Tertangkapnya Romi, Retaknya Koalisi Jokowi dan Nasib Menteri Agama?

Kamis, 21/03/2019 05:31 WIB
Ketua Umum PPP, Romahurmuziy (Foto: Kumparan)

Ketua Umum PPP, Romahurmuziy (Foto: Kumparan)

Jakarta, law-justice.co - Tertangkapnya M. Romahurmuzy alias Romy, Ketum PPP yang didukung Istana (Jokowi) pada Jumat pagi tanggal 15 Maret 2019, telah menimbulkan kegemparan. Romy yang juga Wakil Ketua Dewan Penasihat Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin dikenal sebagai orang dekat  Jokowi yang saat ini berkuasa sekaligus capres. Bahkan karena dianggap sangat dekat, maka ada yang menganggap dia sebagai “penjilat” penguasa yang cukup mumpuni.

Romi sering menjadi orang yang berdiri di garda paling depan untuk membela kebijakan- kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Jokowi dan membela kepentingannya. Sebagai contoh sebelum ditangkap KPK, Romy sesumbar sudah melobi Aa Gym dan UAS agar netral dalam pilpres. Meskipun pada akhirnya Aa Gym telah mengklarifikasi bahwa ia tidak mungkin netral. Selanjutnya soal TKI, Romi juga menyebarkan pernyataan bahwa Jokowi telah menelpon Mahatir Muhammad untuk meminta supaya TKW Nur Aisyah dibebaskan dan lobinya dianggap berhasil . Meskipun kemudian , klaim itu dibantah Mahatir dan Indonesia kembali dipermalukan.

Oleh karena kedekatan Jokowi dengan Romy ini maka penangkapannya menimbulkan tanda tanya sehingga memunculkan spekulasi tentang apa yang sebenarnya terjadi. Konsekuensi dari penangkapan ini juga disikapi berbeda, baik oleh kubu Jokowi sendiri maupun pihak lawan dalam hal ini kubu Prabowo-Sandi.  Selain itu ada dugaan Romi ditangkap karena sedang getol mencari dana untuk biaya pemenangan Jokowi. Terakhir muncul dugaan juga bahwa penangkapan Romy adalah sinyal awal pecahnya koalisi partai pendukung Jokowi. Benarkah ini ?

Persepsi Pasca Penangkapan

Tertangkapnya Romi segera digoreng oleh kubu Prabowo-Sandi. Adalah Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Ferdinand Hutahaean, yang menilai Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romi yang terjerat OTT KPK menunjukkan bahwa koalisi Jokowi-Maruf Amin memang masih berisi para koruptor."OTT terhadap Romi menunjukkan bahwa koalisinya Jokowi bau korupsi, banyak kepala daerah yang mendukung dia [Jokowi] kena OTT KPK, sekarang ketum partai koalisinya kena," kata Ferdinand saat dihubungi wartawan  Jumat (15/3/2019) sore.

Ferdinand mengatakan, OTT KPK terhadap Romahurmuziy merupakan penangkapan ketum partai kedua kalinya yang ada di koalisi Jokowi-Maruf, setelah eks Ketua Umum Golkar Setya Novanto."Ini ketum partai kedua setelah Golkar Setya Novanto, artinya memang koalisi ini koalisi bau busuk korupsi. Yang selama ini kampanye mereka bersih-bersih ternyata sama sekali tidak bersih," katanya.

Mungkin karena mencium adanya gelagat tidak menguntungkan bagi pasangan nomor urut satu dengan tertangkapnya Romy ini , akhirnya Cawapres nomor urut satu, Ma`ruf Amin dengan cepat mengatakan bahwa kasus Romy bukan bagian dari pilpres. Menurut KH Ma`ruf Amin tertangkapnya Romy adalah kasus pribadi, tidak ada kaitannya dengan pemilu presiden.

"Prinsip hukum di Indonesia adalah praduga tidak bersalah, karena itu kita harus berpraduga tidak bersalah kepada Romahurmuziy," kata KH Ma`ruf Amin kepada pers, di kediamannya, Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta, Jumat. Menurut dia, pemerintahan Presiden Joko Widodo, memiliki komitmen kuat untuk penegakan hukum pemberantasan kasus korupsi. "Karena itu, Pak Jokowi akan menyerahkan kasus penegakan hukum kepada aparat penegak hukum. Pak Jokowi tidak akan mengintervensi proses penegakan hukum," katanya.

Apa yang dinyatakan oleh KH. Ma’ruf Amin kiranya bisa dimaklumi karena menjelang pilpres dengan suasana yang sedikit memanas, tiba-tiba orang dekat Jokowi malah dihadiahi penjara oleh KPK. Tentu hal ini menimbulkan kegoncangan di tubuh petahana yang mungkin tidak menyangka salah satu orang dekatnya bisa diciduk oleh KPK. Namun momentum ini sekaligus dijadikan kesempatan bagi  kubu TKN  untuk  mulai bersih-bersih dengan mengatakan bahwa penangkapan Romy menunjukkan bukti bahwa Jokowi tidak tebang pilih.

Pembelaan tersebut  kiranya  sah-sah saja dilakukan. Alasannya lumayan logis dan bisa diterima sebagian orang namun persoalan ini sebenarnya tidak sesederhana itu. Sebab, dengan peristiwa penangkapan ini pasti membangun presepsi publik bahwa selama ini Jokowi sebagai Presiden dan Capres di kelilingi atau "memiara" para koruptor. Isu koruptor dan korupsi di sekitar partai koalisi yang dukung paslon 01 semakin terkuak kebenarannya.

Sebab belum lama ini kader PDIP sebagai Bupati Kota Waringin Timur (Kotim) juga ditangkap KPK karena terbukti korupsi Rp 5,8  triliun dalam perizinan tambang. Meski banyak ktirikan dari aktivis dan publik atas kasus korupsi bupati Kotim itu, tapi anggota partai koalisi pendukung 01 diam seribu bahasa.

Romi, dianggap sangat berjasa menggolkan Kiai Maruf Amin menjadi Cawapres Jokowi. Dan itu disetujui oleh semua Ketum partai pendukung Paslon 01. Meski sebelumnya Mahfud MD sudah dijagokan sebelumnya tapi di last minute, Maruf Amin terpilih. Pilihan Capres Jokowi gugurkan Mahfud MD ini tamparan keras bagi sejumlah kalangan termasuk Mahfud MD sendiri. Mahfud MD pernah ingatkan  Romi agar "Jangan main-main."

Tertangkapnya Romi di Surabaya pada hari Jumat pagi itu adalah terkabulnya doa Mahfud MD yang terzalimi karena perbuatan Jokowi sebagai Capres dan Romi? Wallhu`alam. Tapi yang jelas tertangkapnya Romi  adalah tamparan telak dan keras bagi pertahana koalisi Capres 01. Meski dibantah oleh Erick Tohir sebagai Ketua TKN yang bilang kasus Romi tidak akan pengaruhi elektabilitas Jokowi. Ibarat suatu gumanan sunyi untuk menghibur diri di tengah sepinya sambutan rakyat terhadap kunjungan paslon 01 di berbagai daerah.

Tertangkapnya Romi dengan sendirinya juga merupakan sarana pengumuman tentang rapuhnya pertahanan paslon 01 yang ternyata selama ini di kelilingi para koruptor. Sebelumnya adalah Ketum dan Sekjen Golkar. Semuanya itu memperkuat asumsi publik dan masyarakat luas bahwa paslon 01 memang banyak berkumpul biang KKN.

 Cari Dana buat Jokowi?

Kalau KH. Ma’ruf Amin menyebut kasus Romi adalah kasus personal tidak ada hubungannya dengan Pilpres tentunya ini aneh sekali . Karena bagaimana mungkin mereka yang menyuap mau menyuap Romi bila Romi tidak memiliki kekuasaan atau didukung kekuasaan. Apalagi partai yang dipimpin oleh Romi bukanlah partai pemenang pemilu.  Lalu atas dasar apa para penyuap percaya bahwa Romi punya kekuasaan?

Pendapat pertama, Romi bisa saja menjual nama Jokowi dalam proses transaksional tersebut. Bisa pula menjual nama menteri agama Lukman Hakim. Narasi pendapat pertama ini mengabarkan bahwa Romi melakukan tanpa sepengetahuan Jokowi maupun Menteri agama. Pembuktiaan ini akan terungkap bila KPK melakukan penyidikan mendalam.

Pendapat kedua, Romi adalah  kurir yang melakukan kerja dengan restu Jokowi maupun Menteri Agama. Pendapat ini didasari posisi Romi didalam Tim pemenangan Jokowi-Ma`ruf. Meski dibantah oleh TKN maupun Ma`ruf Amin, akan tetapi bantahan tersebut akan terbukti bila Romi berani jujur. Selain Romi, KPK juga harus berani jujur. Sebab, para penyuap tidak mungkin percaya apalagi mau menyuap bila Romi tidak didukung penguasa.

Karenanya wajar muncul dugaan kasus Romi dan pilpres sangat terkaitan satu dengan lainnya. Soal pendapat penangkapan Romi merupakan bukti Pemerintah Jokowi tidak tebang pilih adalah pendapat yang orang yang tidak paham konstitusi. Penangkapan dan skenario dilakukan KPK, dan lembaga anti rasuah itu tidak terikat dengan Presiden. Sebelumnya KPK malah pernah menangkap Ketua Umum parpol yang didirikan SBY. Jadi, kinerja KPK tidak ada sangkut paut dengan kinerja Presiden.

Publik malah mempertanyakan integritas Jokowi yang didukung para koruptor. Sebut saja Setya Novanto (Golkar), Idrus Marhan (Golkar), dan sekarang Romahurmuziy (PPP). Padahal slogan para pendukung Jokowi; "orang baik pilih orang baik". Lah sekarang bagaimana, koruptor juga dukung Jokowi bahkan tim pemenangan Jokowi-Ma`ruf.

Pendapat ke-3, Romi bermain sendiri. Pendapat ini kurang rasional. Sebab lelang jabatan butuh kekuasaan. Sebagaimana uraian diatas, para penyuap bukan orang-orang tidak berpendidikan sehingga mustahil percaya begitu saja. Tentu ada garansi yang ditawarkan Romi. Apapun pendapat kita, tentu hasil dari penyidikan KPK sangat kita tunggu. Kita berharap KPK tidak menyembunyikan fakta apapun. Publik butuh kejelasan agar tidak menjadi `bola` liar ditahun politik ini.

Kita percaya KPK independen dan tidak berafiliasi dengan kekuatan politik manapun. Karenanya TKN (Tim Kemenangan Nasional) Jokowi-Ma`ruf tak perlu panik dengan mengatakan kasus Romi urusan pribadi. Sedangkan ia merupakan Ketua Umum parpol yang mendukung Jokowi-Ma`ruf. Romi juga tercatat sangat aktif mengkampanyekan Jokowi-Ma`ruf.

Biaya politik kita memang mahal, tanpa suap menyuap politisi sulit mendapatkan dana segar. Barangkali bohir politik juga sudah enggan membayar. Kementerian dan BUMN akhirnya menjadi sasaran bagi lingkaran kekuasaan untuk memeras. Tak jelas apakah Jokowi terlibat atau tidak, semoga saja tidak terlibat. Karena bila ia terlibat sangat disayangkan.

Sinyal Pecahnya Koalisi

Tertangkapnya Romi disinyalir akan memperparah bangunan Koalisi Indonesia Kerja pendukung Presiden Jokowi. Karena gara gara kasus ini Koalisi Jokowi-Ma`ruf akan kehilangan fokus dan bisa jadi terus melemah. TKN akan dibuat sibuk dan fokus pada kasus hukum yang dialami Romi, karena mereka harus bekerja keras untuk menjaga dan mempertahankan elektabilitas Jokowi-Ma`ruf dalam mengelola emosi publik.

Pada akhirnya kasus ini akan berimbas pada figur Jokowi sendiri atau personal brendingnya. Pasca kejadian ini internal PPP akan sibuk pada pemulihan nama baik partai, dan yang lebih urgen lagi adalah bakal ada perebutan kekuasaan atau pemilihan ketua umum baru pengganti Romi, yang tidak mustahil bakal memunculkan konflik berkepanjangan.  Sehingga sangat potensial berpengaruh pada mesin partai dan pemenangan Jokowi-Ma`ruf.

Kondisi sebagaimana dikemukakan diatas sempat dikhawatirkan juga oleh  Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma`ruf Amin, Jusuf Kalla (JK). Beliau  mengatakan, penangkapan Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Romi) akan berdampak kepada PPP dan TKN. "Ya pastilah, terutama efeknya ke PPP, kalau PPP kena efek pasti yang lain juga kena efeknya," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (15/3/2019).

JK tak menampik kasus Romi itu juga akan berdampak buruk kepada partai koalisi pendukung Jokowi-Ma`ruf. Sementara kubu Prabowo-Sandi sangat diuntungkan dengan kegaduhan dan kekacauan di internal kubu Jokowi-Ma`ruf tersebut. Tim BPN Prabowo-Sandi akan dengan leluasa memanfaatkan kondisi ini untuk meraih simpati dan merebut suara rakyat untuk kemenangan capres dan cawapresnya.

Ternyata pembusukan koalisi pendukung paslon 01 bukan saja dari kasus penangkapan Romi semata. Tetapi konflik internal soliditas paslon 01 semakin rapuh dengan saling tengkar antara partai partai anggota koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf.  Dapat dinyatakan bahwa saat ini koalisi pendukung dan pengusung  Joko Widodo-Ma`ruf Amin sedang dalam keadaan kacau balau. Hal ini diakibatkan oleh beberapa persoalan yang terjadi di internal TKN. Persoalan tersebut di antaranya adalah konflik antara PSI dan PDIP.

Konflik terjadi bermula dari Pidato politik Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie di Medan International Convention Center, Senin (11/3/2019). Pidato ini  mendapat sorotan dari sesama anggota partai Koalisi Indonesia Kerja (KIK), PDI Perjuangan.Sebab, dalam pidato tersebut, Grace menyindir Partai Nasionalis lain yang tidak bersuara pada kasus korban persekusi Meliana yang dibakar rumahnya, pemerintah kota Jambi yang menyegel tiga gereja, persekusi atas jemaat GBI Philadelpia di Labuhan Medan, serta kasus nisan salib digergaji yang sempat viral di media sosial. Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno pun menjawab sindiran tersebut dengan menyebut PSI sebagai partai baru yang kurang informasi dan kerap terlihat genit atau lebai.

PSI juga menyerang Golkar karena dianggap sebagai partai nasionalis tetapi banyak menyetujui perda-perda syariah."Bagaimana mungkin disebut partai nasionalis, kalau diam-diam menjadi pendukung terbesar Perda Syariah?" ujar Grace di hadapan ribuan kader PSI di acara Festival 11 PSI di Medan, Senin (11/3/2019).

Perseteruan juga terjadi antara Golkar dan Nasdem. Adalah Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golongan Karya (Golkar) Akbar Tandjung, yang menyebut partai NasDem memiliki niat jahat pada partai berlambang pohon beringin. Hal itu disampaikan Akbar Tanjung, saat menghadiri silaturahmi Ketua Umum Partai Golkar bersama kader Partai se-Provinsi Banten, Jumat (15/3).

Menurut Akbar, partai besutan Surya Paloh itu punya niat jahat kepada partai Golkar. "NasDem itu punya niat jahat ke partai kita, maka itu, kita harus memperhatikan betul mana partai yang tidak sejalan dengan misi yang kita perjuangkan, yang punya kepentingan-kepentingan subjektif," kata dia.

Silang pendapat juga menimpa Nasdem dan PSI. Politikus Partai Nasdem Birgaldo Sinaga menganggap Ketum PSI Grace Natalie tidak sportif dan arogan karena menyudutkan partai-partai nasionalis lain dengan menganggap mereka diam terhadap kasus-kasus intoleransi dan diskriminasi belakangan ini.

Birgaldo pun membalas Grace dengan cara yang sama. “Nah,  sekarang saya pakai cara Sis Grace untuk merendahkan kader Anda yang sedang nyaleg. Saya juga bertanya ke mana PSI saat terjadi kasus kematian bayi Deborah dua tahun lalu karena orang tuanya tidak punya uang muka?" tulis politikus yang terdaftar di KPU sebagai caleg DPRD Provinsi DKI Jakarta dengan nama Birgal Hotmonang Sinaga itu, lewat surat terbuka, Selasa (12/3/2019).

Sementara itu PDIP terlibat aksi saling intip dengan Nasdem terkait dengan masalah impor beras. Karena diduga ada PDIP dan Nasdem dibalik polemik impor beras yang melibatkan Kabulog Budi Waseso dan Menteri Perdagangan.  Konflik juga menimpa sesama partai islam yaitu antara PPP dan PKB. Adalah Maman Imanulhaq anggota Dewan Syura DPP PKB yang menyebut musuh Islam adalah korupsi dan Romi yang terlibat korupsi adalah musuh Islam.

Pernyataan tersebut, diucapkan saat pidato deklarasi Alumni Universitas Nasional (Unas) di Studio For Jokowi, Jakarta, Sabtu (16/3). Kontan saja pernyataan Maman ini menyulut emosi  Ketua DPC PPP Kota Bandung, Zaini Shofari. Menurutnya, ketua Lembaga Dakwah PBNU itu tidak mempunyai kewenangan untuk mengurusi persoalan internal yang sedang dihadapi oleh PPP.

Dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), 19 Maret 2019, Prof. Mahfud MD dengan terbuka menyatakan bahwa Romi ini sudah lama mengobok-obok Departemen Agama untuk mencari duit dari berbagai rekomendasi yang dia berikan kepada para pejabat Depag dan jajarannya. Mahfud sudah pernah beberapa kali mengingatkan Romi, namun tak dihiraukan.

Begitulah konflik-konflik yang terjadi di lingkungan partai pendukung petahana. Semakin ke sini nampaknya konflik itu semakin “meriah” saja sehingga bisa semakin melemahkan bangunan koalisinya. Pada hal peranan partai sangat penting dalam pemenangan Pilpres, kalau mesin partai mati  (karena ribut sendiri) maka kemenangan di pilpres akan mustahil dicapai. Karena ketika sesama partai pendukung petahana sudah berkonflik, tentu tidak baik dari segi soliditas dukungan.

Sepertinya PSI tidak lagi memikirkan soliditas dukungan, dia hanya ingin terkenal karena elektabilitasnya di bawah elektoral threshold. Untuk itulah mereka menyerang PDIP dengan harapan mereka ikut numpang tenar menaikkan elektabilitas, karena PDIP itu adalah mesin utama bersama beberapa partai yang lain.

Selain permasalahan di atas, ternyata di kubu Jokowi-Ma`ruf masih terjadi kegaduhan, yakni partai NasDem sedang terjadi konflik internal, yakni digugatnya Surya Paloh oleh Kader NasDem, Kisman Latumakulita. Ia menggugat keabsahan Surya Paloh sebagai Ketum Nasdem. Kisman menyebut masa jabatan Surya Paloh seharusnya berakhir pada 6 Maret 2018.

Jika konflik antar parpol pendukung Jokowi ini terus dibangun dan tidak dihentikan, maka akan mengganggu mesin-mesin partai untuk pemenangan pilpres sehingga bisa  berujung kekalahan. Kini semakin dekat Pilpres 17 April yang tinggal menghitung hari. Paslon 01 dirudung berbagai masalah yang membuat lemah dan rapuh pertahanannya. Kalau sudah begini kondisinya, masihkah mengharap untuk bisa berkuasa di periode berikutnya ? Apalagi kalau Romi bersedia menjadi justice collaborator dan membongkar semua pihak di jajaran koalisi Jokowi yang terlibat dalam KKN yang menimpanya. Apalagi KPK sudah menyegel ruang kerja utama Menteri Agama, Lukman Saifuddin dan menyita uang puluhan ribu dollar dan ratusan juta rupiah. Akankah Lukman menyusul Romi? Hanya KPK dan Tuhan saja yang tahu..

(Ali Mustofa\Roy T Pakpahan)

Share:




Berita Terkait

Komentar