Pernah Ditolak MK, Kemnaker Bakal Evaluasi Syarat Batas Usia Pelamar

Ilustrasi pekerja. Konteks: Aktifitas pekerja di kawasan industri Morowali. (Liputan 6)
Jakarta, law-justice.co - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menuturkan aturan batas usia pelamar pekerjaan bakal dievaluasi. Ini demi tidak menimbulkan polemik berlanjut yang berpotensi kuat merugikan kelas pekerja yang berusia di atas 30 tahun.
Nantinya, evaluasi ihwal batas usia pelamar pekerjaan bisa pada opsi penghapusan. Menaker mengatakan jika usulan itu sudah dikaji, maka pihaknya akan membuat regulasi berupa imbauan dan/atau surat edaran (SE).
"Insya Allah akan kita respons segera dengan suatu imbauan dan SE," kata Menaker di Jakarta, Sabtu (24/5/2025), mengutip Antara.
Namun, ia masih belum memastikan kapan SE tersebut akan diterbitkan. Terkait syarat-syarat untuk rekrutmen dan penerimaan kerja lainnya, Yassierli mengatakan pemerintah melalui Kemnaker juga telah membuat imbauan, salah satunya adalah tentang pelarangan penahanan ijazah oleh pemberi kerja.
Adapun Surat Edaran (SE) Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 tentang Larangan Penahanan Ijazah dan/atau Dokumen Pribadi Milik Pekerja/Buruh oleh Pemberi Kerja diterbitkan menyusul banyaknya praktik penahanan ijazah di berbagai perusahaan dan sudah terjadi dengan periode yang lama di Indonesia.
"Dengan posisi yang lebih lemah dari pemberi kerja, pekerja tidak bisa mendapatkan ijazahnya yang ditahan. Hal ini berpotensi bagi pekerja semakin terbatas mendapatkan pekerjaan lain yang lebih baik, membuat tertekan, sehingga berdampak pada produktivitasnya," kata Yassierli.
Adapun Mahkamah Konstitusi (MK) sempat menolak permohonan Perkara Nomor 35/PUU-XXII/2024 mengenai pengujian materiil Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Menurut Pemohon, pasal yang diuji tersebut membuka pintu bagi potensi diskriminasi karena pemberi kerja dapat memilih tenaga kerja berdasarkan kriteria yang tidak relevan dan diskriminatif seperti usia, jenis kelamin, atau etnis.
“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo bersama dengan delapan hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan putusan/ketetapan pada Selasa (30/7/2024).
Dalam pertimbangan hukum Mahkamah, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan, hak asasi manusia dikatakan sebagai tindakan diskriminatif apabila terjadi pembedaan yang didasarkan pada agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik. Dengan kata lain, batasan diskriminasi tersebut tidak terkait dengan batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan.
“Sehingga menurut Mahkamah tidak terkait dengan diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan,” kata Arief.
Komentar