Demi Perlindungan WNI, Imigrasi Tunda Ribuan Paspor

Rabu, 01/11/2017 01:34 WIB
Petugas Imigrasi Kelas I Jakarta Pusat melayani warga dalam membuat paspor saat peluncuran mobil paspor keliling di Ancol, Jakarta, Minggu (29/10) (Foto: Antara)

Petugas Imigrasi Kelas I Jakarta Pusat melayani warga dalam membuat paspor saat peluncuran mobil paspor keliling di Ancol, Jakarta, Minggu (29/10) (Foto: Antara)

Malang, law-justice.co - DITJEN Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM selama 2017 menunda penerbitan 4.000 paspor yang diajukan pemohon. Hal ini dilakukan guna memberikan perlindungan kepada warga dan negara.

Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI Ronny F Sompie mengatakan, pihaknya melihat ketidaksinkronan saat wawancara. Pihaknya menyarankan agar pemohon melengkapi berkas terlebih dahulu bila tujuannya bekerja di luar negeri. 

"Kami sarankan kalau tujuannya bekerja, mereka harus mengurus kelengkapan di Kementerian Tenaga Kerja," kata Ronny F Sompie di Malang Jawa Timur, Selasa (31/10/2017) seperti dilansir Antara.

Hal tersebut ia kemukakan saat memberikan kuliah tamu bertajuk "Peran dan Fungsi Imigrasi dalam Perlindungan Warga Negara Indonesia di Luar Negeri" di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur.

Menurut Ronny, kalau paspor untuk bekerja, yang mengajukan harus jelas bagaimana "job ordernya" dan negara tujuan. Dan, semua itu juga melalui Kedutaan Besar Indonesia di negara tujuan. 

"Semua harus jelas dulu baru kami terbitkan paspornya," ucapnya.

Ia mengemukakan saat ini ada modus job order dari perusahaan swasta di luar negeri, padahal itu sindikat perdagangan orang yang langsung diorder dari swasta melalui Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS).

Prosedur yang dijalankan sering "potong kompas" dan pengurusan paspornya melalui program umrah, bebas kunjungan, bahkan haji. Jumlah jamaah haji 2017 yang belum kembali ke Tanah Air sekitar 40 orang.

"Rata-rata jamaah haji yang belum kembali ini tidak masuk kuota haji," ucapnya.

Selain menunda penerbitan paspor, lanjutnya, pihaknya juga menunda pemberangkatan sejumlah alon tenaga kerja di check point lintas batas, baik dari pelabuhan maupun bandara. 

"Ketika mereka diperiksa, visanya bukan untuk bekerja, tetapi umrah atau wisata, sehingga kami sarankan untuk mengurus di Kemenaker dulu," katanya.

Saat ini ada tujuh lintas batas darat, yakni tiga berada di Kalimantan Barat, tiga di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan satu di Papua dan tahun depan pemerintah akan membangun sekitar sembilan pos lintas batas lagi. 
"Bangunan lintas batas ini sekarang menjadi daerah tujuan wisata karena bangunannya megah," ujarnya.

Pada kesempatan itu Ronny menyarankan agar seluruh Kantor Imigrasi yang ada di Indonesia yang jumlahnya mencapai 125 itu terus mengupayakan sosialisasi, khususnya untuk calon tenaga kerja yang bekerja di luar negeri karena ada beberapa negara yang tidak melayani visa job order 'cleaning service'," katanya.

Perlindungan terhadap WNI, lanjutnya, tidak hanya berlaku di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. "Ini sudah menjadi kewajiban pemerintah berdasar Nawacita pemerintah RI saat ini," tuturnya.

Perlindungan dan pengawasan ini tidak hanya berlaku bagi WNI yang akan dan sedang berada di luar negeri, tetapi juga warga negara asing (WNA) yang akan masuk ke Indonesia. "Pengawasan terhadap WNA yang masuk ke Indonesia adalah demi menjaga tegaknya kedaulatan negara," paparnya.

Dirjen Imigrasi memiliki wewenang absolut untuk menentukan WNA yang boleh masuk atau tidak ke Indonesia. "WNA yang boleh masuk ke Indonesia dipastikan benar-benar tidak mengganggu keamanan dan ketertiban Indonesia dan tidak bermusuhan dengan rakyat," ujarnya.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar