Korupsi Impor Gula, Mantan Bos BUMN Dituntut 4 Tahun Penjara

Gula, tak cuma rasanya yang manis, komoditas ini juga memiliki disparitas harga yang manis sehingga mengundang minat spekulan dan pemburu rente. Tak heran jika kasus korupsi impor gula terus mengemuka, sebab belum ada tindakan yang komprehensif untuk menumpas jejaring mafia di sektor ini. Selain penegakan hukum yang komprehensif dan tegas, pemerintah juga perlu meningkatkan produksi dalam negeri agar tidak terus bergantung impor.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung menuntut mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI, Charles Sitorus, dengan hukuman penjara selama 4 tahun terkait kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Charles Sitorus, yakni pidana penjara selama empat tahun—dikurangi masa tahanan sementara yang telah dijalani—dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan,” ujar jaksa saat pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dikutip Sabtu (5/7/2025), melansir Antara.
Selain itu, jaksa juga menuntut denda sebesar Rp 750 juta. Apabila denda tidak dibayarkan, akan diganti dengan kurungan selama 6 bulan.
Jaksa menilai Charles terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam tindak pidana korupsi bersama-sama pihak lain, termasuk mantan Menteri Perdagangan pada periode 2015–2016, Thomas Trikasih “Tom” Lembong. Oleh karenanya, ia dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan primer dari jaksa.
Jaksa juga mempertimbangkan faktor pemberatan dan peringan dalam tuntutannya. Di satu sisi, perbuatan Charles dinilai merusak upaya pemerintah dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Namun, sebagai faktor yang meringankan, ia dinilai telah mengakui kesalahannya dan belum pernah tersangkut kasus hukum sebelumnya.
Dalam dakwaan, Charles diduga ikut serta dalam skema korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada 2015–2016, yang merugikan negara sebesar Rp 578,1 miliar dan menguntungkan pihak lain senilai Rp 295,15 miliar.
Jaksa mengungkap bahwa Charles tidak menjalankan tugas untuk membentuk cadangan gula nasional serta menetapkan harga gula sesuai Harga Patokan Petani (HPP). Ia juga dipercaya mengabaikan kerja sama dengan BUMN penghasil gula, sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan PT PPI tahun 2016.
Sebaliknya, Charles diduga bekerja sama dengan delapan perusahaan swasta untuk mengatur harga jual gula rafinasi impor kepada PT PPI dan kepada distributor, melebihi HPP. Delapan perusahaan tersebut dipimpin oleh individu seperti Tony Wijaya (PT Angels Products), Then Surianto Eka Prasetyo (PT Makassar Tene), Hansen Setiawan (PT Sentra Usahatama Jaya), Indra Suryadiningrat (PT Medan Sugar Industry), Eka Sapanca (PT Permata Dunia Sukses Utama), Wisnu Hendraningrat (PT Andalan Furnindo), Hendrogiarto Tiwow (PT Duta Sugar International), dan Hans Falita Hutama (PT Berkah Manis Makmur).
Perusahaan-perusahaan ini sebenarnya hanya memiliki izin untuk mengolah gula mentah menjadi gula rafinasi guna industri makanan, bukan untuk mengelola impor gula kristal putih. Namun Charles disebut-sebut telah menyalurkan gula white crystal tersebut melalui distributor pilihan berdasarkan kesepakatan bersama mereka, termasuk Ali Sandjaja Boedidarmo (Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas).
Semua pihak tersebut—Tony, Then Surianto, Hansen, Indra, Eka, Wisnu, Hendrogiarto, Hans, serta Ali Sandjaja—juga telah menjadi terdakwa dalam perkara yang sama.
Komentar