Ini Solusi Polemik Survei dan Quick Count Pilpres 2019

Kamis, 18/04/2019 12:50 WIB
Ilustrasi (Tempo)

Ilustrasi (Tempo)

Jakarta, law-justice.co - Hasil perolehan sementara Pilpres 2019 sudah diumumkan beberapa lembaga survei, meski suara yang masuk belum seratus persen. Meski demikian, peluang kesalahan dari sejumlah lembaga survei yang ada tetap dikritisi.

Hal tersebut diungkap analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun. Dia menyebut, kubu Jokowi dan Prabowo masing-masing merilis hasil survei dengan hasil berbeda. Menurut Ubedilah, kritik tentang peluang kesalahan survei dan kesalahan quick count tentu berlaku untuk tim survei atau tim quick count dari kedua kubu.

Artinya lanjut dia, Quick Count dari kubu 01 Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma`ruf Amin maupun 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno berpeluang melakukan kesalahan yang sama.

"Lalu bagaimana solusinya? Solusinya ada empat yaitu secara metodologis, secara teknologi, regulasi dan secara sosiologis," ujar Ubedilah dalam keterangan tertulisnya yang di Jakarta, Kamis (18/4), seperti dikutip Sindonews.com.

Pertama dia mengatakan, secara metodologis quick count kedua kubu harus dibuka datanya kepada publik terkait data proses sampling nya dan data mentahnya. Kedua, secara teknologi yang digunakan dalam quick count.

"Kedua kubu harus bersedia di uji ulang teknologi yang digunakan. Menggunakan aplikasi apa dan seperti apa upload data dari TPS dilakukan," paparnya.

Ketiga kata dia, secara regulasi perlu diatur secara tegas keberadaan lembaga survei ini, terutama perlunya aturan larangan pada lembaga survei yang menjadi konsultan dari kontestan Pemilu.

Dia menuturkan, bagi lembaga survei yang menjadi konsultan capres-cawapres dan konsultan partai politik harus dilarang mempublikasikan hasil surveinya.

"Cukup untuk internal partai atau capres-cawapres yang menjadikanya konsultan. Tetapi bagi lembaga independen seperti lembaga riset universitas boleh mempublikasikan hasil survei dan quick countnya," imbuhnya.

Keempat lanjut dia, secara sosiologis masyarakat juga perlu dididik agar tidak reaktif dan tidak emosional dalam melihat hasil survei maupun hasil quick count.

Kata dia, rasionalitas masyarakat menjadi sangat penting dalam merespon hasil quick count apalagi di era masyarakat digital (digital society) saat ini.

Apalagi sambung dia, kelak yang mengumumkan hasil quick count adalah lembaga independen. Menurut dia, hal tersebut sangat penting diingatkan agar tidak menaikan ketegangan sosial di tengah-tengah masyarakat.

"Jika empat hal diatas diterapkan, saya meyakini pemilu akan berjalan dengan minim ketegangan dan minim konflik sosial," pungkasnya.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar