Kenapa Tidak Boleh Nonton Video Teror Masjid Christchurch, Ini Sebabnya

Sabtu, 16/03/2019 18:20 WIB
Ilustrasi (Sepulsa)

Ilustrasi (Sepulsa)

[INTRO]

Seperti aksi teror secara massal yang kerap terjadi di berbagai belahan dunia, berita penembakan di masjid Christchurch, Selandia Baru, pada Jumat siang (15/3), secara cepat menyebar ke seluruh dunia melalui sosial media.

Tatkala insiden itu berlangsung, aktivitas masyarakat digital kebanyakan mengikuti pola prediksi melalui media yang sedang bersusah payah memelajari nama pelaku di balik pembunuhan tersebut.

Namun kali ini berbeda. publik tidak perlu menunggu lama untuk melihat rekaman kejadiannya, karena pelaku menyiarkan aksi pembunuhannya secara live di Facebook dan Twitter. Menurut laporan polisi Selandia Baru, rekaman itu menunjukkan seorang pria bergerak melalui bagian dalam masjid dan menembaki korban tanpa pandang bulu.

Dinukil dari Straits Times, penembak menyebut dirinya sebagai “Brenton Tarrant”, seorang pria kulit putih kelahiran Australia berusia 28 tahun, dan berasal dari keluarga miskin. Polisi Selandia Baru kini sedang berusaha menghapus rekaman tersebut dan mendesak semua pihak tidak menontonnya apalagi membagikan.

Penyebaran gambar maupun video itu sangat bermasalah, karena dampaknya bisa menimbulkan bahaya besar. Dalam kasus bom bunuh diri di tiga gereja Surabaya tahun 2018 lalu misalnya, video yang tertangkap kamera CCTV dapat memicu peniruan tindak kejahatan serupa.

Begitu pula aksi penembakan ini, seperti dilansir dari The Conversation, bahkan pelakunya telah menulis manifesto setebal 73 halaman. Dia menjelaskan bahwa dirinya sebagai “orang kulit putih biasa” melalui video berdurasi 17 menit tersebut.

Psikolog anak dan remaja, Ratih Zullhaqqi, dilansir dari Detikhealth mengatakan, video sadis berdampak buruk bagi yang menyaksikan. Menurutnya, siapa saja yang menonton video itu akan mengalami trauma sendiri. Perlu menjadi perhatian, terutama bagi yang tanpa pikir panjang langsung melihat.

“Pasti ada sisi traumanya terutama jika yang melihat anak-anak. Jika sampai melihat harus ada penjelasan dari orangtua, yang juga berfungsi sebagai filter bagi anak-anaknya,” ujarnya. 

(Winna Wijaya\Reko Alum)

Share:




Berita Terkait

Komentar