Jeritan Hati Komisioner KPU Karena Dihujat dan Dituduh Curang

Sabtu, 27/04/2019 18:20 WIB
Ketua KPU Arief Budiman (kanan) bersama komisioner KPU Ilham Saputra (kiri) (Antara)

Ketua KPU Arief Budiman (kanan) bersama komisioner KPU Ilham Saputra (kiri) (Antara)

[INTRO]
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu serentak tahun 2019 harus tegar dan kuat menyusul maraknya hujatan yang dilontarkan oleh masyarakat. Pasalnya, Pemilu ini telah memakan korban, dimana ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) telah meninggal dunia.
 
Hujatan semakin menjadi ketika para petugas yang bekerja hingga 24 jam sehari ini diketahui tidak dijamin dengan asuransi. 
 
Terkait hal itu, Ketua KPU RI Arief Budiman mengaku siap menerimanya dan hanya bisa menangis sedih dalam hatinya. Padahal dia mengungkapkan bahwa permohonan untuk memberikan jaminan berupa penambahan honor bagi petugas KPPS sudah pernah diajukannya. Tetapi permohonan tersebut ditolak oleh DPR dan pemerintah saat rapat dengar pendapat.
 
Permohonan tersebut diajukan KPU lantaran Pemilu serentak 2019 dinilai sulit dan membutuhkan waktu dan tenaga yang ekstra.
 
"Ini KPPS kerja berat, bebannya jauh lebih berat daripada pemilu 2014, kami usulkan honornya ditambah, tapi ditolak, jadi miris. Hati kecil saya menangis tapi kan nggak perlu diperlihatkan," kata Arief seperti dikutip suara.com dalam diskusi bertajuk `Silent Killer` di D`Consulate Lounge, Jalan KH Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/4/2019).
 
Lebih lanjutArief mengatakan bahwa bukan hanya penambahan honor bagi petugas KPPS saja yang ditolak akan tetapi juga jaminan kesehatan yang diajukan oleh KPU. Arief menilai jaminan kesehatan berupa asuransi tersebut ditolak lantaran minimnya anggaran yang dimiliki pemerintah.
 
"KPU usulkan, ini kerja panjang, ini kerja besar, harus ada asuransinya tapi ditolak. Ya mungkin kemampuan anggaran terbatas, jadi nggak bisa. Tambah honor nggak bisa, ajukan asuransi nggak bisa, akhirnya jala lah kita," jelasnya.
 
Di sisi lain Arief kemudian mencurahkan isi hatinya bahwa dengan banyaknya petugas KPPS yang kelelahan hingga meninggal dunia, KPUlah yang menjadi sasarannya. KPU menerima sejumlah nada protes hingga dinilai tidak manusiawi karena dianggap abai dengan kondisi kesehatan para petugas KPPS.
 
Padahal Arief mengungkapkan kalau KPU mengikuti aturan yang ditetapkan oleh keputusan Mahkahmah Konstitusi (MK) di mana penghitungan suara di setiap TPS harus selesai pada 17 April. Adapun tambahan waktu yang sudah ditentukan ialah maksimal pada keesokan harinya pukul 12 siang.
 
Dengan adanya peraturan tersebut, KPU memberikan pengarahan kepada seluruh petugas KPPS untuk mengatur ritme kerja saat 17 April atau hari pemungutan suara. Apalagi kata Arief, KPU telah mengatur kalau per TPS hanya bisa menampung 300 pemilih.
 
"Apakah KPU tidak lakukan sesuatu? Sudah, kita sudah antisipasi ini sejak awal. UU pemilu katakan pemilih 500 per TPS, tapi KPU lakukan simulasi ternyata bekerja overtime, makanya dikurangi jadi 300," tandasnya.
 
Tidak hanya hujatan terkait petugas KPPS yang meninggal saja yang membuat hati Komisioner KPU merasa sedih. Pasalnya, tuduhan terhadap KPU yang melakukan kecurangan, seolah-olah tidak menghargai upaya keras mereka demi menyukseskan Pemilu serentak yang pertama di Indonesia.
 
Tidak hanya dituduh, Komisioner KPU bahkan sudah dilaporkan oleh beberapa pihak ke aparat berwenang. Mereka diduga tidak bekerja maksimal serta menyalahgunakan kewenangannya.

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar