DR.Ir. Sugiyono, MSI, Peneliti Indef
Kisruh Keabsahan Ijazah

Usai Gelar Doktor Bahlil, Publik Pertanyakan Ijazah Jokowi & Fufufafa. (Kolase dari berbagai sumber).
Jakarta, law-justice.co - Berawal dari putusan nomor 319/Pid.Sus/2022/PN Skt. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta tersebut menyatakan bahwa Bambang Tri Mulyono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbuatan dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, secara bersama-sama.
Kemudian terdakwa Bambang Tri Mulyono dijatuhi pidana penjara enam tahun.
Para penasihat hukum Bambang Tri Mulyono pada sidang Pengadilan Negeri Surakarta tersebut di atas adalah Eggi Sudjana, Ahmad Khozinudin, Juju Purwantoro, Damai Hari Lubis, dan kawan-kawan. Kemudian buku Jokowi Undercover 2 dinyatakan tidak didukung oleh data valid pada badan otoritas ke pihak sekolah SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi.
Buku tersebut selanjutnya pernah dilarang beredar oleh kepolisian, karena isinya mengandung berita yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan keresahan dan keonaran di masyarakat. Berdasarkan putusan pengadilan terhadap buku tersebut harus dirampas untuk dimusnahkan.
Selanjutnya terdakwa Bambang Tri Mulyono yang menyampaikan di media sosial bahwa ijazah SD, SMP, dan SMA Joko Widodo adalah palsu berdasarkan Putusan Nomor 272/Pid.Sus/2023/PT SMG.
Putusan pengadilan tingkat banding tersebut menyatakan terdakwa Bambang Tri Mulyono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak turut serta menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian individu.
Terdakwa Bambang Tri Mulyono dijatuhi pidana penjara selama empat tahun dan denda empat ratus juta Rupiah.
Kemudian kekalahan Eggi Sudjana dan Ahmad Khozinudin dan kawan-kawan sebagai penasihat hukum Sugi Nur Rahardja pada Pengadilan Tinggi Semarang berdasarkan Putusan Nomor 272/Pid.Sus/2023/PT SMG, juga kembali terkesan menjadi inspirasi untuk senantiasa ingin agar Joko Widodo senantiasa menunjukkan ijazah-ijazahnya kepada publik secara terbuka, bukan hanya dalam persidangan-persidangan pidana dan perdata.
Hal itu, karena Eggi Sudjana dan Ahmad Khozinudin terkesan tetap meyakini bahwa Joko Widodo sama sekali tidak pernah mempunyai ijazah-ijazah yang sah, sekalipun keduanya kembali terkesan telah kalah dalam Pengadilan Negeri Surakarta berdasarkan Putusan Pengadilan Nomor 319/Pid.Sus/2022/PN Skt.
Putusan Nomor 272/Pid.Sus/2023/PT SMG menyatakan bahwa Sugi Nur Raharja alias Gus Nur terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan.
Terdakwa Sugi Nur Raharja dijatuhi hukuman selama empat tahun dan denda sebesar empat ratus juta Rupiah.
Sementara itu perkara gugatan Bambang Tri Mulyono, Muslim Arbi, Hatta Taliwang, Rizal Fadillah, dan Taufik Bahaudin pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan Putusan Pengadilan Nomor 610/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst menyatakan Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara.
Tim kuasa hukum penggugat antara lain adalah Eggi Sudjana, Azam Khan, Kurnia Tri Royani, Djuju Purwantoro, Damai Hari Lubis, dan kawan-kawan.
Persoalannya kemudian adalah beberapa kuasa hukum tersebut di atas muncul dalam kegiatan organisasi bernama Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). Organisasi yang tidak berbadan hukum dan tidak terdaftar dalam AHU.
Beberapa nama terlihat muncul dalam kegiatan TPUA, antara lain adalah Eggi Sudjana, Ahmad Khozinudin, Djuju Purwantoro, Damai Hari Lubis, Rizal Fadillah, Azam Khan, dan Kurnia Tri Royani.
Kemudian Roy Suryo di sebuah stasiun televisi mengaku bukanlah bagian dari TPUA yang menyampaikan pengaduan masyarakat (Dumas) ke Bareskrim Polri.
Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma selanjutnya rajin menggunakan argumentasi penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sebuah metodologi ilmiah untuk senantiasa membuktikan bahwa ijazah dan skripsi sarjana Joko Widodo diduga palsu, sekalipun persoalan tuduhan penggunaan ijazah palsu, maupun fitnah dan pencemaran nama baik merupakan domain delik pidana hukum.
Dalam hal ini, penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi sesungguhnya bukanlah pembantah atau pun pengecualian terhadap perkara hukum pidana, jika publikasi ijazah palsu dan skripsi palsu diujikan pada ijazah dan skripsi yang sah.
Persoalannya adalah Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma sama sekali tidak pernah sekalipun melakukan pengujian ilmiah terhadap ijazah dan skripsi yang sah, sebagaimana semua bukti penjelasan yang disampaikan pada media televisi arus utama dan YouTube.
Gagasan mengungkap kepalsuan-kepalsuan tersebut terkesan sangat kuat merupakan perpanjangan aspirasi dari TPUA yang telah terbukti kalah dalam putusan-putusan persidangan tersebut di atas, walaupun TPUA senantiasa menyatakan tidak pernah kalah dalam setiap persidangan di atas, melainkan menyatakan terjadi framing bahwa Joko Widodo senantiasa menolak menunjukkan ijazah kepada publik secara luas.
Pernyataan TPUA tetap senantiasa diberikan, sekalipun Joko Widodo telah terbukti berpraktik menunjukkan ijazah asli yang sah kepada Polda Metro Jaya, penyelidik Bareskrim Polri, dan para wartawan yang berkunjung ke rumahnya, maupun pengumuman dari Puslabfor Polri tentang keidentikan ijazah Joko Widodo.
Keabsahan ijazah Joko Widodo telah dinyatakan oleh para pejabat kepala-kepala sekolah SD, SMP, SMA, dan keabsahan ijazah sarjana oleh para pejabat tinggi pimpinan Universitas Gadjah Mada. Demikian pula berdasarkan putusan-putusan pengadilan tersebut di atas.
Meskipun demikian, tetap saja terjadi Pengadilan Sleman, Pengadilan Surakarta; dan permintaan gelar perkara khusus Bareskrim atas permintaan TPUA.
Ketiga permintaan proses pengadilan tersebut tetap dimajukan, sekalipun justru terjadi delik aduan oleh Joko Widodo tentang perbuatan fitnah dan pencemaran nama baik dengan menggunakan banyak bukti fisik.
Sementara itu pengadu TPUA Eggi Sudjana telah dua kali panggilan klarifikasi tidak hadir di Bareskrim Polri dengan menggunakan surat keterangan sakit kanker usus di Malaysia.
Berdasarkan semua informasi tersebut di atas, sesungguhnya bola keabsahan ijazah dan skripsi sarjana, maupun ijazah-ijazah sebelumnya terkesan amat sangat bergantung kepada ketegasan dari para penegak hukum, yaitu penyelidik. Yang jika berlanjut kemudian bergantung pada penyidik.
Jika sudah masuk dalam persidangan bergantung kepada jaksa penuntut dan hakim untuk secara jernih dan lebih tegas dalam mengambil keputusan. Setegas penyelidik Bareskrim yang telah mengumumkan keidentikan ijazah sarjana Joko Widodo.
Demikian pula dengan atasan dari penyelidik untuk mengambil keputusan konkret tentang ketidakhadiran Eggi Sudjana sebagai pengadu utama Dumas yang kehadirannya tidak dapat diwakilkan dan tertunda-tunda, maupun terhadap permintaan tentang gelar perkara khusus.
Komentar