Sebut Tak Ada Pemerkosaan Massal Mei 98, Fadli Zon Didesak Minta Maaf

Sabtu, 14/06/2025 17:34 WIB
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon. (Parlementaria)

Menteri Kebudayaan, Fadli Zon. (Parlementaria)

Jakarta, law-justice.co - Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang meragukan fakta dan realitas bahwa adanya pemerkosaan massal pada peristiwa kerusuhan Mei 1998 mendapat pertentangan lantaran mengaburkan sejarah dan mengabaikan korban. Koalisi Masyarakat Sipil mendesak politikus Gerindra itu mencabut pernyataannya seraya mengucapkan permohonan maaf secara terbuka kepada publik.

"Pernyataan Fadli Zon menunjukan sikap nirempati terhadap korban dan seluruh perempuan yang berjuang bersama korban," kata Tim Relawan untuk Kekerasan Terhadap Perempuan Ita F. Nadia dalam Konferensi Pers Masyarakat Sipil Melawan Impunitas, mengutip Tempo, Sabtu (14/6/2025).

Nadia mengatakan Fadli Zon telah gagal memahami kekhususan dari kekerasan seksual dibandingkan dengan bentuk-bentuk kekerasan lainnya. Padahal, kata dia, dalam peristiwa yang dinihilkan Fadli itu terdapat pelanggaran luar biasa yakni secara sengaja menyasar, memerkosa, dan menyiksa perempuan beretnis Tionghoa. 

Nadia mengatakan Fadli Zon telah gagal memahami kekhususan dari kekerasan seksual dibandingkan dengan bentuk-bentuk kekerasan lainnya. Padahal, kata dia, dalam peristiwa yang dinihilkan Fadli itu terdapat pelanggaran luar biasa yakni secara sengaja menyasar, memerkosa, dan menyiksa perempuan beretnis Tionghoa. 

Argumen bahwa tidak ada bukti yang sah tentang peristiwa itu, menurut Nadia, merupakan kesalahan yang fatal. Dia memaparkan bahwa peristiwa tersebut telah diakui secara resmi oleh pemerintahan terdahulu dengan dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta oleh Presiden Habibie pada Juli 1998. Insiden itu juga masuk menjadi 1 dari 12 pelanggaran HAM berat yang dicatat oleh Komnas HAM dan diserahkan pada Presiden Joko Widodo. 

Bahkan, Nadia bercerita hingga saat ini sebagian dari korban dan keluarga korban itu masih hidup dengan segala traumanya. "Dua hari lalu seorang korban pemerkosaan yang sekarang domisili di Sydney menelepon saya, dia bertanya apakah saya harus memberikan testimoni?" tutur Nadia mereka ulang percakapannya dengan korban kekerasan 1998. 

Nadia menilai pernyataan Fadli Zon itu semakin mengamini kecurigaan para aktivis yang khawatir proyek penulisan ulang sejarah resmi dijadikan sebagai upaya sistematis untuk menghapus jejak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa orde baru, juga meletigimasi kekuasaan saat ini. 

Oleh sebab itu, selain meminta Fadli Zon mencabut pernyataannya tentang kekerasan pada perempuan hanya sekadar rumor, Nadia bersama Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas lainnya yang terdiri dari berbagai kalangan juga mendeklarasikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah. 

Beberapa di antaranya Koalisi meminta pembatalan pengangkatan Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK). Kemudian menghentikan proyek penulisan “sejarah resmi” Indonesia karena berpotensi mengaburkan fakta sejarah. 

Mereka juga mendesak Jaksa Agung segera menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM terkait kasus-kasus pelanggaran berat HAM, dengan membentuk Tim Penyidik ad hoc sesuai mandat Pasal 21 ayat (3) UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.  

Adapun sebelumnya, dalam wawancara bersama IDN Times, Fadli Zon mengeklaim peristiwa pemerkosaan massal tahun 1998 tidak ada buktinya. 

Menurutnya, peristiwa itu hanya berdasarkan rumor yang beredar dan tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 1998. "Nah, ada perkosaan massal. Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada," ucap Fadli Zon.

Fadli mengaku, pernah membantah keterangan tim pencari fakta yang pernah memberikan keterangan ada pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 98. "Saya sendiri pernah membantah itu dan mereka tidak bisa buktikan. Maksud saya adalah, sejarah yang kita buat ini adalah sejarah yang bisa mempersatukan bangsa dan tone-nya harus begitu," ujar Fadli Zon.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar