Saham Bahan Baku & Komoditas RI Terdongkrak Ketegangan Israel–Iran

Karyawan melintas di dekat monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta - (ANTARA)
Jakarta, law-justice.co - Serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran bukan hanya memicu kecemasan akan potensi perang yang lebih luas, tapi juga mengguncang pasar global dan mendorong perubahan signifikan di sektor keuangan.
Secara mengejutkan, di tengah kekhawatiran global, pasar saham Indonesia khususnya sektor bahan baku dan komoditas justru mencatatkan kinerja positif. Pada Jumat (13/6/2025), indeks sektor basic material di Bursa Efek Indonesia (BEI) naik 1,19% ke level 1.542.
Sebaliknya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,53% ke posisi 7.166, mencerminkan bahwa kenaikan tersebut bersifat sektoral, bukan menyeluruh.
Kenaikan ini ditopang oleh saham-saham tambang yang melonjak tajam. PT Archi Indonesia Tbk. (ARCI) meroket 23,21% ke Rp550 per saham. PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) naik 4,10% ke Rp3.300, dan PT J Resources Asia Pasifik Tbk. (PSAB) menguat 7%.
Apa penyebabnya?
Jawabannya terletak pada respon pasar terhadap krisis geopolitik. Konflik di Timur Tengah memicu lonjakan harga minyak dan emas di pasar dunia. Wilayah tersebut merupakan kawasan penghasil minyak terbesar dan paling strategis.
Ketika muncul ancaman terhadap stabilitasnya, pasar bereaksi cepat: harga minyak mentah jenis WTI melonjak 9,22% ke US$74,31 per barel, dan Brent naik 9,08%. Sementara itu, harga emas dunia juga terdongkrak 1,238% ke US$3.500 per troy ounce, menandai lonjakan permintaan terhadap aset pelindung nilai (safe haven).
Menurut analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, lonjakan harga emas bukan hal yang mengejutkan. “Emas biasanya naik saat terjadi ketidakpastian global karena dipandang sebagai aset aman. Investor mengalihkan dana ke emas sebagai strategi lindung nilai,” ujarnya.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam kondisi geopolitik yang tegang, pasar tidak hanya bereaksi negatif. Sektor tertentu justru bisa menjadi ladang peluang, terutama yang berkaitan dengan energi, pertambangan, dan komoditas dasar.
Namun penting untuk dipahami bahwa kenaikan ini bersifat jangka pendek dan berisiko tinggi terhadap volatilitas. Jika konflik berlarut-larut, harga komoditas memang bisa terus naik, namun efek sampingnya bisa sangat serius bagi negara pengimpor seperti Indonesia, antara lain dalam bentuk tekanan inflasi, kenaikan subsidi energi, hingga pelemahan daya beli masyarakat.
Dengan demikian, meski ketegangan di Timur Tengah mendorong sektor bahan baku dan komoditas di Indonesia naik, pemerintah dan pelaku pasar perlu tetap waspada. Kebijakan yang cermat dan respons cepat terhadap perubahan global akan menentukan apakah momentum ini menjadi peluang strategis atau justru jebakan ekonomi.
Komentar