Sah, Pengacara Dilarang Dampingi Klien Gugat Penyelenggara Pemilu

Senin, 15/04/2019 14:39 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) (Foto: Kompas)

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) (Foto: Kompas)

Jakarta, law-justice.co - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Pasal 458 ayat (6) UU 7/2017 (UU Pemilu) terkait pendampingan advokat untuk penyelenggara pemilu yang digugat atau menjadi terlapor.

"Amar putusan mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (15/4).

Adapun pemohon dari perkara ini adalah advokat bernama Petrus Bala Pattayona yang merasa pasal yang diuji tersebut menyebabkan dia tidak dapat menjalankan pekerjaan, kehilangan hak untuk mendapat imbalan atau pekerjaan dan kepastian hukum dalam menjalankan hak dan kewajiban pemohon sebagai kuasa hukum.

Melalui permohonannya, diketahui bahwa bantuan hukum Petrus ditolak saat mendampingi klien dalam persidangan di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Kendati demikian Mahkamah menilai permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum, karena norma Pasal 458 ayat (6) UU Pemilu sesungguhnya bukan ditujukan kepada subjek di luar penyelenggara pemilu.

Artinya, keharusan untuk datang sendiri dalam proses pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik dibebankan kepada penyelenggara pemilu yang diadukan.

"Dengan demikian, bilamana diletakkan dalam logika memberikan kuasa atau dapat menguasakan kepada orang lain termasuk advokat maka hal demikian akan memberikan hak dan kewenangan (authority) kepada penerima kuasa, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa," ujar hakim konstitusi membacakan pertimbangan Mahkamah.

Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut menurut Mahkamah menjadi tidak tepat apabila terlapor dapat memberikan kuasa kepada kuasa hukum termasuk dalam hal ini advokat.

Sebab hubungan hukum pemberian kuasa dan yang menerima kuasa hanya terjadi dalam hukum privat yaitu hubungan hukum antar pribadi atau individu dalam hal terjadi sengketa kepentingan maupun hak.

Sementara sengketa Pemilu dinilai Mahkamah sudah memasuki ranah publik karena terkait dengan kepentingan umum dan perbuatan yang diduga dilanggar oleh penyelenggara pemilu sudah berdampak pada kepentingan orang banyak (umum) sehingga memasuki ranah hukum publik.

Lebih lanjut Mahkamah menjelaskan jikalau seorang anggota penyelenggara pemilu melakukan dugaan pelanggaran kode etik maka ia diproses secara internal melalui institusi penegak kode etik penyelenggara pemilu dalam hal ini adalah DKPP.

(Marselinus Gual\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar