Modus Lucas Atur Pelarian Eddy Bersama Dina Soraya, Sekpri Riza Chalid

Jum'at, 15/02/2019 22:18 WIB
Eks Petinggi Lippo Grup, Eddy Sindoro (Ist)

Eks Petinggi Lippo Grup, Eddy Sindoro (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Menelusuri jejak dan sepak terjang para aktor yang terlibat dalam drama pelarian Eddy Sindoro bak kisah dalam film-film detektif. Salah satu aktor kuncinya, adalah pria warga negara Singapura, Jimmy alias Chua Chwee Chye alias Lie, yang mengatur dan menemani perjalanan Eddy ke berbagai negara.  Saat Eddy dideportasi imigrasi Malaysia karena terlibat memakai paspor palsu, Jimmy lah yang mengatur bagaimana agar sesampainya di Jakarta, Eddy bisa segera terbang lagi dan meninggalkan Jakarta dengan aman.

Di Jakarta, Jimmy menghubungi seorang wanita cantik yang belakangan diketahui bernama Dina Soraya, yang merupakan sekertaris pribadi (sekpri) seorang konglomerat perminyakan. Dalam percakapan Jimmy menyampaikan permintaan apakah bisa jika  dia dan temannya mendarat di Bandara Soekarno Hatta, tanpa melalui proses imigrasi langsung dapat terbang kembali ke luar negeri.

Dari BAP terdakwa Lucas diketahui Jimmy beberapa kali berkomunikasi dengan Lucas, lewat akun [email protected] miliknya. Akun yang menghubungi Jimmy tersebut adalah Lucas dengan akun Facetime [email protected]. Akun [email protected] berdasarkan dokumen yang dimiliki Law-justice.co diketahui milik Dina Soraya. Siapa dia? Dalam dokumen diketahui Dina merupakan wanita kelahiran 14 September 1981. Perempuan jebolan Tarakanita tersebut diketahui pernah beberapa kali bekerja di :

  1. PT Sumberdaya Info Prima 2000-2001
  2. PT GPN (Internet Provider) tahun 2001-2002
  3. PT Balindo Net (Usat) tahun 2002-2003
  4. PT Gajendra Adhi Sakti tahun 2003-sekarang

Diperusahaan terakhirnya itulah seluk beluk Dina terbelit kasus ini. PT Gajendra Adhi Sakti diketahui dalam investigasi Panama Paper, merupakan perusahaan milik pengusaha Migas Muhammad Reza Chalid. Dalam persidangan Dina mengakui dirinya memang Sekretaris di PT Gajendra Adhi Sakti. Tugasnya tidak sembarangan. Ia bertanggung jawab langsung kepada Reza Chalid. Ada beberapa tugas yang menjadi tanggung jawab Dina, yakni:

  1. Mengurus kepentingan pribadi berkaitan dengan traveling
  2. Mengurus pembelanjaan barang pribadi Reza Chalid
  3. Mengurus putra putri berserta keluarga dan cucu Reza Chalid
  4. Bertanggung jawab untuk pekerjaan Secretarial Duties juga kepada putra Reza Chalid bernama Kerry Reza
  5. Melakukan pemesanan tiket dan akomodasi perjalanan seperti hotel dan drivers untuk kepentingan Reza Chalid.

"Sudah kenal lama (dengan) beliau (Lucas). Dikenalkan sama bos saya, Riza Chalid. Beliau pemilik perusahaan," ujar Dina ketika dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan dengan terdakwa Lucas di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/12/2018). Dalam komunikasi dengan Lukas tersebut, Dina diberitahu kalau ada Jimmy akan datang bersama seorang teman ke Jakarta dan mendarat di bandara Soekarno-Hatta dan hanya punya tiket sekali jalan. Lukas meminta Dina untuk memfasilitasi orang tersebut agar tidak melewati pintu imigrasi.

"Beliau (Lucas) tanya, apa bisa ada orang di bandara untuk jemput tamu. Ada Jimmy beserta tamu lainnya. Saya belum tahu ada berapa orang yang akan datang," kata Dina. Lucas kemudian memberitahu Dina bahwa tiga tamu itu adalah Jimmy, Eddy Sindoro dan Michael Sindoro. Jimmy alias Chua Chwee Chye alias Lie merupakan kenalan Dina saat bertugas di Singapura.

Pasca permintaan tersebut Dina lantas menghubungi koleganya bernama Dwi Hendro Wibowo. Ia adalah Special Assistant Komisaris Air Asia sejak tahun 2016 dan Ground Staff Air Asia. Jabatan terakhir ia ditugaskan langsung oleh Reza Chalid melalui perusahaan yang bernama Rama Putra Investindo. Dwi Hendro bertanggung jawab langsung dibawah Dina Soraya.

Baik Dina dan Wibowo dalam kesaksian membenarkan kalau Reza Chalid memang merupakan petinggi di Air Asia. "Waktu itu saya tidak tahu. Kalau dulu, pak Riza salah satu komisaris Air Asia," kata Dina dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (6/12/2018).

Sementara Dwi Hendro Wibowo menyebut posisi yang pernah dipegang oleh Reza di Air Asia. "Saya enggak tahu jabatan strukturalnya (Riza Chalid) di Air Asia, apa itu komisaris atau bukan, tapi cuma (pernah) disampaikan dia ini komisaris Air Asia, tolong dihandle, (Itu terkait) sebatas saya sebagai protokoler saja," kata Bowo.

Pada persidangan, Dina Soraya memang tidak menyebut Riza punya peran di pelarian Eddy. Dia cuma mengaku sejak beberapa tahun lalu mengenal Lucas setelah diperkenalkan Reza. Setelah itu, dia akrab dengan Lucas dan kerap membantu advokat tersebut di sejumlah urusan. "Kadang saya panggil (Lucas) bapak, kadang saya panggil Prof," kata Dina. Saat persidangan, Jaksa pun sempat menyinggung soal ia yang selalu melapor ke Lucas dan seseorang yang dipanggilnya sebagai “Kepsek”. "Lapor Pak Lucas dan Kepsek, Kepsek itu siapa?" tanya jaksa. "Kepsek itu atasan saya, Pak Reza," jawab Dina.

Kembali lagi Dina mengira pada mulanya Reza tahu tentang siasat Lucas membantu pelarian Eddy Sindoro. Namun belakangan, menurut Dina, Reza ternyata tidak mengetahuinya. "Saya pikir rangkaian bapak (Riza Chalid) tahu, tapi ternyata tidak tahu," ujarnya.  Selain Dina dan Wibowo terdapat nama Yulia Shitawati yang ikut terlibat dalam pelarian Eddy Sindoro. Yulia merupakan Duty Executive Air Asia.

Siasat Imigrasi di Bandara

Kembali lagi ke detik-detik menjelang Eddy Sindoro mendarat di Bandara, Dina lantas melakukan pertemuan dengan Wibowo di Restoran & Cafe Lot 9 pada 18 Agustus 2018 pukul 10.00 WIB.  "Saya tanya Bowo, `Bisa nggak, tidak lewat imigrasi`. Bisa katanya, ada kenalan imigrasi," kata Dina.

Menindaklanjuti permintaan tersebut pada 18 Agustus 2018 di Restoran & Café Lot 9 Tangerang, Dina meminta Dwi Hendro Wibowo alias Bowo melakukan penjemputan penumpang pesawat dari Malaysia atas nama ketiga orang tersebut dan langsung melanjutkan penerbangan keluar negeri tanpa melalui proses pemeriksaan Imigrasi.

"Dina Soraya akan memberikan imbalan uang sejumlah Rp 250 juta karena Eddy Sindoro merupakan penumpang yang dideportasi oleh otoritas Malaysia dimana Dwi Hendro Wibowo alias Bowo menyetujuinya," ujar Jaksa KPK, Roy Riady, dalam surat dakwaan advokat Lucas, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/11/2018).

Sehabis pertemuan tersebut pada 20 Agustus 2018 di Jl. Cipaku IV No. 16 Kebayoran Baru, Dina, Bowo dan Yulia Shintawati melakukan pertemuan membahas teknis penjemputan ketiga orang tersebut dari Malaysia menggunakan pesawat AirAsia dan melakukan penerbangan ke Bangkok dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia.

Selepas pertemuan itu, Dina melaporkan kepada Lucas, yang selanjutnya Lucas meminta Dina mengambil uang melalui stafnya yang bernama Stephen Sinarto sebagai biaya operasional termasuk imbalan kepada pihak-pihak yang akan membantunya sebanyak Sing $46 ribu dan Rp 50 juta di kantornya Sahid Sudirman Center Jakarta Pusat.

"Pada 25 Agustus 2018 Dina Soraya memberi uang sejumlah Sing$33 ribu kepada Dwi Hendro Wibowo alias Bowo sebagai biaya operasional dan imbalan untuk penjemputan Eddy Sindoro, Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie dan Michael Sindoro sebagaimana rencana yang disepakati," terang Jaksa Roy.

Pada 28 Agustus 2018, kantor Imigrasi Malaysia mengeluarkan surat perintah pengusiran terhadap Eddy Sindoro untuk kembali ke Indonesia menggunakan pesawat AirAsia Nomor Penerbangan AK 380 Pukul 06.55 waktu Malaysia tanggal 29 Agustus 2018 dengan ditemani Jimmy dan Michael.

Mengetahui hal itu, Lucas memerintahkan Dina membeli tiket untuk Eddy, Jimmy dan Michael dengan rute penerbangan Jakarta - Bangkok pada tanggal 29 Agustus 2018 pukul 09.40 WIB. Menindaklanjuti perintah itu, Dina meminta Bowo membeli tiket dimaksud dan menginformasikan jadwal kedatangannya.

"Saya baru tahu daftar nama serta tiba di Indonesia pada tanggal 28 Agustus saat dikirimi e-ticket. Disitu ada tiga nama, Jimmy, Eddy Sindoro dan Michael Sindoro," kata Dina Soraya. Pada tanggal 29 Agustus 2018 sekira pukul 08.00 WIB bersamaan dengan mendaratnya pesawat AirAsia yang ditumpangi Eddy, Jimmy dan Michael di Bandara Soekarno-Hatta, Bowo memerintahkan M. Ridwan selaku Staf Customer Service Garuda Indonesia mencetak boarding pass atas nama ketiga orang dimaksud tanpa kehadiran yang bersangkutan untuk diperiksa identitasnya.

Bowo juga memerintahkan Andi Sofyan selaku petugas Imigrasi Bandara Internasional Soekarno Hatta untuk berada di area imigrasi Terminal 3 dan melakukan pengecekan status pencegahan/pencekalan Eddy Sindoro.

"Selanjutnya Dwi Hendro Wibowo Alias Bowo dan Yulia menjemput Eddy Sindoro, Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie dan Michael Sindoro di depan pesawat menggunakan mobil AirAsia langsung menuju Gate U8 terminal 3 tanpa melalui pemeriksaan imigrasi, dimana M Ridwan telah mempersiapkan boarding pass mereka," ujar penuntut umum KPK lainnya, Gina Saraswati.

Sekira pukul 09.23 WIB Eddy dan Jimmy akhirnya dapat langsung terbang ke Bangkok tanpa diketahui pihak Imigrasi sebagaimana yang diinginkan Lucas. Sedangkan Michael, anak Eddy Sindoro membatalkan penerbangannya.

"Selama proses keberangkatan Eddy Sindoro dan Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie ke Bangkok dari mulai di ruang tunggu sampai dengan pesawat meninggalkan bandara untuk terbang ke Thailand dilaporkan kepada Terdakwa melalui sarana foto dan video oleh Dina Soraya. Terdakwa juga menginformasikan kepada Deborah Mailool yang merupakan istri Eddy Sindoro," jelas Jaksa Gina.

Setelah semua rencana berhasil dan Eddy meninggalkan Indonesia, Bowo memberi sebagian uang dari Lucas kepada orang-orang yang telah membantunya. Pertama Yulia Shintawati selaku Duty Executive PT Indonesia Airasia sejumlah Rp 20 juta; M. Ridwan yang mencetak boarding pass pesawat Garuda sejumlah Rp 500 ribu dan 1 unit handphone Merk Samsung tipe A6. Kemudian Andi Sofyan yang merupakan pegawai Imigrasi di Bandara Soekarno-Hatta menerima uang sejumlah Rp 30 juta dan 1 unit handphone Merk Samsung tipe A6. Upeti terakhir diberikan kepada David Yosua Rudingan senilai Rp 500 ribu.

Adapun Lucas dan Eddy Sindoro kini tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Sementara Dina, Hendro Wibowo, Andi dan nama lain yang disebut Jaksa sebagai pihak yang turut membantu kaburnya Eddy Sindoro masih bebas menghirup udara segar diluar sana. Patut ditunggu langkah KPK selanjutnya supaya jangan dicap tebang pilih...

(Roy T Pakpahan\Roy T Pakpahan)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar