Keluarga (KK) ada banyak sekali anggota keluarga. Kemudian ada ratusan pemilih dengan usia di atas 90 tahun dan 20 ribu pemilih berusia di bawah 17 tahun," ujar juru bicara Tim IT BPN Prabowo-Sandi, Agus Muhammad Maksum dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (22/4).

BPN, menurut dia,  telah 7 kali melakukan audiensi formal ke KPU guna membahas masalah ini. Pada 14 April 2019 lalu misalnya, BPN telah menyampaikan kepada KPU jika berbagai persoalan terkait data DPT berpotensi memunculkan kecurangan terstruktur, massif, dan sistematis.

Agus menyayangkan, hingga hari terakhir menjelang Pemilu, KPU tidak memberikan DPT yang betul-betul final. Padahal sebelumnya ada beberapa perbaikan dalam Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan (DPTHP) 1 dan 2 karena banyak sekali kekeliruan.

DPT bermasalah, lanjut dia, ternyata menjadi kenyataan. Para pemilih ‘hantu’ [orangnya sebenarnya tak ada] muncul,. ‎Sebagai contoh, seorang ibu bernama Tri Susanti dari Surabaya mendapati 5 pemilih ‘hantu’ menggunakan alamat rumahnya.  “Hal ini sudah dilaporkan secara resmi ke Bawaslu Surabaya," kata dia.

Bersama Tim TV One,  Tim IT BPN juga pergi ke Bogor untuk mengecek nama-nama yang ada dalam DPT. Kejadian serupa mereka temukan: muncul nama-nama pemilih ‘hantu’ di DPT.

"Di samping itu ada kecurangan berkali-kali di website resmi KPU. Hal tersebut layak disebut kecurangan karena kesalahannya sama dan berkali-kali.  Capres 02 dicurangi. Suaranya dikecilkan dan suara 01 dibesarkan. Bahkan KPU sendiri sudah mengakui adanya kesalahan kirim data," kata dia.

Menurut Agus, jika diperhatikan beberapa hari ini, website KPU ‎terlihat cenderung mempertahankan keunggulan Jokowi-Ma’ruf dikisaran 54%. Padahal data-data menunjukkan Prabowo-Sandi menang telak di banyak TPS.

"Bahkan website KPU memuat beberapa hasil pemilihan yang menunjukkan Jokowi-Ma’ruf menang, tapi tanpa mencantumkan C 1. Bagaimana rakyat bisa tahu jika KPU menyampaikan info yang benar, jika tanpa mencantumkan C 1."

Dia mendesak, oknum KPU yang terlibat dalam manipulasi data harus segera ditindak tegas. Petugas KPU yang menginput data harus bisa dipastikan menjalankan tugas dengan adil, jujur, dan profesional. "‎Kita sangat menyayangkan sekali, Pemilu 2019 ternodai dengan kecurangan yang terstruktur, masif, dan sistematis," kata dia.

"Kami menilai Pemilu sekarang tidak jujur, tidak transparan, dan tidak adil," ujar Direktur Media dan Komunikasi BPN Prabowo-Sandi, Hashim Djojohadikusumo, di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Senin (22/4). 

Aksi tolak pemilu curang (foto: Robinsar Nainggolan/Law-justice.co)

Salah satu bentuk kecurangan yang ditunjukkan Hashim ini adalah perihal 17,5 juta DPT yang sudah berkali-kali dilaporkan ke kantor KPU. Sampai 3 hari sebelum hari pencoblosan pada 17 April masalah itu belum tuntas.

"Kami khawatir dan kami mencurigai, kami cemas bahwa angka selisih yang quick count - quick count itu diambil dari 17,5 juta nama itu," kata Hashim. 

BPN telah melakukan pertemuan dengan tokoh-tokoh berbagai elemen termasuk juga koalisi dan para ulama, terkait pemilu curang.

“Intinya kan kita terus memberi update pada Pak Prabowo. Suasana yang sangat hangat dari arus bawah mereka ada perasaan tercederai. Karena gegap gempitanya kampanye tidak terkonversi dalam suara. Meskipun kita mengatakan mari kita tunggu semuanya,” kata juru bicara BPN, Dahnil Azhar Simanjuntak.

Setelah pemilu usai, lanjut dia, pihaknya masih menemukan sejumlah kecurangan yang dilakukan petahana. Mereka pun berencana membentuk forum penyelamat demokrasi di bawah koordinasi Said Didu. Ini dilakukan akibat dari masifnya kecurangan di mana-mana. Maka mulai ada tokoh-tokoh independen, tokoh-tokoh civil society yang menganjurkan dibentuknya tim pencari fakta.

(Nebby Mahbubir Rahman\Rin Hindryati)

Share:




Berita Terkait

Komentar