Amnesty Internasional Sebut Kondisi Penegakan HAM Semakin Buruk

Selasa, 16/04/2019 12:29 WIB
Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Usman Hamid (tempo)

Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Usman Hamid (tempo)

Jakarta, law-justice.co - Amnesty Internasional mengungkap sejumlah catatan buruk penanganan hak asasi manusia (HAM) kepada para kontestan Pilpres 2019. Catatan itu dibuat dalam notulensi `Prioritaskan HAM: 9 Agenda untuk Pemerintah dan Parlemen Terpilih` yang disampaikan Senin (15/4).

Agenda tersebut ditujukan kepada dua pasangan calon presiden dan wakil presiden serta kepada 7.968 calon anggota legislatif. Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Usman Hamid menilai situasi HAM di Indonesia semakin memburuk, termasuk dalam masa pemerintahan terakhir. Pemerintahan selanjutnya diharapkan bisa memperbaiki kondisi tersebut.

"Pemerintah selanjutnya memiliki kesempatan untuk mengubah situasi ini, agar kemajuan penting dalam bidang HAM yang telah tercapai sejak tahun 1998 tidak akan berakhir sia-sia," kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/4).

Peneliti Amnesty International, Papang Hidayat turut memaparkan kesembilan agenda HAM tersebut. Yang pertama adalah kebebasan berekspresi dan perlindungan para pembela HAM. Agenda kedua adalah kebebasan berpikir, berkeyakinan, beragama dan berkepercayaan, kemudian akuntabilitas atas pelanggaran HAM oleh aparat keamanan.

"Pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM berat masa lalu, hak-hak perempuan, situasi HAM di Papua, akuntabilitas untuk pelanggaran HAM di sektor bisnis kelapa sawit, hukuman mati dan perlindungan bagi kelompok minortitas seksual," ujar Papang di kantor Amnesti Internasional, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/8).

Papang kemudian menjelaskan satu per satu hal apa saja yang perlu dituntaskan untuk melaksanakan kesembilan agenda tersebut. Untuk agenda pertama, Papang menyinggung banyaknya pencemaran nama baik dan penistaan agama yang dijerat oleh UU ITE. Selain itu juga banyak pekerja HAM dan lembaga antikorupsi yang kerap mengalami serangan seperti kasus Novel Baswedan yang tak kunjung selesai.

Ia juga menyinggung soal pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat keamanan di antaranya soal Papua. "Kekerasan yang dilakukan aparat keamanan, itu kita masih temui, itu khususnya di satu wilayah, teritori di Papua, itu kita baru luncurkan tahun lalu soal laporan di luar proses hukum, angkanya sangat tinggi bila dibandingkan Papua dengan provinsi lain," jelasnya.

Lebih lanjut, Papang juga menyinggung soal percepatan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan revisi undang-undang yang mendiskriminasi kaum minoritas seksual. Menanggapi hal tersebut, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan agenda tersebut seharusnya tidak hanya ditujukan kepada paslon dan caleg yang akan menang.

"Nanti yang tidak akan menang itu akan menjadi oposisi di pemerintahan dan di parlemen dan mereka akan terlibat dalam penyusunan-penyusunan regulasi," ujar dia.

Ia pun mengajak agar pemerintah dan oposisi di periode pemerintahan yang baru nanti bisa melakukan langkah penting yakni legal audit atau merevisi peraturan yang bertentangan dengan HAM. (Sumber: CNN Indonesia)

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar