BPJS Naker Punya Dana 776,8 Triliun Tapi Banyak Buruh Tak Punya Rumah

Selasa, 15/04/2025 00:00 WIB
Ilustrasi Kantor BPJS Ketenagakerjaan (suara)

Ilustrasi Kantor BPJS Ketenagakerjaan (suara)

[INTRO]

Menurut pengamat ekonomi, Salamuddin Daeng yang merasa heran, mengapa banyak buruh yang tidak memiliki rumah. Padahal ada dana buruh yang dikelola pemerintah (BPJS Naker), yang jumlahnya sangat besar hingga Rp776,8 triliun.

Lalu yang lebih mengherankan lagi, lanjutnya, adalah Serikat Pekerja tidak ada yang pernah menyuarakan hal ini.“ Padahal uang buruh yang dikelola Jamsostek atau BPJS ketenagakerjaan mencapai Rp776,8 triliun.

Apabila dana ini dikelola dengan benar, maka akan menghasilkan pendapatan Rp77 triliun rupiah setahun, dengan asumsi dana tersebut ditempatkan dalam surat berharga yang memiliki keuntungan 10 persen. Apa yang tidak bisa dibuat dengan keuntungan pengelolaan dana sebesar itu?” lanjut Salamuddin, dalam keterangannya, Senin (14/4/2025).

Ia mengatakan, dengan harga rumah MBR bersubsidi dipatok oleh pemerintah sebesar Rp240 juta rupiah untuk setiap rumah subsidi, maka dengan dana keuntungan pengelolaan yang senilai Rp77 triliun tersebut, bisa didapatkan 320 ribu rumah dalam satu tahun.

“Ini adalah angka yang sangat besar dibandingkan dengan dana apapun yang pernah digunakan untuk membangun perumahan rakyat oleh negara,” ujarnya.Oleh karena itu, Salamuddin mempertanyakan kemana dana buruh yang dikelola oleh BPJS ketenagakerjaan tersebut.

“Mengapa dana dana ini tidak pernah digunakan untuk membangun perumahan untuk buruh? Sehingga mereka para pekerja banyak yang harus hidup di kontrakan atau hidup dengan kondisi rumah yang tidak layak,” ujarnya lagi.

Ia menyebutkan, berdasarkan data pemerintah, orang yang tidak punya rumah di Indonesia mencapai 10 juta orang termasuk buruh (data buruh yang tidak punya rumah tidak ada).

“Dengan jumlah dana buruh yang tersedia sekarang sejumlah 770 triliun jika digunakan sebagian saja yakni dana Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar Rp474,43 triliun dan dana Jaminan Pensiun (JP) sebesar Rp175,67 triliun rupiah, maka tersedia dana sebanyak Rp650 triliun. Jika semuanya digunakan untuk membangun rumah MBR untuk buruh maka setahun akan terbangun rumah sebanyak 2,7 juta rumah. Wuih dahsyat Pak Prabowo!’ kata Salamuddin lebih lanjut.

Dengan skenario seperti itu, lanjutnya, hanya membutuhkan waktu setahun untuk membangun rumah untuk semua buruh, yang sampai sekarang tidak dapat memiliki rumah atau mengontrak rumah ala kadarnya.

“Mengapa tidak dilakukan? Apa masalah? Apa kendalanya? Apa dana dana buruh itu sudah hilang? Apakah dana dana itu gagal investasi atau telah tergerus oleh korupsi? Apakah dana dana itu cuma catatan pembukuan namun aslinya sudah jatuh ke tangan tangan oligarki? Ini adalah segudang pertanyaan yang harus dijawab dengan tindakan, program untuk membangun rumah untuk seluruh buruh Indonesia. Ini juga pertanyaan saya karena saya juga peserta jamsostek atau BPJS ketenagakerjaan,” ungkapnya.

Ia pun menegaskan, seharusnya pertanyaan itu juga disampaikan oleh pimpinan Serikat Pekerja, kepada perwakilan perwakilan mereka yang ditugaskan di Jamsostek atau BPJS Ketenagakerjaan untuk mengawasi penggunaan dana buruh yang dikelola oleh Jamsostek.

Seharusnya para pimpinan Serikat Pekerja tidak boleh diam saja karena harus memastikan dana buruh dikelolah dengan benar dan semua keuntungannya dikembalikan ke tangan buruh. Itulah prinsip pengelolaan nirlaba yang diamanahkan oleh UU yang menaungi pengelolaan Jamsostek atau BPJS ketenagakerjaan, tegas dia. 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar