Akal-akalan Pengembang Memikat Konsumen

Senin, 30/10/2017 18:12 WIB
Reklamasi Teluk Jakarta (Foto:beritatrans.com)

Reklamasi Teluk Jakarta (Foto:beritatrans.com)

Jakarta, law-justice.co - Jika ingin mencari hunian, konsumen tidak perlu lagi datang langsung ke lokasi proyek. Strategi pemasaran pengembang zaman sekarang adalah menjemput bola. Marketing kit mereka isi dengan brosur-brosur yang dihiasi dengan tampilan bagus rumah yang dijual. Meskipun baru berupa ilustrasi, brosur tersebut umumnya mampu membuat calon konsumen tergiur dan percaya bahwa mereka akan mendapatkan barang seperti yang tampak di gambar. Dengan kelihaian petugas sales, calon konsumen dibuat yakin bahwa hunian  yang akan mereka beli nanti memang demikian  wujudnya.

Berjualan property pun kini bisa dilakukan dimana saja. Di mal, supermarket, ajang perhelatan (event) khusus seperti pameran atau car free day, bahkan di area perkantoran. Jualan para pengembang umumnya berkaitan dengan fasilitas internal maupun eksternal. Fasilitas internal mencakup yang terdapat di dalam kompleks hunian,  seperti taman bermain, kolam renang, club house, jogging track, bicycle track, dan lain sebagainya. Untuk fasilitas eksternal, biasanya pengembang mengklaim lokasi propertinya berada di tempat yang strategis, bebas macet, dan dilalui angkutan umum. Selain itu juga dekat ke fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah, universitas, dan mal.

Semua yang dijanjikan pengembang tersebut,  sudah termaktub dalam satu brosur yang mewah dan full colour. Nah, agar calon pembeli tertarik untuk berinvestasi, konsumen juga diberikan kemudahan dalam pembayaran awal. Misalnya, memberikan cicilan untuk pembayaran down payment atau cicilan angsuran dengan bunga nol persen.   Yang pasti,  booking fee akan selalu diminta untuk mengikat konsumen. Kebijakan pengembang pada umumnya, tidak memulangkan uang booking fee yang sudah masuk ke mereka, apabila calon pembeli membatalkan rencananya.

Iming-iming fasilitas yang lengkap, cicilan yang ringan, nama pengembang yang sudah besar seringkali dijadikan  jaminan bahwa produk yang dijual baik-baik saja. Masyarakat sering lupa, bahwa ada yang lebih penting dari promo-promo yang ditawarkan pengembang. Dalam pasal 7 ayat 2 Undang-Undang tentang Bangunan Gedung, ditegaskan bahwa persyaratan administratif bangunan gedung meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.

Kelengkapan persyaratan administratif ini, terutama IMB,  justru yang jarang disinggung oleh pengembang saat berjualan. Karena tujuan mereka saat melakukan promosi hanya satu, yaitu bagaimana caranya agar bisa mengeruk sebanyak-banyaknya dana masyarakat. Jika calon pembeli tidak jeli dan tidak bertanya secara rinci mengenai hal  tersebut  mereka akan kesulitan di kemudian hari bila ternyata pengembang tidak menyelesaikan kelengkapan administratifnya.

Salah satu contoh pengembang yang pernah tersandung masalah IMB ini adalah perusahaan property papan atas Agung Podomoro Group. Saat membangun hunian vertikal Kalibata City, proyek ini sempat disegel Suku Dinas Perizinan dan Penertiban (Sudin P2B), Jakarta Selatan selama 1,5 bulan pada 2009, karena tidak memiliki IMB. Para pemilik unit yang sudah membeli di apartemen yang tersebut beruntung, karena akhirnya PT. Pradani Sukses Abadi, anak perusahaan Agung Podomoro Group yang membangun apartemen Kalibata City berhasil mendapatkan izin dan kembali melanjutkan pembangunan hunian di kawasan superblok tersebut.

Masih soal IMB, pada Agustus tahun ini para penghuni apartemen Gateway Ahmad Yani Bandung, yang tergabung dalam Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3SRS) diperkarakan pengembang ke pengadilan dan digugat 1,2 milyar gara-gara meminta informasi mengenai IMB apartemen. Kasus ini bermula saat para penghuni ingin mengetahui informasi mengenai IMB melalui Badan Pelayanan dan Perizinan Terpadu (BPPT) dan Distarcip pada Maret 2016.

Namun kedua insitusi Pemkot Bandung tersebut menolak memberikan salinan isi IMB Gateway Ahmad Yani. Akhirnya, para penghuni apartemen mengadu ke Komisi Informasi Provinsi (KIP) Jabar. Setelah melalui beberapa kali sidang, akhirnya KIP memenangkan P3RSR dan memperbolehkan penghuni mengakses informasi itu. Namun bukannya memberikan informasi yang diminta, Pemkot Bandung malah melayangkan gugatan ke PTUN Mei 2017. Yang menjadi tergugat KIP dan P3RSR.

Anehnya lagi,  pengembang apartemen Gateway Ahmad Yani kemudian juga melayangkan gugatan ke PN Bandung. Pengembang menganggap P3SRS telah melakukan perbuatan melawan hukum dan tidak berhak mendapat informasi tersebut.

Sungguh menjadi tanda tanya besar, ketika para pemilik unit apartemen Gateway yang memang berhak mendapatkan kepastian mengenai IMB justru digugat oleh pengembangnya dengan alasan yang tidak masuk akal.

Otoritas seakan menutup mata pada masalah  yang melibatkan perusahaan pengembang dengan konsumen. Dalam hal ini, pembeli hampir selalu dalam posisi yang dirugikan. Sampai saat ini perseteruan antara pemilik dan pengembang Gateway belum kelihatan ujungnya.

Berkaca dari masalah tersebut, kita kemudian teringat pada mega proyek Meikarta yang dibangun oleh anak perusahaan Lippo Group, PT. Lippo Karawaci Tbk. Perusahaan ini gencar melakukan penjualan melalui pemungutan down payment yang cuma Rp. 2 juta.  Dengan iklan yang super masif di berbagai media massa, Meikarta mengiming-imingi masyarakat akan kemudahan hidup di kota baru yang serba lengkap dan modern.

Dikutip dari situs aptmeikarta.com, pengembang tersebut mengklaim telah menjual lebih dari 129,000 unit apartemen sejak grand launching  pada bulan Agustus 2017. Sementara itu, pemberitaan mengenai pembangunan Meikarta yang belum mempunyai IMD dan masih terganjal masalah Amdal juga genjar beredar di media massa walaupun akhirnya topik tersebut perlahan mulai senyap.

Ratusan ribu orang sudah berinvestasi di Meikarta, seiring  promosi genjar yang dilakukan pengembang ini; jumlah peminatnya pasti akan terus bertambah. Dengan berbagai kelengkapan administratif yang masih bolong-bolong, mungkinkah para pembeli apartemen ini tersandung masalah di kemudian hari? [Reko Alum]

(Reko Alum\P. Hasudungan Sirait)

Share:




Berita Terkait

Komentar