Hindari Potensi Krisis Multidimensi, Beranikah Prabowo Melepas Bayang-bayang Jokowi?
6 Bulan Prabowo, Cawe-cawe Jokowi dan Siasat Matahari Kembar

Ilustrasi. (Foto: Antara)
law-justice.co - Enam bulan setelah pelantikan sebagai pasangan Presiden – Wakil Presiden, pada 20 Oktober 2024, kepemimpinan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka tampak belum bisa efektif bekerja. Sejumlah indikator masih menunjukkan mengecewakan. Di sektor ekonomi, bahkan, mendung tebal membayang. Bayang-bayang presiden sebelumnya, Joko Widodo, dituding sebagai asbab. Beranikah Prabowo lepas dari bayang-bayang Jokowi?
Awal April, situasi moneter Indonesia sempat mencekam. Betapa tidak, tekanan terhadap rupiah yang telah menyentuh level terendah sepanjang sejarah harus mendapat perhatian otoritas moneter dan fiskal Indonesia. Berdasarkan data e-Rate USD BCA, tercatat bahwa kurs beli dolar pada 7 April 2025 pukul 07:10 WIB menembus angka Rp 16.950, tertinggi dalam rentang waktu yang tersedia. Kurs jual pun melonjak menjadi Rp 16.600, meningkat Rp 60 dari hari sebelumnya.
Bagi Anthony Budiawan, indikator ini sudah masuk tahap mencemaskan. Managing Director PEPS menilai, kenaikan harga dolar melampaui angka Rp17 ribu ini memiliki dampak berantai yang mengkawatirkan. “Terutama untuk sektor swasta yang memiliki hutang dalam bentuk dolar. Setiap kenaikan nilai dolar, berarti utanya akan bertambang akibat selish kurs,” ujarnya.
Bagi pemerintah, hal lebih mencekam pun bisa terjadi. Defisit yang terjadi dua bulan berturut-turut di Februari dan Maret, akan semakin lebar jika nilai dolar terus melambung. Menurut Anthony, satu-satunya cara menekan defisit APBN saat ini hanya mengurangi belanja. “Sebab potensi untuk meningkatkan pendapatan masih belum jelas, perolehan pajak pun masih jauh dari targer,” ujarnya saat ditemui law-justice, Sabtu (19/4/2025).
Anthony Budiawan, Managing Director PEPS. (law-justice)
Dia menuding, kemerosotan ekonomi ini akibat warisan pemerintahan sebelumnya. Hutang luar negeri selama 10 tahun pemerintahan Jokowi menurutnya meningkat hingga Rp 6000 triliun. Dalam buku APBN KiTa edisi Agustus 2024, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan jumlah utang pemerintah mencapai Rp 8.502,69 triliun per 31 Juli 2024. Utang itu mencakup surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 7.462,25 triliun atau sekitar 87,76 persen dan pinjaman sebesar Rp 1.040,44 triliun atau 12,24 persen. “Sementara Jokowi menerima warisan hutang dari Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY sebesar Rp 2.608,7 triliun,” ujar Anthony.
Dia juga menyinggung Kabinet Prabowo yang masih diisi orang-orang Jokowi. Dari 46 Menteri di Kabinet Prabowo, sejumlah 17 orang merupakan menteri dan wamen di Kabinet Jokowi. Demikian juga tim ekonomi prabowo pun masih diisi oleh orang-orang Jokowi. “Mulai dari Menko Perekonomian, Menteri Perindustrian hingga Menteri Keuangan, masih orang lama. Padahal, tidak ada yang istimewa dari kinerja mereka,” ujarnya.
Sinyalemen dari Anthony ini tampaknya serupa dengan pembacaan ekonom Ferry Latuhihin. Ferry yang pernah menjadi Tim Pakar Prabowo, menilai situasi perekonomian sudah mengkhawatirkan. Dia bahkan memprediksi, jika tidak ada koreksi dalam kebijakan ekonomi, dia bisa memastikan dolar AS bisa menembus angka Rp 20 ribu per 1 dolar AS. Dia mengkahwatirkan rating negara kita atau rating utang negara kita. Kalau sampai di-downgrade, kepercayaan investor akan luntur. “Bulan Juni ini sejumlah lembaga akan merilis rating negara kita, kalau sampai turun, bisa bahaya. souvereign rating kita juni nanti bisa didowngrade. Dollar bisa ngacir ke 20 ribu tuh,” ujarnya.
Menyikapi hal ini, kedua ekonom ini memiliki jalan keluar yang serupa. Baik Anthony maupun Ferry menilai, Prabowo harus berani mengubah konsep ekonominya dan mengurangi belanja-belanja. Terutama untuk pembiayaan program-program ultra populis yang menyedot banyak dana APBN. Selain itu, Anthony menambahkan urgensi untuk mengintensifkan penanganan pemberantasan korupsi dan penegakkan hukum. Sebab, keduanya sangat berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi. Sebab, salah satu hambatan invetasi adalah maraknya korupsi dan lemahnya kepastian hukum.
Hukum dan Politik, Sama Suramnya
Selain sektor politik, sektor hukum dan politik menjadi salah satu perbincangan publik. Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari, menilai kinerja enam bulan pemerintahan Prabowo Subianto penuh dengan tanda tanya. Alih-alih menunjukkan progresifitas dalam soal kebijakan, tetapi yang terjadi membawa masalah bagi stabilitas nasional dari segala aspek. Mulai dari bagaimana urusan birokrasi hingga bagaimana supremasi hukum yang tampak berjalan tak sebagaimana mestinya.
Kata Feri, setidaknya ada lima otoritas atau kewenangan Presiden Prabowo Subianto yang layak mendapat kritikan tajam. Pertama ihwal masalah birokrasi. Menurutnya, birokrasi pemerintahan Prabowo tidak kondusif. Hal ini bisa dilihat dari bagaimama dinamika dari para individu yang mengisi pos jabatan menteri di kabinet Prabowo. Semisal pada awal pemerintahannya dalam menyikapi polemik pagar laut di Tangerang Utara terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) II.
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari. (Tangkapan Layar Film Dirty Vote)
Dia merujuk pada perbedaan pendapat yang datang dari seorang Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, yang bilang bahwa pembongkaran pagat laut tak perlu dilakukan. Padahal, komando Prabowo jelas mengarahkan pembongkaran setelah hebohnya penamapakan sekian kilometer pagar laut di sejumlah perairan Kabupaten Tangerang. "Soal birokrasi, ada apa di kabinet. Ketika Menteri KKP berbeda sudut pandang dengan presiden. Apakah ada kuda troya di dalam kabinet yang menyisakan kerja-kerja Jokowi yang berbeda dengan prabowo?" kata Feri kepada Law-justice, Kamis (17/4/2025).
Beralih ke poin otoritas presiden dalam pembuatan Undang-undang. Feri menilai sejak masa awal menjabat, Prabowo tidak patuh akan konstitusi. "Dari hari pertama, saya sudah mengkritik presiden. Alasannya sederhana, pak sekretaris kabinet itu melanggar etikanya terhadap UU TNI karena tidak diperkenankan prajurit aktif menjabat jabatan ini," kata dia.
"Di hari pertama pembentukan kabinet, bagaimana seorang presiden tidak menghormati UU yang ada. UU juga dijadikan alat untuk memperlebar isi kabinet," imbuhnya.
Lain itu, revisi UU TNI juga bukan tanpa masalah. Proses pembahasan yang serba tertutup menjadi preseden buruk yang menunjukan niatan atau kepentingan revisi beleid hukum itu. "Ada revisi yang tiba-tiba tanpa adanya naskah akademik yang komprehensif. Pembentukan UU sarat akan masalah jadinya," ucap dia.
Polemik revisi UU TNI lantas menimbulkan gerakan massa. Namun, pemerintahan Prabowo tidak bisa mencerminkan prinsip pemaksaan akan terciptanya keadilan yang menjadi satu di antara otoritas seorang presiden. Represifitas aparat penegak hukum saat bersinggungan dengan aksi massa menjadi bukti nyata. "Di sisi lain penegakan supremasi hukum problematik juga. Artinya bisa dilihat bagaimana keberpihkan presiden dalam menyikapi sipil mengemukakan hak bereskpresi dan berpendapatnya," ungkap Feri.
Masalah diplomasi dalam soal hubungan luar negeri pun disoroti Feri. Dia menekankan komunikasi berbahasa asinf Prabowo tak perlu diragukan. Namun tindakan atau sikap menyikapi isu politik luar negeri dan geopolitik patut dipertanyakan. Dia mencontoh kesepakatan China dan Indonesia dalam isu sembilan garis putus atau Nine Dash Line Cina, yang beririsan dengan kedaulatan Indonesia di perairan Natuna. "Dia salah langkah sampai harus diperbaiki pernyataannya soal perbatasan teritori dengan China, tapi toh tidak menyelasaikan masalah. Jadi dari sejumlah kewenangan muncul banyak tanda tanya soal apakah prabowo mampu menyiapkan kabinetnya untuk kerja 5 tahun ke depan. Karena langkah awal sangat menentukan," kata dia.
Ubedilah Badrun, analis politik dari Universitas Negeri Jakarta, mengatakan relasi Prabowo dan Jokowi dalam kondisi yang tarik-menarik kepentingan. Pertemuan antara Prabowo dan Megawati bisa dianggap sebagai manuver presiden untuk memulai memudarkan pengaruh Jokowi dalam pemerintahannya. "Bisa saja Prabowo menggunakan relasi tidak baik PDIP dengan Jokowi sebagai strategi politik," kata Ubedilah kepada Law-justice, Jumat (18/4).
Kata Ubedilah, Prabowo kemungkinan sudah merancang manuver politik untuk terbebas dari bayang-bayang Jokowi. Melalui PDIP, Prabowo bisa mengorek rekam jejak kelam Jokowi sembari membangun preseden politik yang menegaskan Prabowo berkawan dengan musuh politik Jokowi. "Posisi tawar PDIP sampai saat ini kan masih lemah sehingga Prabowo masuk yang bisa saja dengan kepentingan menegasikan kepentingan politik Jokowi di masa kekuasaannya kini. Ke depan bisa saja PDIP masuk rezim dengan sejumlah pos jabatan," kata dia.
Rekam jejak kelam Jokowi, kata Ubedilah, penting dibongkar sebagai harga tawar agar Jokowi tidak bisa menancapkan pengaruhnya lagi di kekuasaan Prabowo. Dia merujuk sejumlah potensi kasus yang sebenarnya bisa jadi pintu mengeluarkan Jokowi.
Ubedilah Badrun analis politik dari Universitas Negeri Jakarta. (Caritau)
Menurut Ubed, korupsi di lingkaran keluarga Jokowi sudah makin terang benderang. Kian terang yang dia maksud terkait dugaan korupsi lain yang melibatkan entitas bisnis Kaesang-Gibran di sektor minuman dan makanan. Katanya, ada dugaan aliran dana secara menyimpang masuk ke lini bisnis GK Hebat, yang dimiliki Kaesang-Gibran. Penyokongnya grup Sinar Mas melalui salah satu anak dari mantan direktur korporasi sawit itu. Sehingga, katanya, KPK mesti melakukan penyelidikan. “Apalagi kelindan korupsinya melibatkan perusahaan seperti Wilmar di Persis Solo. Polanya ini lama. Jadi tidak hanya satu perusahaan, tapi di perusahaan lain. Ini masih dalam konteks perusahaan sawit. Itu bisa saja gratifikasi sama seperti di Sinar Mas. Dan harusnya putra-putra presiden itu bisa jadi tersangka,” kata Ubed.
Kata Ubed, pola samanya adalah adanya gratifikasi dari korporsai yang ingin mendapat kepentingan. Dari gratifikasi yang masuk ke bisnis Kaesang-Gibran ini, korporasi hendak mendapat previlege dari Jokowi. “Jadi dugaan gratifikasi dari Wilmar ke Persis ini semakin memperkuat kasus sebelumnya yang saya laporkan terkait Sinar Mas,” ucapnya.
“Apalagi kalau polanya sama. Karena bisa jadi ada kepentingan sehingga ada gratifikasi dan TPPU. Ada uang haram yang transit di situ. Ini semua terjadi saat Jokowi menjadi presiden sehingga tidak bisa Kaesang-Gibran berbisnis dan berpolitik kalau tidak ada tangan dari bapaknya,” ia menambahkan.
Keterlibatan Wilmar menjadi sponsor Persis Solo, diduga juga dari dana Badan Pengelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)—lembaga non-pemerintah yang mengurusi dana perkebunan kelapa sawit yang kini fokusnya pada produksi energi biodiesel. Kata Ubed, dana dari BPDPKS yang dijatah ke sejumlah korporasi termasuk Wilmar, bisa saja mengalir ke Persis Solo, seiring Sania—produk Wilmar yang menjadi sponsor klub sepak bola itu.
“Itu bentuk dari penyimpangan. Kok masuk ke Persis solo dana BPDPKS-nya. Bisa juga ada trading of influence. Jadi mentang-mentang anak presiden, dan presiden menggunakan posisi itu, sehingga bisa cair dananya,” ucap Ubed.
Kata dia KPK mestinya memanggil pihak korporasi, Kaesang dan Gibran untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi terkait dugaan penyimpangan dana di BPDPKS yang dimiliki Wilmar maupun dugaan gratifikasi dari Sinar Mas. “Ini momentumnya pas untuk pemberantasan korupsi. karena ini di lingkar istana. Kalau KPK tidak melakukan penyelidikan maka ini menjadi preseden buruk yang bisa langgengkan korupsi,” ucap dia.
Jangan Ada Matahari Kembar
Feri menekankan soal komposisi menteri di kabinet awal pemerintahan Prabowo yang kental akan perpanjangan tangan Joko Widodo. Sebut saja ada Menteri KKP Trenggono dan Menteri Koperasi, Budie Arie Setiadi. Dengan kata lain, birokrasi menteri kabinet Prabowo tidak lepas dari bayang-bayang kekuasaan Jokowi. "Karena bagaimanapun setengah dari jumlah kabinet Jokowi pindah mutasi ke dalam kabinet Prabowo. Ini penting dipertanyakan," ujar Feri.
Feri mewanti-wanti gejala tidak searahnya kabinet Prabowo bisa merugikan publik. "Secara otomatis stabilitas politik bakal menghambat kinerja pemerintahan. Kebijakan yang mestinya untuk kebaikan rakyat, lantas tidak dilakukan karena chaos di istana," tutur dia.
Masalah birokrasi kabinet pemerintahan Prabowo tidak bisa dilepaskan dari keberadaan sosok Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden. Feri bilang bahwa indikasi Gibran ingin selangkah lebih maju dari Prabowo sudah tampak sejak awal. Dia mengambil contoh ihwal gebrakan Gibran yang membikin portal `Lapor Mas Wapres`. "Wapres sebelumnya ingin menjelaskan kepada banyak orang bahwa pemerintahan ini adalah pemerintahan Prabowo. Tapi besoknya dia launching aplikasi pelaporan mas wapres. Pertanyaan besarnya kenapa tidak launching aplikasi lapor pak presiden saja. Jadi kita lihat langkah-langkah birokrasinya tidak sinkron," ucap Feri.
Pengamat politik Rocky Gerung, menilai relasi Prabowo dan Jokowi bisa saja habis bulan madunya. Gejala ini bisa dilihat dari mulai mengemukanya `orang` Jokowi di kabinet Prabowo yang diincar lewat kasus hukum. Seperti Budi Arie yang diduga kuat tersangkut kasus judi online. Berdasar analisis Rocky, disasarnya orang kepercayaan Jokowi menjadi preseden retaknya relasi Jokowi dan Prabowo. "Hubungan Prabowo dan Jokowi di awal pemerintahan seperti bulan madu yang akan segera selesai. Prabowo memiliki kalkulasi politik yang akan memuncak pada waktunya," ujar Rocky.
Terlebih Prabowo kini sudah mulai melancarkan manuver poltiiknya dengan melobi musuh politik Jokowi, yakni PDIP. Sowan Budi Arie ke Solo bisa saja atas instruksi Jokowi yang hendak mengetahui kesepakatan politik antara Prabowo dan Megawati. Deal politik antara dua ketum partai politik ini bakal mempengaruhi konstelasi politik, termasuk berdampak pada relasi Prabowo-Jokowi. "Kunjungan menteri ke Solo karena Jokowi khawatir eksistensinya berhenti. Memastikan apa kesepakatannya membuka ruang manuver politik Jokowi ke depan," katanya.
Rocky Gerung, Pengamat Poltik. (Berita Riau)
Terkait dengan adanya anggapan pemerintah bermatahari kembar, Politisi PKS Mardani Ali Sera menyebut jangan sampai di pemerintahan Prabowo ada matahari kembar. Meski begitu, Mardani mengatakan bila silaturahmi adalah sesuatu yang baik namun ia mewanti-wanti jangan sampai ada matahari kembar dalam pemerintahan Prabowo. "Ya, yang pertama tentu silaturahmi tetap baik ya, tapi yang kedua tidak boleh ada matahari kembar," kata Mardani ketika dikonfirmasi, Kamis (17/04/2025).
Mardani mengatakan presiden yang menjabat saat ini adalah Prabowo Subianto. Dia berharap kunjungan menteri ke kediaman Jokowi hanya silaturahmi biasa. "Bagaimanapun, presiden kita Pak Prabowo dan Pak Prabowo sudah menunjukkan determinasinya, kapasitasnya, komitmennya, dan saya pikir Pak Prabowo juga tidak tersinggung ketika ada menterinya yang ke Pak Jokowi," ucapnya.
Mardani memandang Prabowo tak akan keberatan jika menteri bertemu dengan Presiden terdahulu. Namun dia mengingatkan supaya tak ada matahari kembar. "Ini pesan saya cuma satu, jangan ada matahari kembar. Satu matahari saja lagi berat, apalagi kalau dua, gitu," ujarnya.
Seperti diketahui bila isu tersebut muncul ketika Presiden ke 7 Jokowi ditemui oleh sejumlah Menteri di Kabinet Merah Putih dan hal tersebut tidak lama terjadi setelah Presiden Prabowo bertemu dengan Presiden ke 5 sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Diketahui, sejumlah menteri yang mendatangi Jokowi adalah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang datang pada Selasa, 8 April 2025 lalu. Selang satu hari, Menko Pangan Zulkifli Hasan juga menemui Jokowi. Kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Kelautan dan Perikanan (KPP) Sakti Wahyu Trenggono dan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin hingga Menteri Koperasi Budi Arie juga bergantian mendatangi Jokowi.
Usai pernyataan Mardani tersebut, DPP PKS pun memberikan pernyataan bila hal yang dikatakan oleh Mardani merupakan pernyataan pribadi dan tidak mewakili partai. PKS mengklarifikasi pernyataan kadernya tersebut yang mengingatkan jangan sampai ada `matahari kembar` usai sejumlah menteri kabinet menemui Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) merupakan pernyataan pribadi dan tak mewakili sikap PKS. "Statement Pak Mardani soal masalah ada `matahari kembar` adalah pernyataan pribadi. Tidak mewakili PKS," kata jubir PKS Ahmad Mabruri melalui keterangan yang diterima Law-Justice, Jumat (18/04/2025).
Mabruri menyatakan bila Mardani kini bukan bagian pengurus DPP PKS yang terlibat mengambil keputusan politik. Mardani kini hanya bertugas di DPR sesuai dengan alat kelengkapan Dewan (AKD). "Pak Mardani sejak awal 2024 bukan Ketua DPP PKS lagi jadi yang bersangkutan tidak terlibat dalam pengambilan keputusan politik di DPP PKS. Pak Mardani sebagai anggota Dewan dari Fraksi PKS bekerja sesuai tupoksi beliau di BKSAP dan komisi yang ditugaskan," ujarnya.
Saat kunjungan beberapa Menteri ke kediaman Jokowi di Solo, dua diantaranya adalah Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) yakni Menko Pangan Zulkifli Hasan dan Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono. Seperti diketahui bila Zulkifli Hasan dan Sakti Wahyu Trenggono menduduki jabatan strategis sebagai Ketua Umum PAN dan Wakil Ketua Umum PAN. Menanggapi hal tersebut, Sekjen PAN Eko Hendro Purnomo menilai kekhawatiran politikus PKS Mardani Ali Sera terkait `matahari kembar` suatu sikap yang berlebihan.
Eko mengatakan bila pertemuan para menteri pemerintahan Prabowo Subianto dengan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dinilai bentuk silaturahmi biasa. "Menurut saya, ini momen yang sangat wajar. Apalagi suasana setelah Ramadhan, nuansanya masih dalam semangat halalbihalal. Jadi, pertemuan ini saya pandang sebagai bentuk silaturahmi biasa, tidak perlu dipersepsikan macam-macam," kata Eko ketika dikonfirmasi, Jumat (18/04/2025).
Eko menilai pertemuan di Solo itu silaturahmi antara para menteri yang hari ini menjadi pembantu Presiden Prabowo Subianto dengan Jokowi. Menurut dia, silaturahmi memiliki sisi positif dan menjaga hubungan baik antar tokoh bangsa. "Saya memandangnya seperti hubungan anak dengan orang tua, yang memang sudah semestinya saling menghormati dan menjaga kedekatan. Dalam tradisi kita, terutama setelah Lebaran, silaturahmi seperti ini membawa banyak kebaikan" ujarnya.
Eko bahkan menyebut silaturahmi menteri Prabowo dan Jokowi memang murni untuk menjaga hubungan baik. Dalam konteks ini, Eko menilai suasana Lebaran dan penuh dengan semangat kebersamaan. "Perlu juga saya sampaikan bahwa berkunjung ke rumah mantan Presiden tidak selamanya bicara soal politik. Tidak harus selalu ada agenda politik dalam setiap pertemuan seperti ini," ucap Eko.
"Adapun soal istilah `matahari kembar`, menurut saya itu berlebihan. Semua pihak memahami posisi dan perannya masing-masing. Pemerintahan saat ini berjalan dengan Presiden Prabowo, dan para menteri pun bekerja penuh tanggung jawab di bawah arahan beliau," sambungnya.
Selain itu, Eko menilai silaturahmi kepada Presiden sebelumnya adalah bagian dari etika kebangsaan, serta bentuk penghormatan yang wajar, dan tidak perlu dipersepsikan macam-macam. "Jadi saya kira, mari kita lihat pertemuan ini dalam semangat kebersamaan. Ini bagian dari budaya saling menghormati yang memang menjadi tradisi kita, terlebih dalam suasana Lebaran yang selalu menjadi momen untuk mempererat tali silaturahmi antar pemimpin dan tokoh bangsa," ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif Deddy Yevri Sitorus menyatakan bila matahari itu memang hanya satu. Menurutnya, bila ada dua matahari kehancuran akan terjadi. "Ya matahari memang cuma ada satu, kalau dua, bisa terbakar ini bumi," ujar Deddy ketika dikonfirmasi, Selasa (15/04/2025). Deddy pun lantas mengatakan bila beberapa waktu lalu, Presiden ke 6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah menyatakan jangan sampai ada matahari kembar dalam sebuah pemerintahan. Ketika disinggung lebih jauh, Deddy enggan berspekulasi lebih jauh namun ia mengatakan bila pernyataan SBY beberapa waktu lalu ada kaitannya harmonisasi Prabowo dengan Joko Widodo, Deddy mengatakan sebaiknya Indonesia tetap memiliki satu matahari. "Kalau saya menganggap dan berharap kita hanya punya satu matahari. Cuma ada, bulan yg pengen jadi matahari, itu kan biasa lah. Apalagi kalau, apa namanya, belum bisa memisah antara posisi dulu dan sekarang," katanya.
Politikus PDI Perjuangan Deddy Sitorus.
Namun Deddy menyatakan bila saat ini memang ada dugaan bila ada seseorang yang saat ini masih berupaya untuk menjadi `matahari` dan belum bisa memisahkan posisi yang dulu dan sekarang. "Ya siapa yang muncul tiga kali kayak makan obat sehari di depan media. Yang dikunjungi jadi situs wisata, kan udah tahu semua," imbuhnya.
Deddy menyinggung bila saat ini ada memang sudah seharusnya bila dalam pemerintahan Prabowo memang hanya ada satu matahari yakni Presiden Prabowo. "Bahwa dalam satu negara harusnya apalagi di sistem presidensil ya bahwa sebaiknya pemimpin tertinggi itu cuma satu," ujarnya.
Sementara itu, Ketua MPR RI sekaligus Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menegaskan bila Presiden Prabowo Subianto tak merasa terganggu dengan silaturahmi sejumlah menteri di Kabinet Merah Putih yang menyambangi kediaman Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) di Solo.
Muzani juga meyakini bahwa menteri di Kabinet Merah Putih saat ini tetap solid mendukung Presiden Prabowo Subianto dalam menjalankan roda pemerintahan saat ini. “Saya kira para menteri yang sekarang memiliki komitmen terhadap kepemimpinan Presiden Prabowo cukup tangguh, cukup kuat, cukup solid dan Presiden Prabowo merasa tidak terganggu dengan adanya menteri-menteri pada era Pak Jokowi yang juga bersilaturahmi kepada Pak Jokowi,” tegas Muzani kepada Wartawan, Kamis (17/04/2025).
Muzani mengatakan bila Presiden Prabowo justru melihat hal tersebut sebagai bentuk penghormatan dan bagian dari nilai-nilai budaya Indonesia. Menurutnya, Presiden Prabowo sangat menghargai tata krama dan tradisi usai lebaran yang melakukan silaturahmi dan hal tersebut merupakan hal yang biasa. “Presiden Prabowo menghargai itu sebagai sebuah tata krama dan tradisi berlebaran untuk bersilaturahmi kepada orang yang dituakan dan orang yang dihormati, karena itu bagian dari tata krama. Dan itu, Pak Prabowo itu tidak merasa terganggu dengan situasi itu,” tutupnya.
Situasi dalam negeri yang masih beriak, ditambah suasana geopolitik global yang memanas menjadi tantangan tersendiri bagi Presiden Prabowo dalam memimpin negara ini. Sejumlah janji-janji politik belum sepenuhnya dapat dipenuhi, sementara program-program yang ditelurkan justru membuat blunder. Sehingga terlihat, pemerintahan masih pincang dan tidak efektif berjalan.
Pemerintah seolah masih terdelusi oleh proyeksi eknomi yang secara realitas sebenarnya sudah mulai menukik curam. Perekonomian global yang diprediksi bakal melambat akibat Tarif Trump, disinyalir akan secara kontan menghantam perekonomian nasinal. Namun, tim ekonomi Prabowo masih belum juga menunjukkan taringnya. Alih-alih, sejumlah program yang bakal menjadi beban APBN justru dijadikan ujung tombak perekonomian. Prgram Makan Bergizi Gratis dan Pragram 3 Juta Rumah masih belum jelas untuk pembiayaan ke depannya. Tiba-tiba pemerintah mengumumnkan akan meluncurkan Koperasi Desa Merah Putih. Sekira 80 ribu koperasi akan di buka di desa-desa dengan dana Rp 400 triliun.
Masih bercokolnya elan pemerintahan lama, terlihat menjadi penghambat knsolidasi kerja Kabinte Prabowo. Maka, menjadi tantangan bagi Prabowo, menghadapi potensi krisis di depan mata. Beranikan Parabowo melepas bayang-bayang Jokowi?
Rohman Wibowo
Ghivary Apriman
Komentar