Nawaitu Redaksi
PDIP Meradang, Budi Arie Bawa Nama Budi Gunawan & PDIP Soal Judol

Ilustrasi: Ruang operasional judi online. (bing)
Isu judi online (judol) kembali menjadi sorotan publik setelah muncul pernyataan kontroversial dari Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, yang diduga menyebut keterlibatan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan, dalam praktik yang melanggar hukum tersebut.
Sebagaimana dikutip law-justice, 27-05-2025 , ramai di media sosial adanya rekaman suara yang diduga Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi berbicara mengenai judi online (judol).Dalam rekaman itu, Ketua Relawan Pro Jokowi (Projo) itu membawa-bawa nama Menko Polkam Budi Gunawan dan PDIP dalam pusaran kasus judol di Indonesia.
Pernyataan tersebut sontak menimbulkan kegaduhan di ruang publik, memunculkan berbagai spekulasi, dan memantik reaksi keras dari sejumlah pihak. Bahkan dikabarkan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri merasa tersinggung dengan ucapan Budi Arie Setiadi yang menuding partai banteng terlibat dalam kasus judi online.
Alhasil, pernyataan tersebut tidak hanya berimplikasi pada ranah hukum dan politik, tetapi juga berpotensi memengaruhi stabilitas internal partai politik dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.
Dalam konteks tersebut, muncul sejumlah pertanyaan krusial yang perlu dikaji secara kritis dan mendalam, baik dari sisi legalitas pernyataan tersebut, dampak politis yang ditimbulkan, hingga potensi pengungkapan jaringan bisnis judol yang selama ini terkesan sulit disentuh hukum.
Apakah pernyataan Budi Arie yang menyebut PDIP dan Budi Gunawan terlibat judi online (judol) memiliki dasar hukum atau sekadar manuver politik?. Sejauh mana dampak tuduhan Budi Arie yang menyebut PDIP dan Budi Gunawan terlibat judol berimbas terhadap citra dan stabilitas internal PDIP?. Apakah tuduhan Budi Arie yang menyebut PDIP dan Budi Gunawan terlibat (judol akan membuka tabir perlindungan terhadap bisnis judol yang masih marak terjadi?
Fakta Hukum atau Manuver Politik ?
Pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, yang mengaitkan keterlibatan PDIP dan Kepala BIN Jenderal (Purn) Budi Gunawan dalam pusaran praktik judol, telah memantik gelombang reaksi dari berbagai pihak. Pertanyaan utama yang muncul dari pernyataan ini adalah: apakah tudingan tersebut didasari oleh bukti hukum yang kuat atau hanya merupakan manuver politik semata?
Dalam menelaah pernyataan tersebut, penting untuk pertama-tama meninjau dari sudut pandang hukum. Dalam sistem hukum Indonesia, sebuah tuduhan terhadap individu atau institusi, apalagi yang memiliki kedudukan tinggi dalam negara, haruslah disertai dengan alat bukti yang sah dan dapat diuji secara transparan dalam kerangka hukum.
Sampai saat ini, belum ada data resmi, dokumen hukum, atau putusan pengadilan yang secara eksplisit menunjukkan bahwa PDIP maupun Budi Gunawan memiliki keterkaitan langsung dalam jaringan judi online yang menjadi sorotan publik. Oleh karena itu, secara legal-formal, pernyataan tersebut belum memenuhi unsur pembuktian hukum.
Selain itu, dalam konteks hukum pidana, asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) menjadi pilar utama dalam menilai suatu tuduhan. Maka, tanpa proses investigatif resmi dari lembaga penegak hukum dan tanpa penyampaian bukti yang konkret kepada publik, pernyataan Budi Arie berisiko melanggar prinsip tersebut, serta membuka peluang terhadap delik pencemaran nama baik dan fitnah.
Di sisi lain, bila dianalisis dari perspektif politik, pernyataan ini dapat dilihat sebagai bentuk manuver yang sarat kepentingan. Konteks politik nasional saat ini sangat dinamis, terutama menjelang masa transisi kekuasaan dan dinamika internal partai-partai besar. PDIP, sebagai partai penguasa selama dua periode terakhir, tengah menghadapi tantangan dalam menjaga kohesi internal dan citra eksternal.
Budi Gunawan, sebagai figur penting di balik layar dan mantan kepala lembaga intelijen yang sekarang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) di kabinet Merah Putih, juga sering dikaitkan dengan berbagai kalkulasi politik tingkat tinggi.
Pernyataan dari Budi Arie, yang juga merupakan kader partai dan pejabat tinggi negara, bisa jadi merupakan bagian dari strategi politik tertentu baik untuk melemahkan posisi lawan politik, mengalihkan isu publik, maupun untuk memperkuat posisinya sendiri dalam pemerintahan yang sedang berjalan atau dalam peta kekuasaan ke depan. Tidak jarang dalam sejarah politik Indonesia, tuduhan-tuduhan besar dilemparkan ke publik tanpa kejelasan pembuktian, sebagai bagian dari taktik “perang opini” dan pembentukan persepsi.
Namun demikian, tanggung jawab seorang pejabat negara adalah menjaga akurasi informasi dan integritas komunikasi publik. Pernyataan yang bersifat tuduhan seharusnya disampaikan berdasarkan data yang telah diverifikasi dan melalui mekanisme hukum, bukan dalam bentuk opini bebas yang dilemparkan ke ruang publik. Bila hal ini tidak dijaga, maka bukan hanya kredibilitas individu yang dipertaruhkan, melainkan juga kredibilitas institusi negara secara keseluruhan.
Dengan demikian, berdasarkan analisis dari aspek hukum dan politik, dapat disimpulkan bahwa pernyataan Budi Arie tampaknya lebih condong kepada manuver politik ketimbang didasarkan pada bukti hukum yang konkret. Dalam situasi yang penuh dinamika seperti sekarang, publik perlu bersikap kritis dan menuntut transparansi, agar demokrasi kita tidak ternoda oleh wacana-wacana yang belum teruji kebenarannya.
Implikasi Sebuah Tuduhan
Tuduhan yang dilontarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, mengenai dugaan keterlibatan PDIP dan Kepala BIN, Budi Gunawan, dalam praktik perjudian online (judol), telah menimbulkan gelombang besar di panggung politik nasional. Pernyataan tersebut, meskipun belum didukung oleh bukti konkret di ruang publik, langsung menyulut kontroversi luas dan mengguncang fondasi kepercayaan publik terhadap salah satu partai politik terbesar di Indonesia.
Sejak tuduhan itu mencuat, citra PDIP sebagai partai yang selama ini dikenal menjunjung tinggi nilai-nilai nasionalisme dan integritas mulai dipertanyakan. Media sosial mulai dipenuhi dengan spekulasi, meme sindiran, hingga kecaman dari berbagai pihak. Bagi sebagian masyarakat, nama besar PDIP tak lagi lepas dari bayang-bayang isu judi online. Padahal, selama ini PDIP secara tegas menolak segala bentuk penyimpangan moral dan hukum, termasuk perjudian.
Dampak tuduhan tersebut tidak hanya terasa di luar, tapi juga merembes ke dalam tubuh PDIP sendiri. Kabarnya ketegangan mulai muncul di antara kader-kader partai yang merasa dirugikan oleh narasi negatif yang berkembang. Beberapa faksi internal mulai bersilang pendapat, antara yang menginginkan langkah hukum tegas terhadap Budi Arie dan pihak yang lebih memilih penyelesaian diplomatik demi menjaga hubungan lintas kekuasaan. Polarisasi ini menimbulkan kegaduhan internal yang mengancam stabilitas partai menjelang momentum politik penting ke depan.
Nama Budi Gunawan, yang memiliki posisi strategis dan kedekatan historis dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, turut menjadi fokus perhatian. Tuduhan terhadapnya bukan hanya merusak reputasi pribadi, tetapi juga menyeret nama institusi ke dalam pusaran kontroversi. Hal ini tentu berpotensi mengganggu koordinasi antara partai dan lembaga strategis negara, yang selama ini berjalan secara harmonis dalam menjaga stabilitas nasional.
Reaksi dari elite PDIP pun bermunculan. Beberapa tokoh senior partai menyayangkan tuduhan yang dianggap sembrono dan tanpa dasar. Mereka menilai bahwa langkah Budi Arie telah melampaui batas kewenangannya sebagai menteri, serta mencederai prinsip etika politik.
Secara keseluruhan, tuduhan ini telah menciptakan badai politik yang mengganggu tatanan internal PDIP. Oleh karena itu Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDIP) menyatakan bahwa bakal melaporkan Menteri Koperasi (Menkop RI), Budi Arie Setiadi ke pihak berwajib setelah diduga mencatut PDIP dan Menkopolkam Budi Gunawan dalam pusaran kasus judi online (Judol).
Juru Bicara DPP PDIP, Guntur Romli menegaskan bahwa pihaknya selaku partai sangat keberatan dengan apa yang disampaikan Budi Arie tersebut.Guntur juga menjelaskan, apa yang disampaikan Budi merupakan fitnah.Sehingga, membuat marah seluruh kader partai berlambang banteng moncong putih tersebut. "Kami akan mengambil langkah hukum terhadap fitnah yang dilontarkan Budi Arie karena ini terkait dengan muruah terkait dengan nama baik partai yang difitnah oleh Budi Arie," kata Guntur saat ditemui di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/5/2025)."Kami akan segera melaporkan Budi Arie kepada pihak yang berwajib," ucapnya.
Dengan adanya kejadian tersebut menjadi pengingat bahwa tuduhan yang disampaikan secara terbuka oleh pejabat negara tanpa disertai data yang valid bukan hanya dapat merusak kredibilitas individu atau institusi yang dituduh, tetapi juga bisa mengguncang tatanan politik nasional secara lebih luas.
Dalam sistem demokrasi yang sehat, asas kehati-hatian, transparansi, dan tanggung jawab menjadi sangat penting dalam setiap pernyataan yang dilontarkan pejabat publik. Jika tidak, maka yang akan dirugikan bukan hanya individu atau partai tertentu, melainkan juga kepercayaan publik terhadap sistem politik itu sendiri.
Membuka Tabir Beking Judol ?
Tuduhan Budi Arie bukan hanya menggemparkan publik, tapi juga berpotensi membuka lembaran baru dalam dinamika politik dan penegakan hukum di Indonesia terutama dalam hal siapa sebenarnya yang melindungi praktik ilegal ini sehingga terus berkembang pesat meski telah dilarang.
Jika tuduhan ini terbukti benar atau bahkan hanya sebagian saja mengandung kebenaran, maka pernyataan Budi Arie bisa menjadi titik balik yang sangat penting dalam pengungkapan tabir perlindungan terhadap bisnis judi online. Perjudian online di Indonesia bukan sekadar soal kejahatan digital ia adalah masalah sosial dan ekonomi yang kompleks, melibatkan jaringan yang luas mulai dari pelaku teknis di lapangan hingga figur-figur elite yang memiliki akses pada kekuasaan dan otoritas.
Pernyataan dari seorang menteri tentu tidak bisa dianggap angin lalu. Ia membawa bobot politik dan hukum yang besar. Dalam sistem pemerintahan yang hirarkis, tudingan semacam ini mencerminkan ketegangan atau bahkan potensi konflik di antara elit politik dan institusi negara.
Kita tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan bahwa bisnis judol, yang konon meraup triliunan rupiah setiap tahunnya, tak mungkin bisa berkembang tanpa adanya `pembiaran` atau bahkan perlindungan dari oknum tertentu. Maka, ketika tudingan itu diarahkan kepada partai politik besar dan pejabat tinggi intelijen, wajar jika publik bertanya: benarkah selama ini ada kekuatan besar yang bermain di balik layar, menjaga eksistensi judi online demi keuntungan politik atau ekonomi?
Namun, narasi ini tentu harus dijalani dengan hati-hati. Tuduhan harus dibuktikan, bukan sekadar dijadikan alat untuk menyerang secara politis. Jika tidak, maka ia hanya akan menjadi api yang menghanguskan kepercayaan publik terhadap institusi negara, tanpa membawa hasil konkret apa pun. Yang dibutuhkan adalah penyelidikan yang transparan, independen, dan menyeluruh dengan keberanian untuk menyeret siapa pun yang terlibat, tak peduli jabatan atau pengaruh politiknya.
Apakah tudingan ini akan membuka tabir perlindungan terhadap bisnis judol? Jawabannya bergantung pada tindak lanjut yang dilakukan. Jika ini menjadi pemicu investigasi serius, maka ini adalah awal dari pembersihan besar-besaran terhadap jaringan judi online dan para pelindungnya. Namun, jika tudingan ini malah dibungkam atau dibelokkan menjadi isu politik semata, maka tabir itu justru akan semakin tebal, dan publik akan kembali terjebak dalam siklus kecurigaan dan ketidakpercayaan.
Pada akhirnya, publik menunggu lebih dari sekadar pernyataan. Mereka menanti keberanian negara untuk berdiri tegak melawan kejahatan terorganisir, meskipun itu berarti harus melawan kekuatan dari dalam dirinya sendiri. Pernyataan Budi Arie, seberapa pun kontroversialnya, telah membuka celah. Kini tinggal bagaimana celah itu dijadikan pintu menuju keadilan, atau justru kembali ditutup oleh kompromi politik dan kepentingan kekuasaan.
Komentar