Yusril: Perjanjian Helsinki Tak Bisa Jadi Rujukan Kepemilikan 4 Pulau

Senin, 16/06/2025 05:09 WIB
Yusril Ihza Mahendra telah ditunjuk menjadi kuasa hukum kubu Moeldoko yang menggugat AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA). (istimewa)

Yusril Ihza Mahendra telah ditunjuk menjadi kuasa hukum kubu Moeldoko yang menggugat AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA). (istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa Perjanjian Helsinki dan UU Nomor 24 Tahun 1956 tidak dapat dijadikan sebagai rujukan untuk menentukan kepemilikan atas empat pulau yang sedang diperebutkan Aceh dan Sumatra Utara (Sumut).

"Enggak (dapat dijadikan rujukan), jalur Undang-Undang 1956 juga enggak. Kami sudah pelajari hal itu," kata Yusril, Minggu (15/6/2025).

Yusril menjelaskan, dalam UU Nomor 24 Tahun, 1956 tak disebut secara eksplisit soal status kepemilikan dari 4 pulau itu.

Dengan demikian, dia menegaskan, aturan itu tak dapat dijadikan sebagai rujukan.

"Undang-Undang pembentukan Provinsi Aceh tahun 1956 itu tidak menyebutkan status 4 pulau itu ya. Bahwa Provinsi Aceh terdiri atas ini, ini, ini, iya, tapi mengenai tapak batas wilayah itu belom," ucap dia.

Sebelumnya, Wapres ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla atau dikenal JK menyampaikan menyampaikan bahwa keempat pulau yang sedang diperebutkan itu masuk ke wilayah Aceh. Hal itu merujuk pada UU Nomor 24 Tahun 1956 dan Perjanjian Helsinki.

"Mengenai perbatasan itu, ada di Pasal 1.1.4, mungkin bab 1, ayat 1, titik 4, yang berbunyi perbatasan Aceh, merujuk pada perbatasan 1 Juli tahun 1956. Jadi, pembicaraan atau kesepakatan Helsinki itu merujuk ke situ," kata JK dalam konferensi pers di kediamannya di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).

“Apa itu tahun 1956? Di undang tahun 1956, ada undang-undang tentang Aceh dan Sumatera Utara oleh Presiden Sukarno," tambah JK.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar