Saksi Kasus Suap Distribusi Pupuk Bungkam Usai Diperiksa

Senin, 15/04/2019 20:48 WIB
Siesa Darubinta (kiri), saksi kasus suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Senin (15-4-2019). (Antara)

Siesa Darubinta (kiri), saksi kasus suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Senin (15-4-2019). (Antara)

Jakarta, law-justice.co - Siesa Darubinta, saksi suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) memilih bungkam usai diperiksa KPK, Senin (15/4).

KPK memeriksa Siesa sebagai saksi untuk tersangka Marketing Manager PT HTK Asty Winasti (AWI). Usai diperiksa, Siesa tidak memberikan keterangan saat dikonfirmasi awak media seputar materi pemeriksaannya kali ini.

Dalam kronologi operasi tangkap tangan (OTT) terkait dengan kasus tersebut, tim KPK pada hari Rabu (27/3) menuju sebuah apartemen di daerah Permata Hijau, Jakarta Selatan menelusuri keberadaan anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso.

Tim KPK kemudian mengamankan sopir dari Bowo sekitar pukul 16.30 WIB.

Di lokasi yang sama, tim KPK juga mengamankan Siesa sekitar pukul 20.00 WIB. Mereka kemudian dibawa ke gedung KPK untuk proses pemeriksaan lebih lanjut.

Selanjutnya, tim KPK menelusuri keberadaan Bowo hingga mengamankan Bowo di rumahnya pada hari Kamis (28/3) pukul 02.00 WIB. Bowo kemudian juga dibawa ke Gedung KPK RI untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Selain Siesa, KPK pada hari Senin juga memeriksa dua saksi lainnya untuk tersangka Asty, yaitu staf Finance and Treasury PT HTK Desi Artinesti dan Direktur PT Komindo Cipta Sejahtera Bambang Tedjo Karjanto.

Terhadap tiga saksi itu, penyidik KPK mendalami informasi mengenai mekanisme kerja sama sewa-menyewa kapal antara PT PILOG dan PT HTK.

Diduga sebagai penerima adalah Bowo Sidik Pangarso dan Indung, sedangkan diduga sebagai pemberi adalah Asty Winasti.

Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK sudah dihentikan.

Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso.

Selanjutnya, pada tanggal 26 Februari 2019 dllakukan nota kesepahaman (MoU) antara PT PILOG (Pupuk lndonesia Logistik) dan PT HTK.

Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.

Bowo diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metrik ton.

Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan 85.130 dolar AS.

Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di sebuah kantor di Jakarta.

Selanjutnya, KPK pun mengamankan 84 kardus yang berisikan sekitar 400 ribu amplop berisi uang itu diduga dipersiapkan oleh Bowo Sidik Pangarso untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.

Uang tersebut diduga terkait pencalonan Bowo sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II

Dari dalam rumah tersebut juga diamankan amplop sebanyak 118 buah, dengan isi dalam amplop uang bervariasi dari Rp150.000-200.000 hingga Rp300.000 dan 1 kartu nama salah seorang caleg DPRD Kabupaten Paluta.

"Kami sedang melakukan penyelidikan," ujar Kasat ketika ditemui di Mapolres Tapsel.

(Marselinus Gual\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar