Tak Lagi Memadai, UU Perlindungan Konsumen Layak Direvisi

Sabtu, 20/04/2019 17:57 WIB
Perlindungan Konsumen Terhadap Jual Beli Online (foto: Senayanpost)

Perlindungan Konsumen Terhadap Jual Beli Online (foto: Senayanpost)

Jakarta, law-justice.co - Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang sudah 20 tahun dijalankan sudah selayaknya direvisi untuk mengakomodir sebesar-besarnya kebutuhan perlindunan konsumen. Hal ini disampaikan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman di sela peluncuran buku berjudul ‘Klausula Baku: Paradoks Dalam Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen’ yang ditulis Davi M.L. Tobing, pengacara sekaligus Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, Sabtu (20/4).

Usulan perubahan sebenarnya pernah disampaikan pada 2012, tapi tindak lanjutnya baru dilakukan tahun lalu dengan disusunnya naskah akademik oleh Kementerian Perdagangan.

Ardiansyah menilai, sistem perlindungan konsumen yang diatur dalam UUPK tidak lagi memadai khususnya dihadapkan pada perkembangan zaman di era ekonomi digital. Misalnya, kontrak yang dilakukan dalam e-commerce yang cenderung belum melindungi konsumen. Sebagai ilustrasi jika seseorang membeli produk di sebuah situs online, misalnya Amazon, maka hukum yang berlaku belum jelas, apakah dari penjual atau pembeli. Ini yang harus diatur dalam UUPK.

Apalagi e-commerce juga termasuk 9 sektor prioritas dalam Strategi Nasional Perlindungan Konsumen. Kesembilan sektor tersebut adalah obat, makanan dan minuman, jasa keuangan, jasa pelayanan publik, perumahan atau properti, jasa transportasi, jasa layanan kesehatan, jasa telekomunikasi, dan e-commerce.

"Pengaturan perlindungan konsumen yang sektoral cenderung gugup dan gagap saat harus menyikapi berbagai insiden perlindungan konsumen di era digital," kata Ardiansyah.

Terbukti pada kuarta I/2019, BKPN menerima banyak aduan persoalan di sektor perumahan, kesehatan transportasi, finansial teknologi dan e-commerce.

(Rin Hindryati\Tim Liputan News)

Share:




Berita Terkait

Komentar