Saham-saham Ini Ambruk karena Film `Sexy Killers` Viral

Jum'at, 19/04/2019 08:01 WIB
Film Sexy Killer (Foto: Tribun)

Film Sexy Killer (Foto: Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Film "Sexy Killers" dirilis jelang pemilihan presiden (pilpres) viral karena beberapa pengusaha batu bara yang masuk dalam lingkaran kubu yang bersaing. Namun, efeknya terhadap saham mereka nyaris nihil kecuali terhadap saham-saham pertambangan secara umum.

Di laman youtube, versi lengkap film ini telah meraih 14,9 juta pemirsa hanya dalam 5 hari sejak dirilis pada 13 April 2019. Film ini bahkan disebut-sebut berpeluang membuat gelombang golput membesar karena menunjukkan besarnya kepentingan pebisnis batu bara di kedua capres.

Sebagaimana diketahui, pelaku usaha senantiasa memiliki tempat menentukan dalam ajang demokrasi karena mereka memiliki kekuatan dana untuk menjadi penyumbang dana kampanye partai atau tokoh politik tertentu, tidak terkecuali pengusaha batu bara.

Realitas inilah yang dikuak di film "Sexy Killers" yang menunjukkan bagaimana mantan jenderal yang sekarang menjadi pengusaha yakni Luhut Binsar Panjaitan menjadi penyokong aktivitas dan pendanaan politik kubu petahana Joko Widodo dan Maruf Amin.

Dia memiliki PT Toba Bara Sejahtera Tbk yang memiliki konsensi penambangan seluas 7.087 hektare (ha) melalui PT Adimitra Baratama Nusantara (ABN). Selain itu, perseroan memiliki tambang lain lewat PT Indomining dan PT Trisensa Mineral Utama (TMU).

Di kubu sebelah, Praowo Subianto dan Sandiaga Uno juga dikelilingi pengusaha batu bara. Bahkan, Sandiaga memiliki PT Saratoga Investama Tbk yang memiliki perusahaan PLTU Paiton di Jawa Timur, yang dibeli oleh perusahaan milik Toba Bara.

Sebagaimana yang dilansir dari CNBC, 2 kubu tersebut bertemu dalam satu meja di PT Adaro Energy Tbk di mana Erick Thohir yang tak lain adalah Ketua Pemenangan Jokowi-Ma`ruf bekerja sama dengan Sandiaga untuk mengelola perusahaan tambang dengan produk `envirocoal` tersebut.

Namun, jika kita melihat ke pasar saham, dampak dari kampanye negatif jejaring bisnis batu bara di balik pilpres bisa dibilang nihil, alias tidak ada sama sekali.

Rentang pantauan sengaja dibatasi hingga 17 April untuk memastikan bahwa tidak ada efek pilpres yang mulai berimbas terhadap pasar modal pada perdagangan hari ini (18 April. Hasilnya, enam dari tujuh saham tersebut justru menguat, seolah tak mempedulikan keprihatinan yang dicerminkan di film tersebut.

Satu-satunya saham yang melemah adalah PT Mahaka Radio Integra Tbk milik Erick Thohir, yang tak ada kaitan langsung dengan operasi batu bara. Saham berkode MARI ini turun 1,57% dalam dua hari perdagangan ketika film tersebut viral.

Ini menunjukkan bahwa investor di Indonesia tak terlalu mempedulikan isu kedekatan tokoh yang disorot film dokumenter ini. Bagi mereka kinerja fundamental dan potensi gain dari posisi harga saham menjadi perhatian utama.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar